Adaptasi Dunia Baru

1066 Words
Ashleigh tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat mendengar perihal patung luar biasa sebagai figuran dari dirinya di luar sana. “Apakah patung itu yang menjadi ikon dari istana ini?” Ia hanya bisa bertanya demikian, dengan wajah sedikit memerah. Mei pikir kalau itu karena Ashleigh masih sakit, tapi tidak. Ashleigh hanya berusaha menahan malu. Ia tersipu dengan perlakuan manusia yang sampai sebegini besar terhadap sosoknya di masa lalu. Mei menggeleng dengan telunjuk yang ikut bergerak senada. “Bukan hanya ikon istana. Tapi dijadikan juga sebagai ikon kerajaan. Lihat buku ini? Bahkan ada patung Sang Penyihir Agung di lambang Kerajaan Atlantesia.” Dasar manusia tidak waras. Ashleigh ingat betul kalau perang di masa lalu … bangsa mereka—para penyihir—yang ikut campur dalam perang, tidak memperlakukan manusia dengan sangat baik. Apalagi salah satu muridnya sendiri—Isidra—lah yang acap kali menyiksa manusia, meski mereka tengah berada dalam satu kubu. Melawan bangsa elf. “Apa yang sebenarnya Penyihir Agung lakukan sampai dia di … sembah begini? Dia Tuhan kalian—eh, kita, bukan?” Ashleigh merasa tidak nyaman ketika menyebut dirinya sendiri sebagai Tuhan. Mei malah mengangguk dengan wajah berseri-seri. “Saya akan jelaskan dari awal dan dasar.” Ia lalu membuka dengan pasti halaman demi halaman buku di tangan Ashleigh. Lalu berhenti di sebuah peta yang menggambarkan keadaan tanah dari dunia saat ini. “Lihat?” Mei menunjuk. “Kita saat ini berada di Benua Oizys Siritrus,” sebutnya lembut. Demi apa? Bahkan nama belakang Ashleigh dijadikan nama sebuah benua. Ini benar-benar di luar ekspetasinya. “O-Oke, lalu?” “Benua Oizys Siritrus terdiri dari tujuh wiliayah kerajaan. Dengan kerajaan di Utara, Evravast. Kerajaan di Timur, Seafild. Kerajaan di Tenggara, Blue Rose. Kerajaan di Barat Daya, Ditania. Kerajaan di Barat, Harifell. Lalu Kerajaan di Barat Laut ada Himlerond dan kita, Kerajaan Atlantesia.” Setiap kerajaan yang Mei tunjuk terdiri dari pulau-pulau yang berbeda. Dan yang Ashleigh dapati adalah fakta bahwa kerajaan tempat mereka berdua tinggali saat ini berada di tengah-tengah atau di antara seluruh kerajaan lain dengan wilayah yang paling besar. Dapat Ashleigh beri kesimpulan kalau …. “Apakah Kerajaan Atlantesia adalah yang paling besar dan berjaya?” “Benar,” jawab Mei cepat. “Padahal Kerajaan Atlantesia ini adalah kerajaan yang masih terhitung baru. Bukan dalam artian baru berdiri, tapi baru saja mengalami kemajuan dari berbagai sektor atau bidang. Termasuk di antaranya adalah perluasan wilayah. Dulu pulau ini masih terbagi dalam beberapa kerajaan. Tapi raja yang sekarang berhasil menaklukan semua wilayah menjadi satu kesatuan.” Raja yang Mei sebutkan itu … adalah ayah dari Ashleigh, bukan? Wah, mengejutkan. Ternyata meskipun raja—yang entah namanya siapa itu—menelantarkan anaknya sembarangan seperti ini, walaupun dia sosok ayah yang buruk. Untunglah dia menjadi raja yang hebat. “Aku mengerti.” Ashleigh mulai menuliskan catatan-catatan penting dalam buku kosong dengan pena yang diberikan Mei tadi. Sebenarnya, ini cukup ajaib bagi Ashleigh. Di mana ia bisa mengerti bahasa baru yang jauh berbeda dari bahasa para penyihir, bahkan para manusia dan bangsa elf di masa lalu. Entah bagaimana juga Ashleigh bisa baca tulis secara lancar dengan situasi baru ini. Mungkin saja itu bisa terjadi karena ingatan dari tubuh barunya ini? Pasti begitu. “Eh, ternyata benar, ya?” Ungkapan Mei membuat aktifitas mencatat Ashleigh berhenti. “Hm? Apanya?” “Anda memang sudah bisa membaca dan menulis,” beo perempuan dengan rambut perak yang tampak menari-nari bagai ombak di malam hari itu. Membuat Ashleigh sempat terkesima melihatnya. Apalagi dalam jarak yang dekat seperti ini. “Kau juga, Mei.” Ashleigh balas tersenyum lembut. “Oh, saya?” “Iya.” Tangan kurus Ashleigh bergerak menyisipkan helaian rambut lembut dan harum milik Mei ke telinga. “Benar-benar sangat cantik,” puji sang pangeran secara gamblang. DEG. Tampak binar merah langsung terbit di kedua pipi Mei. Perempuan dengan kulit eksotis itu hanya dapat terdiam, bagai paku yang pasrah saat palu memukulinya untuk ditancapkan pada tembok. Sedangkan Ashleigh sudah kembali fokus dengan buku panduan tadi setelah menyelesaikan catatannya di buku kosong. “Oh, jadi ini peta wilayah Kerajaan Atlantesia?” “Y-ya?” Pertanyaan dari Ashleigh barusan berhasil menarik Mei yang hampir mati tenggelam dalam euphoria yang indah, tapi terasa sangat asing dan mematikan. “I-Iya,” jawabnya mendadak diserang penyakit gagap. “Apa karena Penyihir Agung sudah menghentikan perang antara bangsa elf dan manusia di masa lalu, dia langsung dijadikan sembahan? Kalian ini lucu juga,” cicit Ashleigh kecoplosan. Bayangkan, seorang pangeran menghina dewa dari kerajaannya sendiri, di depan salah satu umat yang setia pada dewa itu. Saat tersadar—yang tentunya sudah sangat terlambat—Ashleigh hanya dapat mengigit bibir. Keringat dingin mulai mengucur dari keningnya. Mei malah hanya diam saja, sambil menatap wajah Ashleigh lamat-lamat. Membuat sang pangeran itu semakin kalut dan gugup. Pandangan Mei seolah bisa menelan dia pada detik itu juga. “A-Anu, aku minta ma—” “Apa maksudnya dengan menghentikan?” Tangan Mei bergerak untuk menyisir rambut Ashleigh yang memutih, sudah seperti dipenuhi akan uban. Hanya beberapa helai saja yang tersisa warna pirang keemasan—warna pirang keemasan adalah ciri khas murni dari darah keturunan kerajaan. Punggung Ashleigh menegang karena perbuatan Mei barusan, tapi ia bahkan tidak sanggup untuk bergerak—seperti turun sendiri dari ranjang tanpa bantuan siapa pun. “B-Bukan menghentikan perang, ya?” “Haha! Pangeran mendengar sejarah seperti itu dari mana?” Bukan mendengar. Tapi Ashleigh sendiri adalah pelaku utama dalam sejarah yang sudah tertulis ini. Sepertinya terjadi perubahan cerita? Dasar manusia, ya. Sangat licik dalam memutar balikan fakta. “J-Jadi bagaimana ceritanya?” Mei kembali duduk dalam posisi semula. Ia sempat melirik tanda kutukan berupa lingkaran sihir dengan pola aneh dan warna hitam keunguan yang terdapat di leher Ashleigh. Mata pangeran ini juga berbeda dari manusia pada umumnya. Merah gelap yang jika terkena cahaya akan tampak mengilap. “Dahulu ‘kan manusia itu hidup dengan damai, tapi secara tiba-tiba, alam melahirkan bangsa baru yang dilimpahi dengan kekuatan mana atau sihir.” Mei mulai bercerita lagi. Namun, itu sangat berbeda dari fakta yang Ashleigh ketahui. Pada kenyataannya manusia dan elf itu dilahirkan secara bersama-sama. Hebat juga manusia ini. Mereka menuliskan sejarah sesuka hati, karena bangsa elf yang sudah punah tidak bisa memberi kesaksian apa-apa lagi. “Lalu karena merasa lebih kuat dan berkuasa, bangsa elf menjajah kita, para manusia. Mereka sangat menakutkan, kuat, rakus, dan haus akan darah.” Apa-apaan deskripsi berlebihan itu? Sangat sesat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD