Empat Elemen Terkuat

1660 Words
“Ashleigh, sudah cukup.” Ellio berdiri menghampiri anak muridnya di sana. Lalu menepuk pundak Ash pelan, membuat si objek menghentikan mediasinya. “Apa aku membuat kesalahan, Guru?” Ellio pun tersenyum tipis lalu menggeleng. “Saya—maksudnya … aku baru saja melihat sesuatu yang luar biasa dari Anda—ah, dari kau.” Haha. Ash ingin tertawa saja karena melihat kecanggungan Ellio dalam penggunaan bahasa santai ini. Kadang, terbit niat jahil di benak Ash untuk menjahili gurunya itu. “Berdirilah.” Tangan Ellio terulur. “Mediasinya sukses? Memang sih, aku merasa lebih segar dari pada yang sebelumnya, Guru.” Ash menyambut uluran tangan Ellio. Berdiri tegak sembari melakukan perenggangan badan. “Sebentar.” Ellio tidak melepaskan tangan Ash, melainkan menarik tangan itu ke arahnya. Membuka telapak tangan Ash, memerhatikan tiap garis elok yang terukir di kulit yang nan pucat tersebut. “A-ada apa, Guru? Apa aku sakit lagi?” Sebenarnya, Ash ingin sekali memberitahukan perihal Kutukan Sihir Kuno, mengenai Schwarz yang ia temui di dimensi para roh, tentang bagaimana kutukan kuno itu tertarik pada Ash yang masih berada dalam kandungan dan membantunya, serta cerita mengenai penyakit yang ia derita sebenarnya—kemungkinan itu adalah kelainan jantung, bukan karena Kutukan Sihir. Namun, entah kenapa bahkan sampai saat ini Ash tidak bisa membicarakan hal itu. kecemasan pada ketidakpercayaan orang-orang terhadap apa yang ia ucapkan mungkin menjadi salah satu penyebab utama. “Bukan begitu. Ashleigh, apa kau tahu tentang empat elemen terkuat dan paling langka di dunia ini?” Ellio masih menatap lamat-lamat telapak tangan sang murid. Ash menjawab dengan anggukan terlebih dahulu. “Itu adalah elemen murni di bumi yang paling besar jumlahnya. Tapi dalam penggunaan sihir, hanya segelintir manusia yang bisa menggunakan keempat sihir itu.” “Bagus. Pengetahuanmu memang baik. Lalu, apa lagi yang kau pahami tentang elemen-elemen sihir? Dasarnya saja.” Glek. Ash meneguk ludahnya dengan susah payah. Apa Ellio sudah tahu kalau Ash bisa menggunakan keempat elemen itu? Tapi, bagaimana bisa? Apa mediasi yang Ash lakukan tadi menunjukkan hal lain pada Ellio tanpa Ash sadari? “P-pada dasarnya … seseorang hanya bisa menggunakan satu jenis elemen saja.” “Pernahkah ada kasus di mana manusia bisa menggunakan lebih dari satu elemen sihir?” Tekanan apa ini? Ash merinding sendiri. Atmosfer aneh seolah tengah mengintainya. Apa itu dari Ellio? Padahal gurunya ini bahkan tidak menatap mata Ash, Ellio tetap fokus memegang dan memandangi telapak tangan kanan Ash saja. “A-ada dua kasus. Hanya dua orang yang bisa. Dia adalah sang raja pertama, Raja Exilus. Lalu … Sang Penyihir Agung.” Ash tidak bisa lanjut dengan mengatakan kalau kedua orang tadi adalah satu jiwa. Karena meski dalam sejarah yang manusia tulis seperti itu, kebenaran yang Ash tahu tidaklah demikian. Geli rasanya. “Benar.” Ellio mengepalkan tangan Ash, menggenggamnya kuat. Tidak sakit, karena Ellio tahu batasannya. “Harusnya seperti itu, bukan? Harusnya hanya ada dua kasus, dan itu pun berasal dari satu jiwa yang sama.” Ash mengeryit. Ia bisa merasakan keringat dingin keluar dari pori-pori tangan sang guru yang menggenggam tangannya. Lalu pangeran muda itu pun mendongak, ia bisa lihat bahwa Ellio berusaha menahan pundak yang bergetar hebat. Nyatanya rumor yang Ash dengar kalau pemimpin keluarga besar paling penakut adslah Ellio Dominic Cons, bukan isapan jempol belaka. Kenapa gurunya itu jadi takut ketika mendengar kabar yang harusnya membuat bahagia ini? Bukankah apa yang Ash miliki merupakan pencapaian besar? Ash tidak mengerti. “G-Guru ….” “Ugh—” Wajah Ellio memucat dengan cepat. Ia tanpa sadar menepis dan mendorong Ash agar menjauh dari dirinya, lalu pria tersebut memuntahkan seluruh isi perut yang ia makan saat sarapan tadi. “Hooeekk!” Ash bergeming. Tidak berani mendekat. Hanya mengamati dari tempat ia berdiri, hingga tiba-tiba sekelebat sosok bagai bayangan melewatinya seperti kecepatan cahaya. Membuat jantung Ash semakin berdebar hebat, dan lehernya pun mulai terasa panas. Tanda Kutukan Sihir itu mulai aktif lagi, meski sekarang Ash sudah tahu apa alasan di balik itu. “Ayah!” Ternyata orang tadi adalah Ashil. Pemuda itu masih memakai jubahnya yang kemarin, dan dia menampilkan wajah ternganga dengan gerakan canggung berusaha membantu ayahnya untuk berdiri kembali. “Ashil? Apa yang—ah, kapan kau kembali? Dasar anak nakal!” Ellio malah sempat-sempatnya memukul kepala Ashil, melayangkan amarah padahal tubuh Ellio untuk berdiri saja hampir tidak sanggup. “Kau tidak seharusnya berada di sini.” “Aduh! Bisa tidak, Ayah nanti saja memarahiku? Ayo aku bantu kembali ke kamar, nanti aku panggilkan dokter untuk Ayah, ehh … apa tabib suci saja? Aku tidak tahu Ayah sakit apa.” Benar. Dalam Kerajaan Atlantesia ini, ada dua pondasi utama dalam dunia medis atau kesehatan. Istilah dokter dipakai bagi orang yang tidak bisa menggunakan sihir, tapi mampu menyembuhkan penyakit—dalam batasan tertentu. Kemudian untuk tabib suci adalah sebutan bagi orang yang bisa menyembuhkan penyakit dengan menggunakan sihir. Tentu jumlah tabib suci ini sangatlah sedikit. Karena hanya segelintir orang saja yang mampu menerima karunia itu. Tapi untuk dokter pun, tidak mudah mencapainya. Diperlukan pengetahuan, penguasaan ilmu, serta uang dan kejeniusan hingga bisa menyandang profesi mahal itu. “Ke mana saja kau selama ini—hh?” Meski terengah, Ellio masih sempat mencemaskan keseharian yang dihabiskan sang putra tanpa sepengetahuannya. “Apa lagi?” Ashil sembari membopong Ellio, menampilkan senyuman cerah yang mencurigakan. “Menurut Ayah, apa?” “Begundal yang satu ini,” geram Ellio harus tertahan karena rasa mualnya yang kembali mendadak datang lagi. “Ughh—” “Nanti lagi kalau Ayah ingin mengomel, memukul, memarahi, atau memberi hukuman padaku. Kita sebaiknya kembali dulu, oke?” Ashil sedang bersiap untuk melakukan sihir teleportasi, sebelum akhirnya mata cokelat itu bertemu tatap dengan netra merah menyala milik Ashleigh. Secara samar, Ashil bicara dengan mulutnya tanpa mengeluarkan suara pada Ash. ‘Teman, kau harus tanggung jawab. Kau sudah melukai ayahku.’ Lalu pada detik berikutnya, Ashil dan Ellio menghilang bagai ditelan bumi, setelah sepercik cahaya menyambar mereka dari bawah. Itulah sihir teleportasi yang sudah Ashil pasang sendiri, hampir pada tiap inci di kediaman Keluarga Dominic Cons ini. “Kuat,” simpul Ash sepeninggal kedua orang itu. Ia lalu menunduk, menatap kedua telapak tangannya lalu mengepal. “Apa yang membuat Ashil bisa jadi sekuat itu? Aku sekarang bisa merasakan tekanan dan kesenjangan kekuatan besar di antara kami.” Baru ingat merasa cemas dengan kondisi Ellio, Ash pun memilih untuk mengurungkan niat dari melanjutkan latihannya hari ini. Pangeran muda tersebut masih belum bisa menggunakan sihir teleportasi, jadi dia harus manual. Berjalan sendiri ke kamar Ellio. “Kenapa guru tiba-tiba sakit saat mengetahui fakta tentang kekuatan tersembunyiku?” *** “Pangeran Ash,” panggil sebuah suara tak asing, dia adalah pria tua yang bertugas sebagai kepala pelayan dari keluarga ini. Siapa lagi kalau bukan Barley? “Hm? Kenapa?” Ash sampai tidak jadi mengetuk pintu kamar Ellio karena panggil mendadak itu. ia menoleh, mendapati Barley yang kini sudah tidak lagi takut menatap matanya. Melihat ini, Ash langsung sadar kalau apa yang Ashil ocehkan padanya waktu itu merupakan kebenaran. Pasti sangat kesusahan bagi para pelayan di sini karena mereka harus menghadapi aura intimidasi serta nafsu membunuh yang tidak bisa Ash kendalikan. Para pelayan itu bahkan tidak bisa protes karena Ash adalah anggota kerajaan resmi. Namun, Ellio dan Beatrice pasti menyembunyikan fakta bahwa Ash masih belum bisa mengendalikan kekuatannya sendiri, demi harga diri Ash yang merupakan seorang pangeran kerajaan. Nama Athanius yang ia sandang bukan sekedar untuk dipamerkan semata. Ash menghela napas, merasa bersalah tapi ia juga tidak bisa meminta maaf untuk hal itu secara langsung. “Apa Anda … sudah diberitahu perihal sejarah dari keluarga ini?” Kenapa jadi tiba-tiba membahas sejarah? Ash bergeming, masih membalas tatapan mata Barley yang mulai bergetar. Lalu pangeran muda itu mulai memahami maksud dari tindakan sang kepala pelayan ini. Netra Ash melirik ke pintu sekilas. “Kalau yang kau maksud bukan sejarah dasar … sepertinya aku tidak tahu, Barley.” “S-saya ….” Barley bukan ragu, pria itu tengah berusaha untuk menguatkan dirinya. “T-tolong izinkan saya untuk menceritakan semuanya pada Yang Mulia Pangeran!” Saat mengatakannya, pria itu langsung membungkuk dalam. Demi bisa menyembunyikan wajah penuh keringat. “Hm ….” Ash melipat tangan di depan d**a, lalu menggosok dagu. Pasti Barley sudah tahu mengenai keadaan tuannya—Ellio, lalu kenapa malah mendatangi Ash, bukannya menolong Ellio? Pasti itu bukan disengaja. Ini ada hubungannya dengan keadaan Ellio barusan. Mungkin saja … ada kejadian kelam di masa lalu yang tidak tertuliskan di buku sejarah dengan baik. “Baiklah. Tunjukan jalannya. Aku akan mengikutimu.” “T-terim kasih, Yang Mulia Pangeran! Terima kasih!” Barley dengan cepat menggosok matanya yang sudah berkaca-kaca, lalu bergegas menuntun jalan. Tidak lain dan tidak bukan menuju ke Perpustakaan Besar. Tempat yang katanya memiliki semua buku terlarang dari seluruh negeri ini. Tempat di mana buku-buku dengan ilmu pengetahuan tinggi berada, bahkan lebih lengkap dari istana—jika berdasar rumor ya, begitulah. “Silahkan duduk, Pangeran.” Ash cukup terkejut karena Perpustakaan Besar ternyata dijaga oleh pintu sihir, di mana yang bisa membukanya hanya orang-orang tertentu. Lalu saat melangkah masuk, Barley menuntun Ash ke suatu ruangan dengan pencahayaan temaram, tampak sedikit berdebu seolah sudah lama tak dikunjungi, dan juga memiliki lebih sedikit deretan buku dengan sampul-sampul yang tergolong ganjil. Barley tadi dengan sigap membersihkan debu, menarik kursi, dan meminta Ash untuk duduk nyaman di sana. “Jadi, apa yang igin kau ceritakan padaku?” Ash tidak terlalu suka dengan basa-basi. Dia menyilang kaki sambil memangku dagu dengan tangan di atas meja. Mengunci pergerakan Barley dengan tatapan matanya yang tajam. Netra merah yang tak biasa dimiliki oleh manusia itu seakan memberi Ash kesan, bahwa dirinya adalah sosok iblis kejam dari neraka. Berley meneguk ludah. Ia berusaha terlihat baik-baik saja dengan napasnya yang mulai sesak. Suasana ruangan yang gelap seolah mendukung kebengisan Ash. Padahal Barley tahu sendiri kalau pangeran muda itu tidak seperti apa yang ia pikirkan. Namun, kesan penuh darah khas keluarga kerajaan tetap menghantui pikiran. Barley merasa sulit untuk mengendalikan. “J-jadi … sebenarnya telah terjadi tragde mengerikan di masa lalu ….”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD