Mediasi Pengisi Tenaga

1085 Words
“Hm ….” Ellio memiringkan kepala, melipat tangan dan menggosok dagunya. Mata dari pria itu sedang menerawang jauh seolah tengah menjelajahi angkasa lepas. Padahal objek yang diamatinya adalah seorang pangeran muda yang tengah berlari kencang mengelilingi lapangan. “Jangan-jangan Pangeran Ash akan bertambah kuat setelah … tidur panjang?” Ellio terkekeh sendiri atas hipotesa anehnya itu, ia menggeleng pelan. “Mana mungkin. Memangnya dia putri tidur apa?” Ellio lalu melangkah ke tengah lapangan latihan, ia melambaikan tangan, tanda untuk menyuruh Ash agar berhenti berlari dan menghampirinya. “Hah … tapi tadi—hh, baru dua puluh satu putaran—hh, Guru.” Ash mengusap peluhnya yang terasa dingin. Meski tubuh bagian dalam pangeran muda itu sangat panas seolah membakar seluruh paru-paru, ia berusaha menyembunyikan rasa sesak itu dan terlihat baik-baik saja. “Guru, apa kita akan segera istirahat?” Wajah Ash tampak kecewa. Terkekeh kecil, Ellio mengusap rambut Ash yang kini sudah jadi makin lebat dan lembut. “Pangeran, ada yang namanya mediasi untuk memulihkan tenaga, agar kita bisa kembali menghabiskan hari ini dengan latihan penuh. Sampai malam, bagaimana?” Mata Ash mengerjap, lalu membulat besar dan tampak berbinar. “Benarkah?” Senyumnya muncul bagai matahari fajar. “Apa Pangeran tahu cara melakukan mediasi untuk mengisi tenaga kembali?” Ya. Tentu saja Ash tahu hal itu, karena dirinyalah yang menciptakan mediasi tersebut. Mediasi untuk mengisi energi, memulihkan kondisi fisik yang lelah, dan juga mendaur ulang mana sihir sehingga bisa digunakan kembali. Namun, mungkin akan agak aneh kalau Ash bilang dia tahu tentang hal itu. Soalnya Ash cukup yakin kalau Ellio memiliki banyak informasi soal dirinya selama ini. “Tidak, Guru. Mediasi apa itu? Seperti apa?” “Mediasi ini diciptakan oleh raja pertama, Raja Exilus.” Kepala Ash seperti tertimpa oleh batu berton-ton beratnya. Apa-apaan fakta itu, Exilus?! Ash diam-diam mengepalkan tangan. Berani sekali anak muridnya itu sampai mengklaim hal yang sudah menjadi milik Ash dari awal. “Raja Exilus?” Ellio mengangguk. “Mediasi yang akan mengisi energi, meminimalisir rasa lelah, dan mendaur ulang mana.” Tidak ada yang istimewa atau pun berbeda sampai-sampai Exilus harus mengatakan kalau mediasi tadi diciptakan oleh dia. Apa metodenya yang berbeda, karena ini dilakukan oleh manusia, bukannya penyihir? “Duduklah. Terik matahari ini akan menjadi ujian tambahan untukmu yang suka menantang diri.” Ellio menekan pundak Ash, hingga membuat pangeran muda itu duduk bersila di tengah lapangan yang tanahnya seperti menguap karena terlalu panas. “Pejamkan matamu, satukan tiap ujung dari jari-jarimu. Tegapkan tubuh, busungkan d**a. Rileks … tapi tetap fokus dan atur napasmu.” Ash mengikuti semua arahan sang guru. Pada kenyataannya, tidak ada yang berbeda baik dalam nama, manfaat, sampai dengan metode mediasi yang digunakan. Dasar Exilus. Sayang sekali Ash tidak bisa memberi hukuman pada muridnya yang satu itu. “Bagus.” Ellio tersenyum tipis. “Sekarang, kau harus bisa merasakan desiran darah yang mengalir di dalam tubuh, menghitung dengan damai tiap tarikan dan hembusan napas. Seolah kau adalah bagian dari alam itu sendiri, kau perlahan akan bisa mengikat mana sihir di sekitarmu, tarik semua itu masuk ke dalam tubuh. Lalu olah menjadi energi yang juga bisa menekan rasa penat, merilekskan otot-otot hingga kau bisa bergerak lebih bebas dan terasa ringan. Apa Anda—maksudku, kau mengerti?” “Iya, Guru.” “Bagus.” Ah, satu hal lagi yang sedikit demi sedikit berubah di antara kedua orang ini—Ellio dan juga Ash. Setelah melakukan perdebatan yang panjang lebar, akhirnya guru dan murid ini mencapai kesepakatan. Yakni menghilangkan status antara pangeran dan pemimpin dari Keluarga Cons. Maksudnya, Ash hanya ingin Ellio memandangnya murni sebagai murid biasa saja—dan syarat ini akhirnya Ellio setujui jika mereka berdua sedang berada dalam kelas mengajar. Di luar itu, Ellio tidak berani menganggap Ash sebagai sosok lain, jika bukan pangeran dari kerajaan ini. Makanya sejak tadi, Ellio dan Ash menggunakan bahasa yang lebih santai. Meski kadang Ellio tetap saja canggung dan sedikit … takut. Bukan. Pria itu masih dirundungi rasa takut, ia harap raja tidak tahu akan kelancangannya ini. “Tetaplah seperti itu sampai aku merasa mana di dalam tubuhmu terisi cukup.” Ellio melangkah kembali ke pinggir lapangan. Ia tidak akan berteduh dan tidak juga duduk di kursi yang nyaman. Melainkan guru itu bersimpuh di atas tanah juga, sambil memandangi anak murid satu-satunya di sana dalam perasaan berkecamuk. “Dia jauh bertambah lebih sehat dari pada sebelumnya. Baguslah. Anak yang hebat dan luar biasa.” Ellio duduk diam sambil memerhatikan Ash. Kadang berpikir kalau anak muda di sana itu benar-benar aneh. Kalau bukan untuk balas dendam atau menjadi raja … kenapa Pangeran Ash sangat ingin bertambah kuat? Apa benar hanya karena untuk membuktikan diri saja, agar tidak diremehkan lagi? Memangnya di dunia ini … masih ada hati semurni itu? Ellio ingin meragu, tapi dia juga tidak bisa memungkiri kalau pria ini tidak menemukan niat jahat dari hati dan tatapan mata milik Ash yang terasa sangat murni. “Orang baik hati, ya? Itu sangat langka. Mungkin Pangeran adalah anak yang terlahir seribu tahun sekali. Berkah di bumi ini.” Ash sebenarnya dapat mendengar jelas apa yang gurunya gumamkan. Dan sungguh sulit untuk berkonsentrasi karena bising, terik matahari, serta kondisi fisiknya yang memang tidak memadai ini. Ash berusaha meyakinkan diri kalau Ellio sedang tidak memberikan hukuman padanya. Lima menit …. Sepuluh menit …. Dan kemudian sudah hampir satu jam berlalu. Ajaibnya setelah dua puluh menit dari awal dia melakukan mediasi, Ash tidak lagi merasakan lelah. Perlahan tapi pasti energi yang megisi tubuh Ash semakin meninggi, Ash juga mulai bisa mengumpulkan mana alam di sekitar, untuk menariknya secara perlahan memasuki tubuh dan bersatu di dalam aliran darah. Pada menit-menit yang semakin lama, Ash bahkan tidak lagi merasakan teriknya matahari yang padahal semakin menyengat. Mediasi ini ternyata memiliki versi lain dalam tingkatan tertentu, Ash ajaibnya baru akan hal tahu. Ia mendadak memuji Exilus, padahal sebelumnya sangat ingin mencaci murid jeniusnya tersebut. “Eh, apa itu semua?” Ellio tercengang. Mulutnya menganga lebar dengan tangan yang sedikit gemetar. Netranya bisa menangkap dengan jelas, bagaimana empat elemen paling terkuat saat ini tengah berkumpul menjadi satu di sekitar Ash meski dalam skala yang sangat kecil, samar bagikan benang. Ada api keungu-unguan, angin kecil yang menggulung pelan, titik-titik air yang menggumpal kecil, lalu bebatuan tanah bagai kerikil. Ellio hampir saja pingsan menyaksikan semua itu. Padahal tadi ia sempat khawatir ketika melihat tanda Kutukan Sihir di leher Ash tampak mulai menyala-nyala. “A-apa … ini harus aku lapor pada raja? B-bagaimana mungkin seseorang bisa menguasi empat elemen terkuat sekaligus? D-dia ini … apa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD