Sejarah yang Berubah 2

1103 Words
Demi seluruh terumbu karang yang ada di lautan, Ashleigh masih sangat terguncang mendangar cerita tidak masuk akal dari mulut Mei barusan. “C-Coba kau katakan sekali lagi,” pintanya menahan suara yang gemetaran. “Telingaku mungkin saja tadi mengalami sedikit gangguan.” Mei mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menjawab lagi. “Apa Anda bingung, Pangeran?” tebak perempuan anggun yang memiliki aura bangsawan meluap-luap tersebut. “Y-Ya?” Mana bisa mental Ashleigh menerima kenyataan ini. Lagi pula, kenapa juga dirinya yang dulu bisa dikira manusia adalah … Exilus yang merupakan murid Ashleigh sendiri? Ini sangat, sangat, sangat aneh dan tidak masuk akal. “Saya akan jelaskan,” Suara lembut Mei kembali berujar. “Jadi karena dewa menuntaskan tugasnya sebagai Penyihir Agung, Dia pun seharusnya sudah kembali ke langit, bukan?” T-terserah saja, deh. Ashleigh sudah cukup pusing dengan semua cerita simpang siur tidak jelas yang sangat sesat ini. Namun, dengan identitasnya sekarang sebagai salah seorang pangeran, mana mungkin Ashleigh bilang kalau apa yang sudah tertulis di buku dan dipercaya sebagai sejarah itu adalah kepalsuan. “Iya,” jawab Ashleigh kecil atas pertanyaan Mei sebelumnya. “Nah, tapi hal itu tidak terjadi secara sempurna. Karena Dewa sudah jatuh cinta dengan salah sorang manusia, dia adalah wanita paling cantik di negeri ini. konon katanya, kecantikan wanita itu bahkan bisa membuat para bidadari surga jadi iri.” Apa pula cerita itu? Ashleigh menatap wajah Mei yang berseri-seri. Tidak bisa menghancurkan kebahagiaan perempuan manis ini. Ashleigh hanya dapat menahan diri. “Lalu … apa yang terjadi?” Mei kembali melanjutkan, “Atas dasar cinta yang sangat besar itu, Dewa pun meninggalkan setengah dari jiwanya di bumi. Jiwa tersebut membentuk tubuh layaknya seorang manusia, tapi karena ada unsur magis, makanya jadi terlihat seperti bangsa elf. Dia adalah Yang Mulia Raja Pertama, Exilus Athanius,” sebut Mei sambil kembali menunjuk lukisan kasar di buku panduan tadi. “O-Oh … jadi begitu,” respon Ashleigh merasa canggung. Ulah siapa semua ini? Apa mungkin pelakunya adalah Exilus sendiri? Tapi, kenapa muridnya yang jenius itu malah mengarang cerita sampah seperti ini? Sampai-sampai manusia percaya bahwa Penyihir Agung adalah dewa dan … menjadi manusia. Hah! Kacau sekali. Sejarah hidup Ashleigh jadi sangat berantakan seperti ini. Menyedihkan. Harusnya saat terakhir itu, Ashleigh tidak memberi berkat pada Exilus. Berkat yang Ashleigh beri adalah umur dan ketahanan hidup di dunia manusia. Dia tidak bisa menggunakan itu sendiri. Jadi, Ashleigh memberinya pada Exilus. “Kemudian Raja Exilus pun membangun Kerajaan ini, Atlantesia. Sekarang sudah seribu tahun berlalu sejak Kerajaan Atlantesia didirikan.” Ashleigh hanya dapat bernapas pasrah sambil terus mencacat beberapa hal penting. Dia tidak boleh terlihat mengabaikan sejarah meskipun … ada beberapa poin yang tidak benar. Oke. Sekarang pertanyaan Ashleigh berikutnya adalah, bagaimana manusia bisa berkembang sampai bisa menggunakan sihir? Saat Ashleigh tengah berpikir seperti itu, Leah datang dengan mendorong troli makanan berbentuk meja sederhana dengan roda yang di atasnya hanya terdapat teko air dan dua gelas kosong saja. Ashleigh tersenyum hambar saat menoleh dan melihat pemandangan menyedihkan kehidupan dirinya sekarang. Dasar pelayan ini. Setidaknya dia bisa memberikan Ashleigh teh atau s**u untuk ukuran orang yang sakit, bukan? Kejam sekali. Kalau sembuh nanti, Ashleigh ingin melaporkan tindakan kurang ajar pelayan ini pada raja—ayahnya. Hm, tapi … apa raja itu akan peduli? Lihat saja saat ini, pria itu malah mengabaikan anaknya. Menelantarkan seorang pangeran. Dia bahkan tidak menjenguk putranya sama sekali. Padahal menurut dari kata Mei, seluruh istana tahu akan kondisi pangeran ketiga belas. “Silakan diminum,” sela Leah menyodorkan gelas pada Ashleigh setelah menuangkan air putih ke dalamnya. “Terima kas—” Kalimat Ashleigh tidak jadi rampung mana kala, ketika tangannya baru saja menyentuh ujung gelas, tapi Leah sudah lebih dahulu melepaskan pegangan. Licin. Gelas itu pun terlepas dari genggaman Ashleigh, langsung jatuh mencium lantai. Baju yang Ashleigh kenakan basah, dan beling gelas kaca di bawah langsung pecah. “Ya ampun!” Leah sok akting dengan wajah penuh ketakutan seolah dialah yang tersakiti di sini. “H-Harusnya Pangeran lebih hati-hati lagi!” jeritnya dengan suara yang menggelegar. Leah lantas berjongkok demi bisa mengumpulkan pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai samping tempat tidur Ashleigh. S-sungguh gila …. Ashleigh kehilangan kata-kata. Pelayan ini tadi sengaja, bukan? Atau … apa itu hanya perasaanya saja? Akan tetapi pelayan ini bahkan lebih peduli pada pecahan gelas tadi daripada tubuh basah majikannya. Manusia benar-benar sangat mengerikan. Tangan Ashleigh terulur pelan. “A-Anu—” “Ada ribut-ribut apa ini?” Suara asing dari sesosok lelaki gagah terdengar jelas. Dia dengan baju resmi kerajaan nan rapi dan tampak glamor melangkah mendekat. Wajah tegasnya tampak sangat dingin, tapi terlihat cukup berkarisma. Satu hal yang jelas, orang ini masih terhitung muda. Eh, tapi siapa? Yang pasti, bukan raja saat ini, bukan? Ashleigh langsung mendongak, ia juga cukup heran dan terkejut melihat respon Mei yang beringsut dari tempat tidur dan langsung membungkuk dalam pada orang yang baru masuk dengan sembarangan ke kamarnya ini. Hal yang sama juga terjadi dengan dua pengawal penjaga pintu dan juga Leah. Waduh. Apa Ashleigh masuk lagi ke dalam masalah? Bahkan meski ia hanya berbaring di atas kasur saja? Karena laki-laki yang baru saja masuk ini tentunya bukan sembarang orang. Entah dia merupakan seorang bangsawan, tamu kehormatan, orang penting di dalam pemerintahan, anggota kerajaan, atau bahkan … juga seorang pangeran. Rasanya pilihan yang terakhir tadi adalah yang paling memungkinkan. Karena laki-laki ini memiliki rambut pirang dan mata cokelat keemasan—ciri khas dari keturunan langsung keluarga kerajaan ini. Hanya saja, demi karatan di pintu besi! Ashleigh bisa berada dalam masalah lagi kalau ia ketahuan tidak mengenali orang di hadapannya ini. Haha. Ashleigh harus bagaimana sekarang? Menyapa? Memberi hormat juga? Aduh! Apa pun saja, deh. Ashleigh sendiri tidak tahan harus beradu tatap dengan mata setajam hunusan pedang tersebut. Ashleigh pun memilih untuk menundukkan kepala—karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk bangkit dari atas kasur. “Sa—” “Seperti biasa, ya. Adik,” sapa pemuda tadi dengan nada terdengar sombong sekaligus merendahkan. Membuat firasat buruk Ashleigh semakin merajalela tak karuan. “Y-Ya …?” tanyanya hanya bisa mengikuti alur kehidupan. Kemudian sekelebat ingatan dari tubuh yang Ashleigh tumpangi seolah memberi peringatan. Berupa beberapa kilasan peristiwa serta identitas dari orang di hadapannya ini. “Kak Acer,” sebut Ashleigh dengan jantung yang berdebar-debar. Dia tidak takut! Ini adalah reaksi alami dari tubuhnya sendiri. Seolah tubuh ini mengingat dengan pasti apa yang sudah dialami. “Sebentar lagi para tamu kehormatan akan mengunjungi Istana Sirius ini.” Acer mendekatkan wajah dengan seringaian ngeri. “Kau tahu ‘kan, apa yang harus kau lakukan?” tanyanya sambil menodong dagu bagian bawah Ashleigh dengan tongkat. Ternyata dia membawa benda itu tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD