Chapter 18 : Mengatasi

1354 Words
Sekarang, setelah mendengarkan penjelasan Edward dan kesimpulan yang diberikan Keith usai mencerna semua penjelasan Edward, Vincenzo dan teman-temannya menjadi semakin waspada. Dari hanya penjelasan serta kesimpulan itu, mereka dapat paham kalau bisa saja ada banyak ‘Makhluk Buas’ yang berada di tempat ini, entah karena sengaja ingin tinggal, atau karena tidak dapat menemukan jalan keluar. Vincenzo dan teman-temannya sendiri tidak dapat menjamin kalau mereka sebenarnya sekarang sedang berjalan menuju jalan keluar, tetapi mereka juga tidak dapat melakukan apa pun berjalan dalam sebuah lorong penuh cabang yang dibuat seperti sebuah labirin oleh entah siapa ini. Kendati sebenarnya bukan sebuah hal yang mustahil untuk menebak seperti apa sebenarnya bentuk labirin ini, tetap saja, meski Edward yang melakukannya, masih tak dapat mengubah fakta bahwa mereka kekurangan informasi. Terus berjalan lurus dalam kesunyian dan waspada, mereka kembali berhenti ketika berhadapan dengan pertigaan. Itu artinya, mereka sekali lagi dipaksa untuk memilih harus pergi ke sana. Terlebih, arah yang hendak mereka tuju, harus berubah dari arah yang sebelumnya. “Menurutmu kita sebaiknya berjalan menuju ke mana?” tanya Vincenzo pada Keith yang berdiri di sebelahnya. Keith tentu tidak langsung menjawab, melainkan terus berpikir dan mencoba untuk menggali informasi, seperti yang biasa Edward lakukan. Namun, dia masih tidak dapat menyaigi Edward. Keith menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu harus ke mana. Tapi aku yakin, salah satu dari dua jalan ini pasti akan membawa kita kembali ke tempat semula, atau bahkan menuntun kita ke arah yang sebelumnya kita hindari.” Keith tidak dapat mengambil keputusan atau pun menyampaikan pendapat tentang ke mana mereka sebaiknya pergi. Vincenzo tidak memaksa Keith untuk berpendapat. Tak lama berselang, setelah keheningan yang cukup lama, mendadak Edward berkata, “Aku pikir, kita sebaiknya berjalan ke arah kiri. Entah mengapa, aku merasa akan menemukan sesuatu di sana.” Kali ini berbeda dengan sebelumnya, Edward tidak menunjukkan arah berdasarkan pikirannya yang raisonal, melainkan membiarkan hatinya untuk memilih. Mendengar itu, tentunya Vincenzo tidak mau ambil pusing, langsung bertanya pada semua temannya, “Apa ada yang keberatan dengan pendapat Edward?” Sesuai dengan apa yang Vincenzo kira, memang tidak ada yang mau mengangkat tangan untuk mengatakan pendapat berbeda. Tanpa lama-lama lagi, ia langsung melanjutkan, “Kalau begitu, kita akan pergi ke arah kiri!” Mereka pun berjalan perlahan ke arah yang sudah ditentukan. Ketika berjalan selama beberapa saat, Vincenzo menyadari kalo lorong ini berbeda dengan lorong yang mereka lewati sebelumnya. Ini seperti sesuatu yang berbeda, tetapi Vincenzo tidak tahu bagaimana caranya untuk mendeskripsikan hal ini. Di sisi lain, Edward terus mengobservasi sekitar, langsung menyadari apa yang tidak Vincenzo dan teman-temannya yang lain sadari. Dari pengamatan Edward, dia menduga kalau lorong ini dulunya dipenuhi oleh banyak jebakan, sehingga terlihat banyak dinding lorong yang terlihat retak. Tidak hanya dinding, melainkan juga langit-langit dan lantai. Serta ada cukup banyak bekas mata anak panah di pojok lorong, berkarat. “Semuanya, hati-hati!” kata Edward. “Sepertinya lorong ini dulunya penuh dengan jebakan. Aku tidak tahu apakah jebakannya masih ada atau tidak, tetapi yang jelas, kita harus meningkatkan kewaspadaan kita dua kali lipat dari sebelumnya.” Peringatan ini tentu bukan sebuah candaan, sehingga semua temannya menganggap ini hal yang serius. “Kami mengerti!” jawab Vincenzo dan yang lainnya. Mereka pun ikut mengobservasi sekitar, dan menemukan apa yang ditemukan Edward. Beberapa saat kemudian, mereka kembali menemukan sebuah percabangan, di mana pilihannya adalah berbelok ke kanan atau lurus saja. Alih-alih berbelok, Edward malah mengatakan untuk terus berjalan saja. Oleh karena percaya, Vincenzo dan yang lainnya pun mengikuti saran tersebut sembari terus melangkahkan kaki dengan waspada. Mereka terus berjalan, melewati beberapa percabangan lagi, tetapi memutuskan untuk tetap berjalan maju. Hingga tiba di perempatan, Edward kembali berkata untuk mengambil jalan ke kanan. Saran itu lagi-lagi diikuti tanpa ada keraguan sedikit pun, kendati Edward sendiri memilih jalur ini bukan karena sebuah perhitungan atau apa pun, melainkan kata hati. Selama perjalanan, mereka berkali-kali mendapatkan persimpangan, dan mereka tetap berjalan sesuai dengan arahan Edward. Mereka begitu percaya pada keputusan Edward, sehingga tidak bertanya atau apa pun. Mereka tahu pasti ada alasan di balik mengapa Edward menunjukkan jalan. Tidak lama kemudian, mereka pun berhenti ketika tiba di sebuah tempat, yang bukan sebuah lorong. Benar, mereka sekarang sudah berada di dalam sebuah ruang bawah tanah yang benar-benar ruang bawah tanah. Namun, tentunya mereka tidak mau asal masuk begitu saja, melainkan mengamati terlebih dahulu, mengingat kemungkinan terdapat bahaya tak terlihat. “Edward, apakah menurutmu ini adalah tempat di mana para penduduk di kota mati di atas sana, bersembunyi dari kawanan ‘Makhluk Buas’? Entah mengapa aku merasakan sebuah perasaan aneh di dalam ruangan ini ....” Vincenzo menjadi lebih waspada berkali-kali lipat dari sebelumnya, terlebih ketika sudah melihat sekilas terdapat banyak tengkorak di dalam sini. Edward yang tadinya berjalan di barisan paling belakang, seketika melangkah maju dan masuk terlebih dahulu ke dalam ruangan. Dia mengobservasi dengan sabar dan teliti, sebelum memberikan jawabannya. “Dari apa yang terlihat di sini,” Edward mulai menjelaskan, “Tidak dapat dipungkiri lagi kalau ini dulunya memang sebuah Shelter bawah tanah yang sengaja dibangun dengan konsep labirin. Namun, kemungkinan terjadi sesuatu yang buruk di sini sebelumnya.” “Apa maksudmu?” Carina langsung bereaksi ketika Edward mengatakan mungkin dulunya memang pernah terjadi sesuatu hal yang buruk terjadi di sini. Tentunya hal yang ada dalam kepalanya adalah, banyak ‘Makhluk Buas’ yang lolos dari jebakan dan menyerang semua penduduk. Edward pun mencoba menjawab dengan perlahan dan tenang, “Kemungkinannya ada beberapa, pertama mungkin memang ada ‘Makhluk Buas’ yang masuk ke dalam sini karena lolos dari jebakan. Kemudian, mungkin juga terjadi perselisihan internal tentang pembagian makan, tugas dan semacamnya. Lalu, yang paling aku khawatirkan adalah, adanya sikap tirani dari orang yang merasa sebagai pemimpin.” “Tirani?” Ekspresi Vincenzo seketika berubah menjadi jauh lebih serius kala mendengar Edward menyebut tentang tirani. Salah satu yang dibenci oleh Vincenzo adalah adanya sikap merasa paling tinggi dari yang lain, sehingga mengabaikan semua hak orang lain dan hanya mementingkan diri sendiri. “Ya.” Edward tidak mau menutupi apa yang ada dalam kepalanya. “Aku tidak mengerti lagi akan menyebutnya pintar, naif, atau mungkin bodoh, kalau kemungkinan ketiga itu sungguh terjadi. Aku percaya semuanya terjadi karena adanya sebuah pemicu, jadi mau bagaimana pun juga, hal itu memang seharusnya tidak ada kalau pemimpinnya bukan orang naif.” “Aku merasa ingin mendengar bagaimana pendapatmu tentang hal ini.” Keith terlihat sangat tertarik dengan topik yang dibawa oleh Edward. Edward kembali berkata, “Sepanjang jalan kemari, kita tidak melihat ada tengkorak manusia yang berada di jalur bekas jebakan. Bisa dibilang, yang terkena jebakan bukanlah manusia, meskipun tidak pasti. Tapi, sangat tinggi kemungkinan kalau yang terkena jebakan adalah ‘Makhluk Buas’ dan mereka memanfaatkan para ‘Makhluk Buas’ itu untuk bahan makanan atau hal lainnya. Selain itu, di dalam sini terdapat banyak darah manusia dan pedang atau senjata tajam yang berkarat, tetapi aku tidak menangkap adanya keberadaan ‘Makhluk Buas’ atau pun tanda-tanda dulunya tempat ini pernah dikunjungi oleh ‘Makhluk Buas’. Jika dipersempit, bisa saja pertengkaran internal adalah salah satu penyebab utamanya.” “Hm ....” Keith mencoba mengerti penjelasan Edward, tetapi masih ada pertanyaan tersisa dalam benaknya. “Menurutmu, dari sekian banyak kemungkinan, mana yang paling mungkin menjadi penyebab pertengkaran internal mereka hingga mengakibatkan hal yang buruk ini?” “Kalau kau menyuruhku membuat sebuah teori, aku punya beberapa pemikiran, tetapi ...,” Edward langsung menyahut, “kalau berasumsi bahwa tidak ada pertengkaran tentang makanan, maka yang paling mungkin adalah sikap sombong orang yang merasa berkuasa di sini. Dia mungkin lebih mengetahui tentang labirin ini, tentang semua jebakannya, dan hendak menggunakan semua itu untuk memperbudak para penduduk. Pasti sejak awal sudah ada pertentangan, tetapi mungkin dia mereda itu dengan kekerasan atau tidak meresponsnya. Singkatnya, entah karena pernah merasa dikhianati, atau karena memang terdesak sesuatu hal, dan bahkan mungkin karena rasa sombong serta merasa aman itu sendiri, dia tidak percaya siapa pun, menuduh siapa pun, memeras yang dapat dia peras. Pada akhirnya, para penduduk tidak tahan dan mengamuk, memunculkan pemimpin lain dan pemberontak. Tapi itu hanyalah sebuah kemungkinan terburuk yang tidak aku inginkan sedikit pun. Jauh lebih baik dilahap oleh ‘Makhluk Buas’ yang memang jahat, dari pada orang jahat yang bersembunyi di balik topeng.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD