Pangeran Ketiga Belas

1041 Words
Sudah terhitung tujuh hari sejak Ashleigh membuka matanya dan terbangun di dalam tubuh orang lain, sebagai manusia. Mana dia menjadi sosok pangeran yang terbuang begini, pula. “Hah … merepotkan saja.” Dari yang Ashleigh tahu, seribu tahun sudah berlalu sejak kematian dirinya sebagai Sang Penyihir Agung. “Bahkan ada patungku di sana.” Mata dengan netra semerah darah itu menatap lamat-lamat sebuah patung besar yang tampak begitu menyilaukan di luar sana. Bahkan bisa terlihat jelas dari jendela kamarnya saat ini. Ashleigh tidak pernah menduga kalau sosoknya malah akan dijadikan dewa seperti itu. Apalagi ini adalah dunia atas, tempat di mana manusia hidup bebas. Tersenyum hambar, Ashleigh merasa ada sesuatu yang menggelitik di dalam hatinya. Setahu dia dulu, manusia memang cukup maju dalam teknologi, akan tetapi mereka hanya tidak tahu tentang bagaimana modernnya kehidupan para penyihir di dunia bawah. Jadi, Ashleigh sebenarnya cukup terkejut ketika mendapati kamar dari tubuh barunya ini. Tidak gelap karena lampur sihir saat di malam hari. Perabotan emas dan berlian terpajang di mana-mana. Serta marmer berkualitas tinggi yang bahkan belum pernah ada di dunia bawah sebelumnya. “Dunia sudah berkembang sejauh ini,” puji Ashleigh tersenyum tipis. Lalu lamunannya langsung buyar ketika bunyi dari ketukan pintu di luar terdengar. Dirinya yang hanya dapat terbaring seharian di atas ranjang pun cukup merasa antusias. Ashleigh tahu siapa yang akan datang. Seorang pelayan disusul sosok perempuan muda dengan perawakan anggun dan sangat cantik pun memasuki ruangan. Perempuan itu adalah Meisei Batrysia. Tunangan sekaligus orang yang dengan suka rela, merawat Ashleigh saat ini. Mei melangkah mendekati ranjang mewah Ashleigh lalu memberi salam hormat. Kemudian baru menghampiri tubuh kurus Ashleigh. “Wajah Anda terlihat lebih segar pagi hari ini, Yang Mulia Pangeran,” sapanya ramah. Ashleigh sudah memerhatikan. Meski dia adalah pangeran terbuang yang diharapkan mati sebelumnya, tapi tetap saja dia adalah seorang pangeran, bukan? Walaupun para pelayan dan ksatria di sekitarnya ini cukup mengesalkan karena acak kali bertindak tak sopan padanya, untunglah dia masih memiliki seorang tunangan sebaik Mei ini. “Terima kasih, Mei. Aku memang merasa lebih sehat setiap harinya.” “Semangat Anda itu yang membuat kerajaan ini tetap bersinar terang, Pangeran.” Mei yang tadi disebutkan nama kecilnya secara akrab tampak tersenyum sampai pipinya bersemu merah. Perempuan itu pun mulai duduk bersimpuh. Meraih penuh kehati-hatian tangan kurus Ashleigh, seolah itu adalah benda pusaka yang bisa mengundang perang dunia kalau sekali tergores saja. Mei mulai memejamkan mata sambil menekan lembut titik nadi di pergelangan tangan Ashleigh. Setelah beberapa saat dalam posisi seperti itu, Mei pun tersenyum sumringah. Ia dengan hati-hati menata kembali tangan Ashleigh. “Selamat Pangeran, racun di dalam tubuh Anda itu sudah hilang sepenuhnya. Anda sudah berjuang dengan sangat luar biasa! Terima kasih sudah bertahan menjadi salah satu matahari di kerajaan ini.” Mei beringsut mundur, kemudian membungkuk dalam. Bahkan itu nyaris saja seperti bersujud. Sebenarnya Mei sedikit merasa kesal karena pelayan di samping dan juga dua ksatria penjaga pintu di belakang sana tidak mengikutinya dalam memberi selamat. Namun, Mei tidak bisa protes begitu saja mengingat posisinya. Mei sadar bahwa ia hanyalah putri asin dari kerajaan kecil yang dijadikan tawanan perang dan dibawa ke sini tanpa ada rasa hormat sama sekali. “Terima kasih juga, Mei. Aku bisa sembuh akibat kegigihanmu juga. Kesehatan raga ini aku titipkan padamu.” Mendengar hal yang sangat menggembirakan itu, Mei lekas-lekas melakukan sujud yang tentu saja membuat Ashleigh yang merupakan tunangannya itu diserang panik. Mei hanya terkekeh pelan. Ia bisa bertahan dengan posisi mengenaskan seperti ini berkat keramahan dari Ashleigh. “Jangan menundukkan kepalamu ke lantai dengan sembarang seperti itu lagi,” peringat Ashleigh tegas. Namun, ia tidak mengerti kenapa wajah Mei malah tampak semakin bahagia. “Bukankah kau adalah tunanganku yang seorang pangeran ini?” Ada binar haru dalam ekspresi lembut perempuan anggun tersebut. “Baik-baik, Pangeran. Akan saya lakukan seperti yang Anda perintahkan.” Mata biru keemasan milik Mei bertemu dengan netra merah gelap yang tajam milik Ashleigh. Jika hanya ada satu kata bagi Ashleigh untuk menggambarkan sosok tunangannya ini, maka kata ‘cantik’ saja tidak akan cukup. Dengan rambut perak yang sedikit bergelombang dan memiliki panjang sepinggang, wajah tirus yang pas, dagu dan hidung kecil yang lancip, serta kulit cokelat matang yang terlihat sangat manis. Bahkan Ashleigh berani bertaruh kalau wujud indah Mei ini bisa membuat kecantikan unik khas para penyihir wanita di masanya itu merasa malu. Mereka tidak akan berani menyombongkan rupa indah jika Mei adalah lawan adunya. Apalagi kalau beradu bentuk tubuh. Mei mempunyai lekuk seksi dan buah d**a yang— “Pangeran, apa ada yang Anda butuhkan?” Ashleigh langsung tersentak dan sadar dari lamunan ngawurnya barusan. “Ah, i-iya. Ada.” “Tolong katakan pada saya saja. Biarkan saya yang hari ini melayani Yang Mulia Pangeran,” tawar Mei sambil menangkup tangan di depan d**a besarnya yang menyembul keluar dibalik baju kerajaan khas yang berasal dari timur. “Apa tadi kau melakukan sihir?” Ashleigh dari pertama kali berjumpa berusaha menahan rasa tertariknya dengan metode sihir yang Mei lakukan. Itu tampak tidak biasa di mata Ashleigh. Karena manusia pada umumnya tidak bisa melakukan sihir. “O-Oh. Iya, semacam itu.” Mei tampak berpikir sejenak, lalu tersenyum lagi. “Benar. Anda pasti tidak tahu apa-apa tentang dunia luar karena selama ini hanya hidup terkurung di kamar.” Mei baru ingat mengenai kisah mengenaskan dari tunangannya yang malang. Akibat terlahir dengan sebuah kutukan, Ashleigh tidak pernah keluar dari kamarnya sendiri. “Apa Anda penasaran?” Mei bersimpuh duduk lagi di tepi kasur mewah Ashleigh. Dari seminggu terakhir hubungan mereka memang semakin dekat. Apalagi Mei sendiri sejak awal datang ke kerajaan ini memang sengaja dijodohkan dengan Ashleigh. Sudah lima tahun lamanya ia merawat pangeran ketiga belas itu dan baru-baru ini Ashleigh ingin mengajaknya bicara. Dulu saja pengeran itu hanya menatapnya dalam keheningan. Tidak pernah bicara sama sekali dan acap kali menjerit kesakitan. Makanya Mei merasa takjub sendiri dengan perkembangan kesehatan dan mental dari tunangannya ini. “Iya. Aku pernah membaca sekilas kalau dulunya manusia tidak bisa menggunakan sihir. Apa yang terjadi?” Ashleigh berharap kalau Mei ingin bercerita lebih banyak. Sebelumnya, Mei juga yang memberitahu tentang patung Sang Penyihir Agung yang tampak jelas dari jendela kamarnya ini. Mei juga yang membuat Ashleigh sadar kalau dunia sudah berlalu seribu tahun lamanya sejak ia melebur bersama dengan alam dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD