Sang Penyelamat Gaib

1710 Words
Gelap … hampa … dan … dingin. Ash mengernyit, berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat. Pangeran muda itu juga merasa kalau tubuhnya saat ini tengah mengambang-ngambang di udara yang kosong. Tidak ada apa-apa di sini selain hanya dirinya sendiri. “Apa … aku sudah mati? Lagi?” Ash mendesah berat. Dia tidak bisa membayangkan hukuman mengerikan apa yang diterima oleh Keluarga Dominic Cons karena dirinya yang lemah ini. “Padahal aku sudah berjanji untuk tidak mati, maafkan aku guru, nyonya Beatrice, dan Mei—” “Halo, Pangeran!” Sebuah sapaan asing dengan suara yang terdengar tengil. Ash segera membetulkan posisi tubuhnya dalam keadaan tegap, meski begitu … kaki Ash tidak berpijak pada apa-apa. Ia seolah terbang, tapi tidak ada daratan untuk mendarat. “Siapa kau?” tanya sang pangeran dengan waspada. Ash mulai merasa tidak terima. Dirinya baru saja mati, jadi kenapa harus mendapat gangguan lagi? Tidak bisakah alam membiarkannya beristirahat dengan tenang? “Kau pasti berpikir kalau kau sudah mati, ya? Hihi.” Sosok itu hanya berupa bayang-bayang hitam dengan sedikit aura ungu berupa benang-benang tipis yang mengelilingi tubuh gaibnya. “Jadi … aku belum mati? Tempat apa ini?” “Tentu!” Meski sosok tadi tidak memiliki rupa, setidaknya si Hitam—panggilan sementara dari Ash pada makhluk tersebut—memiliki semacam mulut, walaupun tanpa bibir, lidah, dan gigi. Hanya sesuatu yang tampak bergerak terbuka sesuai kalimat saat dia bicara. “Kau tidak menjawab pertanyaanku sama sekali.” Ash sendiri tengah berpikir keras, apa dirinya sudah diculik? Apa itu mungkin saat dia harusnya berada di salah satu tempat paling aman? “Pertanyaan yang mana, Pangeran?” “Apa kau bercanda?” Kening Ash berkerut dalam. Merasa dongkol. Si Hitam pun malah tertawa lepas. “Kau terlalu banyak bertanya, sih! Meski aku punya akal, aku ini tidak punya otak, asal kau tahu saja, Pangeran!” Dia benar-benar gila rupanya. Ash memberikan kesimpulan di dalam benak. Apa pula maksudnya punya akal tapi tidak berotak itu? Memangnya dia bintang laut apa? Baru kali ini Ash mendengar hal tersebut. “Kau … siapa?” Ash akhirnya memilih untuk kembali pada pertanyaan pertama. “Aku?” si Hitam menunjuk dirinya sendiri. “Aku adalah bagian dari dirimu kok, Pangeran.” Hah? Apa lagi itu? Ash semakin tidak mengerti. “Apa maksudmu ini kalau kau itu adalah bagian gelap dari diriku?” “Eh? Orang sepertimu? Punya sisi gelap? Itu adalah lelucon yang hebat! Ahahahaha!” Bukannya menjawab, si Hitam malah lagi-lagi tertawa dengan lepas. “Kau ini selain dipenuhi kesucian, ternyata juga suka melucu.” Ash hanya menampilkan ekspresi datar. Tidak bereaksi apa-apa lagi. Dia hanya memerhatikan tingkah laku si Hitam yang tiba-tiba saja mendekatkan diri ke wajahnya. Sangat dekat hingga jarak antar wajah mereka—meski si Hitam tidak ada muka—hanya sejengkal jari saja. “Aku itu adalah ini,” klaim si Hitam sambil menunjuk—atau lebih tepatnya menyentuh dengan jari telunjuk leher Ash. Setelahnya, ia pun menjauh, kembali memberi jarak. “Hmph! Dasar Pangeran bodoh! Begini saja tidak tahu. Berikan otakmu padaku kalau begitu. Aku pasti lebih bisa menggunakannya.” “Apa-apaan ….” Ash menyentuh leher. Ia sempat berpikir terlebih dahulu sebelum akhirnya malah tercekat dengan ekspresi pucat. “Kau … jangan bilang kalau kau adalah Kutukan Sihir itu.” Bibir Ash tampak bergetar saat menyebutkan fakta tadi. Dan si Hitam malah mengangguk tanpa keraguan. “Benar sekali. Aku adalah kutukan kuno terkuat! Dan aku memilihmu untuk jadi inangku selama ini. Kau harus merasa terhormat karena aku sudah jadi bagian dari dirimu, Pangeran!” “Omong kosong.” Mata Ash menyipit, ia mendelik tajam. “Aku menjadi lemah dan dikucilkan, dan itu semua adalah karena ulahmu.” “Hah?” Si Hitam menelengkan kepala ke kiri, seolah ia tidak mengerti. “Apa maksud kau itu? Jika bukan karena aku, kau sudah mati sejak di dalam perut, Pangeran.” “Huh?” Mungkin Ash tanpa sadar sudah memasang tampang bodoh saat ini. “Kau tidak tahu jasaku ‘kan?” si Hitam memutar tubuh, ia menari dengan melayang-layang mengelilingi Ash. “Aduh, Pangeran … kau pasti mengira kalau kau itu sakit karena Kutukan Sihir milikku ini, ya?” Secara reflek, Ash mengangguk. “Apa bukan begitu?” Si Hitam menggeleng sambil menggerakkan jarinya. “Kau salah besar!” “Bisa … kau jelaskan padaku menggunakan bahasa yang bisa aku pahami dengan mudah?” “Apa kau bodoh?” “Tidak—maksudku, kau ini dari tadi bicaranya berbelit-belit dan berputar-putar. Aku yakin tiap orang yang mendengarmu juga akan kebingungan sepertiku.” Si Hitam terkekeh ringan lalu mensejajarkan dirinya lagi di depan Ash. “Pertama … di sini adalah tempat tinggalku, dimensi para roh.” Ada jeda di mana Ash harus mencerna fakta baru nan mengejutkan tersebut. Saat dirinya menjadi Penyihir Agung pun, Ash tidak pernah berani dan malah memberikan larangan untuk para penyihir agar tidak menyentuh dimensi ini—dimensi para roh. Ash tahu kalau dimensi para roh hanya bisa dimasuki jika orang dari dimensi tersebut yang menarik orang luar. Kemudian, Ash tahu satu hal pasti mengenai dimensi para roh ini. Yakni … ‘jika kau sudah masuk, maka kau jangan pernah berharap untuk menemukan jalan keluar’. Begitulah hal yang Ash pahami. Ash meneguk ludah yang terasa bagai batu. Jadi, bagaimana nasibnya sekarang? Kalau begini sih, tidak ada bedanya dengan kematian. “Aku tidak bisa membawaku ke pemukiman karena pihak atas tidak akan memberimu izin untuk keluar dari sini.” Seolah bisa menebak, kalimat si Hitam barusan membuat kecemasan dalam diri Ash hilang. Ash bisa pulang! “Yah … jadi dulu, aku yang sangat dihormati ini merasa bosan. Aku pun memilih untuk jalan-jalan, turun ke bumi di mana dunia manusia berada. Aku pun tidak sengaja melihat setitik cahaya. Itu adalah cahaya paling terang, panjang, dan penuh akan kesucian dari seluruh cahaya yang pernah aku lihat.” Si Hitam agaknya tengah memulai dongeng. Lalu ia melanjutkan, “Aku langsung merasa tertarik pada cahaya itu, kemudian menghampirinya dan BUM!” Ash terperanjat kaget karena teriakan tak terduga si Hitam barusan. “Hehe … kau terkejut, Pangeran?” “M-mana ada!” “Nah, kebetulan sekali ternyata cahaya itu berasal dari rahim seorang wanita rendahan. Aku tidak menyangka dia bisa memiliki cahaya seperti itu sebagai anaknya. Dan Pangeran, coba tebak … siapa anak bercahaya suci dari wanita rendahan itu?” Ash tidak ingin mengatai orang yang sudah melahirkannya di dunia ini sebagai manusia dengan sebutan ‘wanita rendahan’. Namun, Ash juga tidak pernah bertemu dengan wanita yang ia sebut sebagai ibu itu. “Anak itu adalah aku?” “Benar!” Si Hitam menjentikkan jari. “Aku yang menemukan kesenangan baru langsung mengikutimu ke mana-mana. Dalam wujudku ini, tidak sembarang orang bisa melihatku. Termasuk raja yang dikatakan sangat luar biasa itu pun tidak bisa melihatku yang hebat ini, haha!” “Lalu apa yang terjadi?” Ash tidak pernah dan tidak mau tertarik dengan pembahasan sang raja yang merupakan ayahnya di dunia ini. “Kau mati.” “Eh?” Jantung Ash seperti diberikan kejutan listrik mendengar hal tersebut. Meski ia sudah pernah mati, mendengar kalimat ‘mati’ rasanya tetap saja janggal. “Aku?” Si Hitam mengangguk. “Saking luar biasanya energi sihir yang kau miliki, tubuh kecil itu tidak sanggup menahannya. Jadi kau mati sejak di dalam kandungan. Tapi … tidak ada satu pun orang yang sadar, kecuali aku tentu saja. Aku ‘kan hebat!” Makhluk ini narsis sekali. Ash membatin. “Dan … karena aku tidak ingin kehilangan cahaya suci milikmu itu, aku pun masuk ke dalam rahim ibumu. Raga manusia rendahan memang sangat berbeda, itu menyesakkan, tapi ya … apa boleh buat? Aku ingin menyelamatkanmu.” Ash entah kenapa bisa tahu kalau apa yang si Hitam bicarakan saat ini merupakan fakta, si Hitam tidak membual dan makhluk itu agaknya tak memiliki motif apa-apa untuk berbohong yang sangat rinci seperti ini. “Berkat aku yang hebat ini, kau bisa selamat! Meski begitu, karena sudah pernah mati beberapa hari di dalam kandungan, tubuhmu memiliki banyak kelemahan. Kau tetap sulit bertahan dan tiap kali jantungmu itu akan berhenti berdetak, aku … terus-terusan menyelamatkanmu sampai sekarang.” Betapa gilanya kisah yang Ash dengar itu. Ternyata selama ini semua orang termasuk juga dirinya, sudah salah paham. Salah paham yang sangat besar. Siapa juga yang bisa menyangka ada cerita seperti itu? Ash tidak tahu harus mengatakan terima kasih atau bagaimana lagi. Sekarang pertanyaan di dalam kepala sudah terjawab, tentang kenapa jantungnya tiap kali merasa sakit, maka leher Ash langsung terasa panas. Dulu, pangeran muda itu pikir hal tadi terjadi karena Kutukan Sihir yang mulai aktif, tapi ternyata karena tubuhnya sendiri yang sangat lemah. Tidak mampu bertahan di dunia ini kalau tanpa bantuan dari si Hitam. “Hehe … ada apa dengan wajahmu itu, Pangeran? Merasa bersalah sekarang karena sudah memaki dan mengutukku balik?” Ash tersenyum simpul. Dia harus menerima fakta ini dengan lapang d**a. “Siapa namamu?” Ash tidak enak harus memanggil makhluk tadi dengan sebutan si Hitam terus, padahal makhluk itu sudah menyelamatkan hidupnya tanpa pamrih. “Nama?” Si hitam kembali menelengkan kepala, tampak heran. “Oh … iya. Nama merupakan kebiasaan dari manusia, aku baru ingat. Bahkan kalian memberikan aku nama juga di dunia manusia, Kutukan Sihir Kuno. Haha. Itu sebutan yang lucu!” Ash mengerjap. “Kau tidak punya nama?” “Bukan tidak punya. Kami—para penghuni dimensi roh—memang tidak butuh nama. Tapi karena aku bergaul dengan manusia sepertimu, mungkin aku butuh nama.” Kalimat itu … Ash sedikit memundurkan wajah. Apa si Hitam ini berharap untuk ia beri nama? Baiklah, tidak masalah. “Kenapa, Pangeran?” “Bagaimana dengan … Schwarz?” “Hm? Schwarz?” “Iya. Hitam seperti wujudmu saat ini. Aku rasa nama itu sangat cocok denganmu.” “Wahhh!!” Si Hitam atau saat ini bisa dipanggil Schwarz pun bertepuk tangan penuh keriangan. “Nama yang terdengar keren untukku yang hebat ini! Benar-benar ya, otak manusia itu sangat brilian! Aku jadi ingin punya satu.” Entah kenapa kalimat terakhir tadi membuat bulu kuduk Ash merinding. “J-jangan. Kau tetap seperti itu saja, Schwarz. Sudah keren dan hebat, kok.” Sekarang, Ash hanya tinggal memikirkan satu hal saja. Yaitu bagaimana cara dia keluar dari dimensi para roh ini dan kembali ke dunia manusia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD