01.30 Night.

1603 Words
Sebuah cafe, yang tidak begitu ramai yang berada tidak jauh dari perbatasan kota itu pun merupakan cafe tempat di mana biasanya Joshua, Abigail dan juga Adelbert berkumpul dan berbincang. Cafe itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, cafe itu merupakan cafe penjual tacos yang tidak pernah sepi oleh pengunjung ketika di pagi hari,namun tidak terlalu ramai jika jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Cafe tersebut hanya dapat menampung dua puluh pembeli saja, dengan beberapa buah meja yang hanya muat untuk empat orang di setiap meja nya, dan setiap meja berjumlah lima. Cafe yang di d******i oleh warna merah itu merupakan cafe yang bersejarah untuk ketiganya, karena cafe itu adalah cafe di mana ketiganya bertemu untuk pertama kalinya.dan cafe itu merupakan cafe dari teman semasa kecil Adelbert, yang bernama Elyash. Lelaki bertubuh tambun itu sangatlah baik dan ramah, ia tidak pernah untuk tidak menyapa mereka bertiga terlebih dahulu, dan tentu hal itu pun yang membuat mereka tidak pernah bosan untuk mendatangi tempatnya di setiap minggu. “jadi, apakah kalian berdua mengetahui bahwa minggu depan kita akan melakukan kolaborasi dengan Ema dan Santino?” pertanyaan yang dilontarkan oleh Abigail saat itu membuat kedua lelaki yang mendengarnya mengerutkan dahi sejenak dan kemudian mereaksikan ketidak terimaannya dengan berbeda, “tidak lagi~” racau Adelbert seraya melempar taco yang baru saja digigit olehnya ke atas piring dengan cukup kesal, sedangkan Joshua kini menggelengkan kepalanya dan menimpali, “dari mana kau mengetahui hal itu, bigail??” tanya Joshua kepada Abigail yang kini merogoh sesuatu dari dalam tas miliknya dan mengeluarkan sebuah kertas yang berisikan susunan jadwal yang telah ditetapkan asisten nya dan juga Joshua satu bulan yang lalu, “now way! Are you kidding me?!” protes Adelbert seraya meraih kertas tersebut dan membacanya dengan teliti, sedangkan Joshua kini memilih untuk menatap Abigail yang mengedikkan kedua bahunya seraya berucap, “no, I am not! Aku juga kaget pas denger hal itu, dan aku juga tahu kalau asisten mu pasti tidak memberitahukan  hal ini, karena mereka akan berprasangka bahwa kalian berdua akan menolak tawaran itu nantinya, terutama kamu, Delbert!” cetus Abigail seraya menoleh  menatap Adelbert yang kini segera saja menganggukkan kepalanya setuju dengan apa yang diucapkan oleh Abigail terhadap dirinya, “sure! Siapa yang mau satu frame sama dua orang yang menyebalkan kaya mereka ini?! tidak akan ada, and I pretty sure, that no one who want to join in they party last years … am I right, Shua?”ungkap Adelbert seraya bertanya kepada Joshua yang kini menganggukkan kepalanya seraya berucap, “yeah, You are right … no one” sahut Joshua padanya yang kini menyeringai dan kembali menikmati taco lezat miliknya, “yeah, I know that, but … kita tetap harus datang untuk minggu depan, karena bayaran yang mereka kasih juga lumayan kok!” jelas Abigail kepada keduanya yang kini mulai berdiskusi mengenai terima dan tidaknya mereka dengan kehadiran dua orang yang menurut mereka bertiga menyebalkan itu. Cukup lama mereka bertiga berbincang, namun sepanjang mereka berbincang dengan senang, ketiganya cukup terganggu oleh lelaki yang kini duduk tepat bersampingan dengan mereka, bagaimana tidak? Lelaki dan seorang wanita itu berargumen cukup menegangkan di sana, sang lelaki bahkan selalu mengancam wanita itu untuk membunuhnya yang membuat Abigail begitu terganggu dan sesekali menoleh dengan ujung matanya untuk menatap meja yang berada di samping mereka, tidak hanya Abigail yang merasa terganggu, karena saat ini Joshua pun dengan sengaja memerhatikan keduanya agar sang lelaki merasa malu atas ucapan yang ia lontarkan di sana, namun Joshua merasa bahwa hal itu sia-sia, lelaki itu tidak menyadarinya sama sekali dan bahkan ia merasa bahwa tatapan darinya dan juga Adelbert sama sekali tidak mengganggu dirinya yang kini berbicara kepada wanita yang ada di hadapannya. “sampai kapan pun aku tidak akan menyerahkannya kepadamu!” jelas wanita itu, entah lah … apa yang mereka ucapkan di awal, Joshua hanya mendengar ancaman-ancaman yang dilontarkan dari lelaki itu tanpa mengetahui maksud keinginan sang lelaki, dan ketika sang wanita mengatakannya, Joshua sedikit paham, mungkin  lelaki itu menginginkan sesuatu dari sang wanita,   BRAKK!!!   “BERIKAN WANITA ITU KEPADAKU!!!!!!” gebrakkan sebuah meja serta bentakan yang dilakukan oleh seorang lelaki yang berada tepat di samping meja yang mereka tempati itu, membuat mereka bertiga praktis terperanjat karenanya. Seorang lelaki yang memiliki tatapan yang tajam itu memandang seorang wanita yang kini berdiri ketakutan melihatnya yang menatap dirinya dengan penuh amarah, dan hal itu membuat banyak orang mulai menaruh perhatian kepada mereka. Dan termasuk dengan Abigail, Adelbert dan Joshua yang sedari tadi sudah terganggu oleh dirinya. Suasana di sana menjadi sangat menegangkan, dan ketika sang wanita menggelengkan kepala untuk menanggapi kembali perintah lelaki itu, dengan cepat ia menarik Abigail dan menyeretnya ke dalam dekapan nya yang kuat, ia bahkan menodongkan senjata tajam tepat di kepala Abigail, dan hal itu membuat Joshua dan Adlebert menyentak lelaki tersebut, “HEI!!!” sentak Adelbert, dan Joshua membawa sebuah pisau dan menodongkan nya pada lelaki itu yang kini menoleh menatap dirinya dengan tajam, “kau! Harus ikut denganku, Ajeng … dan tunjukkan di mana dia, dan jika kamu tidak mengikuti apa yang kuperintahkan … maka wanita ini akan mati begitu saja di depanmu sekarang!” ancam lelaki itu masih mencengkram erat Abigail yang kini ketakutan karenanya, suasana memang sangat menegangkan, bahkan mereka yang ada di sana tidak bisa menghubungi pihak keamanan karena ancaman dari lelaki itu. “baiklah, baiklah … aku akan ikut denganmu, Mike. Tapi tolong … lepaskan dia” jelas Ajeng kepada lelaki yang ia sebut dengan Mike, wanita itu berjalan mendekati Mike dengan perlahan, dan kedua mata Joshua sempat menatap lengan sang wanita yang tengah mendekati lelaki itu, membuang sebuah remasan kertas tanpa diketahui oleh siapa-siapa dan termasuk dengan Mike. Pertukaran pun terjadi, Ajeng menukarkan dirinya dan membiarkan Mike Menyeretnya untuk segera pergi dari sana dan melepaskan Abigail yang kini segera dipeluk oleh Adelbert dengan erat setelah ia mengalami Shock yang cukup serius. Pihak keamanan berdatangan dan meminta keterangan kepada masing-masing saksi termasuk Elyash sang pemilik cafe yang memperlihatkan kemana mobil itu pergi melalui cctv yang ia miliki. Joshua berjalan perlahan dan memungut remasan kertas itu secara diam-diam sebelum akhirnya ia pulang bersama dengan Adelbert dan Abigail. Sepanjang perjalanan menuju apartemen,keheningan menguasai mobil yang ditumpangi oleh ketiganya, dan bahkan Adelbert yang tengah mengemudi pun merasa tidak nyaman dengan keheningan yang terjadi. Dan hal itu pun akhirnya membuatnya dengan sengaja mengaktifkan radio dan membiarkan alunan musik menguasai kesunyian di dalam mobil saat ini. Kedua pandang Joshua tidak pernah berhenti untuk sesekali menoleh dan menatap Abigail yang masih terdiam di dalam duduknya,ia mentehaui bahwa temannya yang satu itu pastilah sangat terkejut dengan peristiwa yang lalu, dan hal itu ia yakini akan berdampak buruk di kedepannya dan memberikan Abigail semacam trauma yang sulit untuk disembuhkan. Dan menyadari hal itu membuat Joshua menghela nafasnya dengan kesal dan memaki laki-laki yang mereka temui beberapa saat yang lalu, dan jika ia bisa, ia akan menghajar laki-laki itu hingga laki-laki itu merasa menyesal karena telah membuat teman wanitanya yang satu ini menjadi begini. Ketika laju mobil berhenti, kedua pandang Joshua kini menoleh ke arah luar dan menyadari bahwa ini adalah apartemen miliknya, “kita gak akan masuk ke dalam, it’s okay?” tanya Adlebert yang kini menolehkan kepala dan bahkan tubuhnya untuk bisa menatap Joshua yang saat itu duduk di seat belakang, dan pertanyaan itu membuat Joshua menganggukkan kepala dan keluar dari mobil sebelum ia berpamitan kepada Abigail yang masih terlihat Shock dan tidak menanggapinya. Ketika Joshua hendak masuk ke dalam gedung, panggilan dari Adlebert membuatnya kini menoleh dan mendapati ia berjalan dari mobil dan menghampirinya, “ya?” tanya Joshua kepadanya yang kini memberikan ponsel milik Joshua yang terjatuh di dalam mobil, “nih! Jangan jadi orang yang ceroboh! Kita gak bisa berkabar kalau kamu teledor kaya gini!” ucap Adlebert kepada Joshua yang kini menganggukkan kepala dan meraih ponselnya, “oya … kemungkinan untuk pemotretan minggu depan, aku dan Abigail gak akan itu, jadi kamu masih akan ikut pemotretan?” tanya Adlebert dna hal itu membuat Joshua menghembuskan nafasnya cukup berat dan berpikir sebelum  akhinya menjawab, “aku belum tahu, tapi yang jelas Abigail harus istirahat untuk beberapa hari ini” terang Joshua dan hal itu membuat Adelbert mengangguk mengiakan ucapannya dan balas berucap, “tentu! Setelah semua ini terjadi, dia pasti ketakutan … jadi aku akan temani dia di rumahnya dan tolong hubungi asisten kalian perihal kejadian tadi, dan minta padanya buat cancel semua jadwalnya … karena besok aku bakal anter dia ke psikologi untuk terapi” pesan Adelbert kepada Joshua yang kini mengangguk memahaminya, “ya, aku akan menghubungi Alice nanti” terang Joshua menanggapi permintaan Adelbert, dan hal itu membuat Aelbert mengangguk dan kemudian berpamit untuk pergi dari sana. … Dengan langkah yang lemas, Joshua memasuki apartemen miliknya yang terasa begitu sepi. Ya … ia tidak tinggal dengan orang tuanya, ia memutuskan untuk pergi dari rumah ketika usianya tujuh belas dan memilih untuk menjadi seorang lelaki yang mandiri, meski kedua orang tuanya tidak memiliki masalah terhadap apapun dan mendukung semua keputusan yang Joshua putuskan, dan itu termasuk pergi dan hidup seorang diri. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, dan terdiam sejenak memikirkan peristiwa menegangkan yang baru saja ia dan kedua temannya alami. Bagaimana nasib wanita itu?? sebuah pertanyaan pun muncul mengenai kabar dari wanita yang akhirnya memutuskan untuk ikut dengan lelaki gila itu. Dan ingatannya pun kembali pada secarik kertas yang sebelumnya dijatuhkan oleh wanita tersebut, dan akhirnya membuat Joshua terbangkit dari kasurnya dan kemudian merogoh saku celana untuk meraih remasan kertas yang ia pungut beberapa saat yang lalu di cafe tersebut. ‘please help my Daughter. 391 KM Poula Street (gudang petani dengan cat merah maroon)’  ...  to be continue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD