Chapter 9 : Keputusan II

1304 Words
Waktu dengan cepat berlalu, tepat ketika sudah saatnya Vincenzo dan teman-temannya pergi menjalankan misi mereka, pembahasan tentang rencana selanjutnya pun sudah diakhiri. Hasilnya seperti yang dapat diduga dari para remaja yang penuh ambisi dan keinginan kuat akan tujuan hidup mereka, yakni pergi mencari harapan kecil di luar sana. “Baiklah, karena kita sudah memutuskan, tak ada lagi alasan untuk mundur,” kata Vincenzo, berdiri dari kursi. “Aku akan melaporkan pemberhentian kita dari tugas sebagai prajurit dan memutus hubungan dengan Shelter 40.” “Apa kau tak masalah hanya seorang diri?” tanya Carina, tampak khawatir. Vincenzo tersenyum tipis. “Tidak masalah, aku hanya akan berdiskusi sebentar, mungkin sedikit berdebat. Namun, tidak ada yang dapat menghentikan kita.” Sebelum Vincenzo pergi, mendadak Edward memberikan saran, “Sebaiknya kau tidak memberitahukan tujuan kita pada mereka. Aku yakin, pasti ada sesuatu yang membuat Profesor Frank menyembunyikan hal ini dari Shelter 40. Kita tak perlu ambil risiko untuk mengetahuinya.” “Baik, aku mengerti.” Vincenzo berbalik, hendak pergi sesegera mungkin menemui atasan mereka untuk mengajukan berhenti dari tugas. “Kalau begitu, aku pergi dulu.” “Jangan ragu untuk membuat sinyal kalau terjadi sesuatu atau mereka tidak memberikan kita kebebasan,” tambah Keith. “Ya!” Vincenzo segera keluar dari apartemen, menuju markas Prajurit untuk bertemu dengan pemimpin prajurit yang tak lain adalah Louch. Beberapa saat kemudian, Vincenzo tiba di markas prajurit, dan sedang meminta izin bertemu dengan Louch pada resepsionis. “Nama saya Vincenzo, seorang prajurit biasa. Bisakah saya bertemu dengan Tuan Louch untuk membahas tentang pemberhentian tugas saya sebagai seorang prajurit biasa?” tanya Vincenzo pada seorang wanita berpakaian putih di seberang meja. Belum sempat resepsionis tadi menjawab, mendadak orang yang dibicarakan datang dari dalam gedung, hendak keluar. Tentunya Louch tidak ingin memedulikan Vincenzo, tetapi Vincenzo tanpa ragu langsung menyapa, “Permisi, Tuan Louch. Nama saya Vincenzo. Ada hal yang ingin saya sampaikan kepada Tuan ....” Louch yang tampak acih tak acuh, mengira kalau Vincenzo hanya akan mengatakan hal remeh pun, berhenti dan menjawab singkat, “Katakan.” “Sebenarnya, saya dan teman-teman saya memutuskan untuk keluar dari prajurit biasa dan keluar dari Shelter 40.” Mendengar itu, Louch yang tadi tampak acuh tak acuh saja, seketika menjadi serius. “Ikut aku ke ruanganku sekarang. Aku ingin tahu apa alasan kalian keluar dari Shelter 40!” Tidak mau banyak berdebat atau apa pun, Vincenzo pun berjalan mengikuti Louch masuk ke dalam sebuah ruangan yang berukuran cukup besar. Vincenzo sendiri hanya berdiri di depan sebuah meja yang di belakangnya Louch sedang duduk dan menatap tajam Vincenzo. “Aku memang tidak dapat melarang kalian jika memutuskan untuk pergi dari Shelter 40. Tapi, aku setidaknya harus tahu alasan mengapa kalian pergi. Jika alasan kalian tidak kuat, aku tidak akan mengizinkan,” kata Louch, serius membahas tentang alasan Vincenzo dan teman-temannya. Vincenzo menjawab dengan cepat, “Kami hanya ingin pergi mengembara di luar sana, membantu mereka yang mungkin membutuhkan bantuan. Kami mengerti, selama di sini kami tidak akan bisa bebas melakukan apa pun yang kami mau, atau mencapai tujuan kami.” “Dengan kata lain, kalian menginginkan sebuah kebebasan tanpa batasan apa pun?” Louch mengambil kesimpulan dengan cepat. “Kalau memang benar begitu, artinya kalian sangat naif. Di luar sana sagat berbahaya. Walaupun bisa hidup bebas tanpa batasan, tetap saja dibatasi oleh bahaya yang ada. Apa kalian tidak memikirkan risikonya sedikit pun?” Vincenzo menggelengkan kepala. “Tuan salah. Kami tidak menginginkan kebebasan untuk diri kami sendiri, tetapi banyak orang lain di luar sana, yang mungkin tidak memiliki kebebasan sama sekali.” “Dengan kata lain, kalian ingin membatasi kebebasan kalian sendiri untuk orang lain, dan menjadi pahlawan? Atau mungkin berharap di luar sana menemukan sebuah keajaiban untuk mengatur kembali situasi menjadi lebih baik dari sekarang?” “Kami bukan pahlawan atau siapa pun. Kami hanya remaja yang ingin mewujudkan impian kami. Jadi, mau apa pun kata anda, tetap tidak akan membuat kami menyerah begitu saja.” Paham kalau dirinya sudah tak bisa menahan Vincenzo lagi, Louch mengembuskan napas panjang, berkata, “Baiklah, kalian dapat melakukan apa pun yang kalian inginkan. Tapi, jangan lupa untuk memberitahu Profesor Frank tentang keputusan ini. Tampaknya dia memiliki harapan yang tinggi pada kalian. Sebaiknya jangan kalian kecewakan hanya karena ambisi kalian semata, apa kau mengerti?” “Aku mengerti, Tuan. Terima kasih atas nasehat Tuan.” Mendadak Louch berdiri. “Tapi sebelum itu, aku ingin menguji apakah kekuatan kalian memang layak diperhitungkan atau tidak.” Dia berhenti sejenak. “Kalau kalian tidak dapat memojokkanku, aku tidak akan mengizinkan kalian untuk pergi meninggalkan Shelter.” Tidak gemetar sedikit pun, Vincenzo menjawab, “Kalau memang seperti itu prosedurnya, maka kami tidak dapat menolak. Di mana kita akan bertarung?” “Tidak perlu terburu-buru, kita bisa melakukannya besok di tempat latihan. Sampai saat itu, kalian beristirahatlah, tidak usah melakukan tugas terlebih dahulu. Malam nanti aku akan mengirim seseorang untuk mengantarkan jadwal pertarungan kita.” “Apakah Tuan Louch tidak memiliki waktu sekarang? Kami ingin segera berangkat besok pagi sekali.” “Kenapa harus begitu buru-buru?” Louch tampak menatap tajam Vincenzo. “Kalian baru saja selesai beristirahat dari tugas. Jadi kupikir kalian akan sangat kelelahan.” Dia terdiam sejenak melihat tatapan Vincenzo yang tidak gemetar sedikit pun, kemudian mengembuskan napas panjang. “Kalau kau yakin, baiklah, aku akan segera mengatur pertarungan kita.” “Kalau begitu, terima kasih.” Sebelum Vincenzo pergi, terlebih dahulu Louch bertanya. “Sebelum itu, aku ingin tahu berapa banyak jumlah kalian? Karena tabung pemindahan hanya dapat memindahkan paling banyak tiga orang saja.” “Kami ada lima orang.” “Kalau begitu, aku akan menunggu kalian di gerbang utara Shelter. Segera datang sebelum aku bosan menunggu.” “Baik!” Vincenzo menjawab dengan tegas. “Kalau begitu, permisi.” Vincenzo pun bergegas kembali ke apartemen. Sesampainya di tempat tujuan, ia tampa ragu langsung berkata, “Kita bisa pergi dari sini, tetapi harus mengalahkan Louch terlebih dahulu.” Edward sedikit heran mendengar itu. “Mengapa dia repot-repot melakukan ini? Apakah karena kita adalah orang-orang pertama yang berkeinginan pergi dari Shelter ini?” “Tampaknya bukan begitu.” Vincenzo menggelengkan kepala. “Aku yakin dia merasa bahwa Profesor Frank berharap banyak pada kita, dan ingin tahu seberapa kuat kita. Makanya dia bilang, kalau kita tak bisa memojokkan dia, maka kita tidak akan bisa keluar dari sini.” “Kalau begitu, apa lagi yang perlu kita tunggu?!” Angel langsung bersemangat dan berdiri dari kursinya. Gadis itu benar-benar tampak tak sabar untuk segera pergi dari sini. “Ya. Kita harus cepat sebelum dia berubah pikiran!” Vincenzo menegaskan. Mereka pun pergi ke tempat pertemuan mereka, di gerbang utara Shelter 40 ini. Di sini tidak berbeda dengan tempat lain dari Shelter, hanya ada padang pasir tandus. Tak jauh di luar Shelter, terlihat Louch sedang menatap padang gurun luas sembari memasukkan kedua tangan dalam saku celana. Dia sudah menyadari kehadiran Vincenzo dan yang lainnya. Di samping itu, sebelumnya dia sudah menyuruh para penjaga untuk menjauh dari sini, sehingga tidak akan mengganggu jalannya pertarungan. “Akhirnya kalian sampai,’ kata Louch, tampa berbalik ke belakang. “Kami sudah siap untuk bertarung,” jawab Vincenzo, langsung mengepalkan tangan kanannya, lalu keluarlah butiran cahaya yang menjadi sebuah pedang besar. Tidak hanya Vincenzo yang bersiap, Carina dan Edward juga sudah mengluarkan senapan besar mereka. Begitu pula Keith dan Angel yang sudah menyiapkan lingkaran sihir di masing-masing telapak tangan mereka. Sejenak, Louch tersenyum tipis, kemudian menghentakkan kaki kanannya, membuat beberapa pilar tanah keluar dan menyerang Vincenzo serta teman-temannya dari segala arah. Tentu mereka sigap menahan semua serangan itu. Bahkan tidak cukup hanya sampai di sana saja, Vincenzo bahkan langsung menyerang Louch dari belakang. Louch pun segera berbalik, kemudian menghentakkan kakinya sekali lagi, membuat dinding tanah besar dan tinggi membentang di antara dia dan Vincenzo. Vincenzo terpaksa berhenti, tetapi dari belakangnya, Carina segera menarik pelatuk senapannya, menghancurkan dinding pembatas itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD