Penyakit Mematikan

1910 Words
“Oh? Jadi kemarin Anda bertemu dengan istri saya, ya?” Ellio langsung mengalihkan perhatiannya dari mencatat sesuatu pada buku. Ash mengangguk. Dengan napas tersengal-sengal mengusap peluh. Dia baru saja berhasil melakukan satu kali putaran lari dengan lapangan yang terbilang tidak kecil, tapi juga tidak luas ini. “Guru—hah … saya ingin—hh berlari satu put—aran lagi—hh.” Ellio menyunggingkan senyum, lalu memejamkan mata dan menggeleng tegas. “Tidak. Anda harus istirahat sekarang. Jangan terburu-buru, Pangeran. Kita punya waktu yang masih banyak.” Saat mendengar hal tersebut, awalnya Ash berniat untuk membantah. Akan tetapi rasa nyeri di lehernya mulai berdenyut. Tanda dari Kutukan Sihir sialan itu lagi-lagi membuat seluruh tubuhnya terasa remuk. Tidak ada pilihan lain. Ash langsung mengambil posisi duduk dengan kaki berselonjor. “Silakan, Pangeran.” Ellio bersimpuh untuk memberikan segelas air segar dan Ash langsung menyambut lalu menegaknya sampai sisa setengah. “Saya bukannya melarang karena maksud apa-apa. Tapi Anda benar-benar tidak boleh besar kepala. Mengingat kondisi Pangeran yang baru-baru ini membaik, tidak benar kalau harus meningkatkan kekuatan fisik dengan tergesa-gesa.” Ash membiarkan sang guru memberinya wajengan. Tapi wajah kecil itu tampak masih menahan dongkol. Tidak. Ash bukan benci ketika Ellio melarangnya, ia hanya tidak menyukai tubuhnya saat ini. “Aku kesal, Guru,” ungkapnya sambil menghela napas berat. Ash menengadah. Menatap langit cerah dengan matahari teriknya yang luar biasa. “Aku ini kenapa lemah sekali? Kenapa harus sakit? Kenapa harus aku yang mengalami semua ini?” Sekilas, Ash mengingat kesalahannya di masa lalu. “Ah, pasti aku dihukum.” “Maaf?” Kening Ellio mengernyit. “Ya, benar. Aku pasti dihukum karena telah berbuat kesalahan di masa lalu. Maksudnya ya, kehidupanku sebelumnya dulu.” Mengerti akan maksud muridnya ini, Ellio pun tersenyum kecil. “Wah … pasti mengerikan. Jangan-jangan Anda sudah menghancurkan satu negara atau semacamnya dulu,” canda Ellio diakhiri gelak tawa. “Iya.” Keyakinan akan jawaban Ash membuat Ellio menatap muridnya itu dengan sedikit curiga. “Apa Pangeran mengingat kehidupan Anda di masa lalu?” Sempat terjadi jeda sebelum akhirnya Ash menoleh, menatap lekat sepasang mata sang guru. Ash tengah berpikir reaksi seperti apa yang akan Ellio hasilkan kalau Ash mengatakan bahwa dirinya adalah Sang Penyihir Agung yang para manusia ini elu-elukan itu? “Haha.” Ash kembali menatap langit. “Mana mungkin.” “Benar.” Ellio mengangguk demi meyakinkan diri sendiri. “Saya tidak pernah mendengar ada orang yang mengingat kehidupan sebelumnya.” Jangankan mengatakan kalau Ash adalah Sang Penyihir Agung, untuk mengatakan kalau pangeran muda ini bisa ingat kehidupan miliknya di masa lalu saja … terdengar semustahil itu, ya? Ash mengerti kalau dirinya benar-benar harus menyimpan rahasia ini sendiri. “Tapi saya cukup terkejut dan bangga dengan perkembangan yang Pangeran lakukan hari ini.” “Hm?” “Saya dengar kalau Anda bahkan sebelumnya tidak bisa bangkit dari ranjang Anda sendiri, kalau tidak dibantu dulu. Tapi lihat sekarang?” Ellio menarik sudut bibirnya lebar, hingga menampilkan sederet gigi putihnya yang rapi. “Pangeran sudah bisa bebas berjalan sendiri dan bahkan tadi sudah sanggup untuk berlari.” Ellio dengan santai mengusap kepala Ash yang sudah seperti anaknya sendiri. Meski putra Ellio yang asli hanya bisa membuat onar saja. Tidak seperti Ash yang sangat menurut padanya—dalam beberapa poin. “ ….” Ash tidak memberi respon. Telinga pangeran muda itu memerah seiring dengan wajahnya yang memanas. Ash terjebak antara rasa haru, suka, dan juga malu yang sama sekali tidak bisa dia ungkapkan. “Dengar, Pangeran.” Ellio menatap lurus ke depan. “Anda harus bisa menghargai diri Anda sendiri. Manusia itu memang sejatinya tidak bisa puas. Tapi, kalau Pangeran bisa memberi nilai terhadap usaha yang sudah Anda lakukan sekecil apa pun. Maka Pangeran bisa menekan nafsu itu dan tumbuh menjadi orang yang tidak haus akan kekuasaan.” Ash tidak merespon lagi. Ia hanya menatap wajah sang guru dari samping. Lalu diam-diam tersenyum simpul. Kalimat yang Ellio katakan tadi … sangat mirip dengan pesan yang ayah Ash sampaikan dulu. Bahkan pangeran muda ini jadi berpikir jangan-jangan Ellio adalah reinkarnasi dari ayahnya. Ash kini juga paham kenapa dia bisa merasa ketakutan dengan hawa keberadaan Beatrice malam itu. Benar. Beatrice saat marah … sangat mirip dengan ibunya. Menakutkan. “Pangeran Ash, boleh saya bertanya sesuatu yang agak lancang—mungkin.” “Ya. Tanyakan saja.” “Apa Anda memiliki niat untuk menjadi penerus raja?” “Tidak.” “Kalau begitu … apakah Pangeran ingin balas dendam?” “Eh?” Ash langsung menoleh, mambalas tatapan mata Ellio dengan ekspresi tidak mengerti. “Maksud saya, bukannya Pangeran diperlakukan dengan sangat buruk selama ini? Kemudian ada kesempatan di mana Anda bisa membalas mereka semua suatu saat nanti. Saya hanya ingin tahu. Sosok seperti apa yang sedang saya besarkan ini.” Ash hampir saja menganga, tapi untungnya bisa ia tahan. “Guru … misalnya aku berbohong dan mengatakan padamu kalau aku tidak akan membalas dendam padahal sebaliknya, bagaimana?” Ash melipat kaki dan memeluk kedua lutut. “Itu sudah cukup.” Ellio menjawab cepat dengan senyuman di wajah. “Apa maksud Guru?” “Saya akan percaya yang Anda katakan.” “Kenapa seperti itu?” “Saya merasa … untuk saat ini niat balas dendam itu masih kecil. Di hati Pangeran seperti percikan api besarnya. Jadi, saya cukup percaya diri bisa memadamkan api itu. Lagi pula dari pada balas dendam, saya merasa Pangeran lebih ingin membuktikan arti keberadaan Anda di dunia ini. Apa benar?” Ash memalingkan wajahnya dari menatap Ellio. Lagi-lagi dia merasa dejavu. Kehangatan ini, keberadaan ini, sosok ini, semuanya tidak asing bagi Ash. Seolah-olah ayahnya memang sudah kembali hidup. Ah, apa jangan-jangan ini bukan hukuman, ya? Pasalnya dulu Ash sebagai Penyihir Agung adalah orang yang berdiri sendiri. Ia mengangkat murid agar tidak merasa sepi, tapi sungguh ada perbedaan mendalam antara memberi dan menerima kasih sayang. “Maaf. Apa saya sudah terlalu berlebihan, Pangeran?” Ash menggeleng dan tersenyum tipis. “Tidak.” Ia lalu beranjak bangkit. “Ayo, Guru. Bukankah ini waktunya makan? Apa kita akan melanjutkan pelajaran besok?” “Benar. Malam ini juga saya akan mempelajari perihal Kutukan Sihir Pangeran untuk mempersiapkan segelnya nanti.” “Aku mengandalkanmu.” “Terima kasih, Pangeran.” Ash lah yang seharusnya merasa sangat berterima kasih di sini. Ia pikir kalau dirinya akan berjuang sendiri lagi. *** “Wah … sayang!” Air muka Ellio tampak berbunga-bunga ketika ia mengunjungi kamar sang istri, dan melihat wanita itu telah menghabisi sup untuk pertama kali. “Kau terlihat bertenaga sekali hari ini. Syukurlah.” “Apa seluruh pekerjaanmu hari ini sudah selesai?” “Mana mungkin. Aku hanya menunda semua tumpukan dokumen itu dan melanjutkannya besok. Ah, aku ada kabar baik. Hari ini Ashil tidak terdengar membuat masalah lagi. Masalah besar maksudku.” “Tentu saja karena aku yang mengawasinya latihan berpedang siang tadi. Itu karena dia ingin membakar perpustakaan besar saat sedang belajar sejarah dengan guru barunya.” “Err … apa guru itu akan memberikan surat pengunduran diri besok?” “Bisa saja lusa.” “Aduh. Maaf ya, sayang. Sepertinya Ashil benar-benar menuruni kenakalanku saat masih remaja. Haha. Aku sepertinya sekarang bisa mengerti kenapa dulu selalu dikurung oleh ayah. Dia pasti sangat pusing karena ulahku yang macam-macam.” “Tapi kau tumbuh menjadi orang yang sehebat ini, suamiku. Percaya saja pada Ashil, dia pasti akan menemukan jalan hidup yang membuatnya bahagia. Aku tidak berharap dia berjasa besar baik dengan keluarga ini atau Kerajaan Atlantesia. Melihat dia berulah nakal dan tertawa … kebahagiaan Ashil bagiku adalah yang utama. Aku sangat ingin melihat Ashil tumbuh sampai dia tua meski itu tidak mung—” “Hari ini pun keadaan Pangeran Ash menaik pesat.” Ellio tidak pernah suka jika istri membicarakan perihal umur. Dia cepat-cepat merubah arah pembicaraan. “Raja Lemonds bilang, bahwa anak itu bahkan tidak bisa turun dari ranjangnya jika tidak dibantu. Tapi dalam beberapa hari ini, Pangeran Ash bahkan sudah bisa berlari di lapangan latihan. Aku sangat senang melihatnya penuh semangat hidup begitu.” “Tapi kau terlalu lemah dengannya. Kau memanjakan Pangeran Ash sampai membuat dia hampir saja membuka kelemahan dirinya sendiri pada para pelayan dan ksatria, apa kau tahu itu?” tajam Beatrice. Membuat nyali Ellio langsung menciut. “D-dia … hanya sedang butuh adaptasi saja, sayang.” “Jangan berkilah atas kesalahanmu!” “Ya, ya, ya. Maaf. Aku minta maaf atas itu.” “Suamiku … Pangeran Ash bahkan tampak lebih rapuh dari pada kondisi istrimu ini. Aku harap kau bisa jadi tameng baginya. Dia adalah anak yang baik. Meski lebih muda, tapi sikapnya lebih dewasa dari pada putra nakal kita, haha.” “Itu karena dia seorang pangeran.” “Apa menurutmu Ashil bisa berteman dengan Pangeran Ash?” Ellio tersenyum kecut. Tiba-tiba saja dia membayangkan bagaimana Ashil mengeluarkan seluruh kekuatannya, hanya untuk mengukur seberapa kuat Jantung Penyihir yang merupakan ciri khas keturunan kerajaan murni. Lalu … hal tersebut malah membuat Pangeran Ash terluka atau bahkan mati. “Aku rasa belum saatnya untuk mempertemukan Ashil dengan Pangeran Ashleigh.” “Aku bisa melihat apa yang sedang kau bayangkan, suamiku.” “Haha … maaf. Aku juga heran kenapa putra kita sangat bringas.” “Apa kau masih ingin menyembunyikan kekuatan Ashil dari publik?” Ellio tidak langsung menjawab, karena dia tengah berpikir. “Putra kita masih labil dan terlalu kecil untuk menghadapi politik keji kerajaan ini. Mungkin saja dia bisa melindungi dirinya sendiri, tapi Ashil sangat naif. Kecerdikan itu bisa mengalahkan kekuatan besar, kau tahu itu ‘kan sayang?” “Maaf-maaf. Aku hanya tidak sabar membanggakan Ashil dengan orang-orang di pergaulan kelas atas itu. Aku sangat ingin membungkam mulut mereka. Suamiku … aku tidak pernah sekali pun menyesal melahirkan Ashil meski tubuhku perlahan hancur seperti ini.” “Benar.” Ellio tersenyum samar. “Kau sangat kuat istriku.” “Terima kasih.” “Apa kau sudah merasa lebih baik sekarang?” Tangan besar Ellio menyentuh kening Beatrice lembut. “Bagaimana kepalamu? Apa masih pusing, hm? Apa ada bagian tubuhmu yang terasa sakit sekali?” Ia bertanya dengan penuh perhatian. Beatrice tampak menikmati setiap sentuhan hangat yang suaminya berikan. “Aku masih bisa menahannya.” Mendengar hal tersebut, bahu Ellio tampak bergetar. Dia masih berusaha untuk mempertahankan senyuman di wajahnya. Pria tersebut lalu menggenggam kedua tangan Beatrice, menciumnya dengan emosi bergejolak. “Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Aku berjanji akan melindungi keluarga kita, kau, dan juga Ashil. Istriku adalah orang yang tangguh, kau pasti akan sembuh. Jadi, tolong bersabarlah sedikit lagi, ya?” Air mata Beatrice luruh, tapi sudut bibirnya tertarik, tersenyum haru. “Aku tidak boleh meninggalkanmu sendirian mengurus Ashil.” “Benar. Aku tidak akan memaafkanmu jika kau melakukan itu. Maafkan keegoisanku yang satu ini, Beatrice. Aku mencintaimu, sangat-sangat mencintaimu.” “Aku juga mencintaimu, Ell.” Pemandangan menyedihkan apa yang baru saja Ash lihat? Beberapa saat yang lalu, dia ingin menanyakan hal genting karena itu mencari Ellio dan Barley bilang, kalau Ellio sedang berada di kamar Beatrice. “Ugh … kepalaku pusing. Rasanya ingin muntah.” Ash menutup wajah. Berusaha berjalan menjauh dengan menyisiri dinding. Dia sangat syok ketika melihat aura kehidupan Beatrice hampir menghilang. Lebih buruk dari pada kemarin. “Oi, bocah. Kau habis dari kamar ibuku, bukan? Apa yang kau lakukan?” Apaka itu adalah Ashil? Putra yang dibicarakan oleh Ellio dan Beatrice barusan. Namun, Ash tidak dapat menjawab karena pandangannya yang semakin buram. Ketika dia berusaha mendongak, semua malah menjadi gelap. Kemudian badannya terasa ringan. Brugh! “H-hei! Bangun!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD