Chapter 10 : Louch

1292 Words
Di tengah teriknya matahari siang ini, Vincenzo dan teman-temannya sedang bertarung habis-habisan dengan Louch, lawan mereka. Louch sendiri menciptakan beberapa golem raksasa untuk memecah lawannya, sehingga sekarang tersisa Vincenzo dan Edward saja yang berhadapan dengannya. Kondisi ini sengaja dia ciptakan untuk melihat seberapa jauh kedua orang ini dapat bertarung dengannya. Vincenzo dan Edward tentunya menjaga jarak terlebih dahulu, sementara Louch mengamati mereka dengan tenang dan sabar. Dia sengaja tidak menyerang terlebih dahulu seperti sebelumnya, sebab ingin melihat bagaimana reaksi Vincenzo dan Edward dalam keadaan seperti ini. “Dia memancing kita untuk menyerang terlebih dahulu,” bisik Edward, mengerti dengan sangat jelas tujuan lawannya. “Lalu, apa yang akan kita lakukan?” tanya Vincenzo, tidak yakin apakah harus menyerang atau menunggu saja. “Menyerang sekuat tenaga!” Edward seketika meluncurkan begitu banyak tembakan ke arah Louch. Tembakannya ini tentu saja jauh lebih kuat daripada tembakan yang digunakan Carina untuk menghancurkan dinding tanag Louch. Louch tentunya langsung membuat beberapa lapisan dinding tanah yang tebal, tetapi Vincenzo dengan segera bereaksi, melompat ke atas dinding, mengaktifkan sepatu berpendorongnya, melesat cepat ke arah Louch. Namun, Louch masih sangat tenang, lalu menghentakkan kakinya sekali lagi. “Menyerang dari depan bukan sebuah pilihan yang bagus!” Sesaat setelah Louch berkata demikian, begitu banyak pilar tanah berujung runcing, melesat menyerang Vincenzo dari depan. Tentunya Vincenzo tidak hanya diam, langsung menghancurkan semua pilar tanah itu dengan tebasan pedang besarnya yang sangat kuat. Ketika Louch sedang sibuk berhadapan langsung dengan Vincenzo, Edward segera bergerak memutar, lalu berada tak jauh di belakang Louch. Dia pun segera membidik, dan mendadak saja, bantuan tak terduga juga ikut datang. Dua lapis lingkaran sihir pun muncul di tempat Louch berpijak, membuat Louch sulit bergerak. Tidak hanya itu, ketika Edward menembak Louch dari belakang, ternyata Carina juga sudah meluncurkan satu tembakan ke arah kanan Louch. Mengetahui bantuan teman-temannya, segera Vincenzo melesat cepat ke belakang, kembali melompat ke atas dinding tanah. Namun, mendadak saja sebuah kotak tanah muncul, melindungi Louch dari serangan mendadak yang sangat kuat. Sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk, Vincenzo segera mengangkat pedangnya ke atas, kemudian mengalirkan kekuatan dari mutiara ‘Makhluk Buas’ di lengan kanannya ke pedangnya, membuat pedang besarnya itu mengeluarkan cahaya berwarna jingga. “Hia!!!” Sekuat tenaga Vincenzo menahan rasa sakit akibat dari mengalirkan kekuatan mutiara yang biasanya hanya untuk menggerakkan tangan dan menyimpan senjata, menjadi kekuatan untuk menyerang. Ini adalah pertama kali baginya, sehingga wajar kalau teman-temannya menatapnya dengan khawatir akan apa yang terjadi selanjutnya pada Vincenzo. “Vincenzo ...,” gumam Carina, tidak tahu harus berkata apa. “Bocah nekad itu memang selalu bertindak sembarangan ....” Edward sudah kembali bersiap menembak kotak tanah yang melindungi Louch. “Tapi terserah dia sajalah.” Keith dan Angel segera mendekat pada Edward, diikuti oleh Carina yang kini telah siap dengan senapan besar di tangannya. Sementara itu, Louch merasakan ada suatu bahaya di luar sana. Dia pun kembali menghentakkan kaki, hingga muncul di hadapan Vincenzo, sebuah golem raksasa yang jauh lebih besar dari golem-golem sebelumnya. Louch sendiri paham kalau dia tidak terlalu ahli dalam bertarung, dan keahliannya mengatur strategi juga tak bisa digunakan di saat seperti ini, jadi hanya bisa mengerahkan seluruh kekuatan untuk bertahan. “Ternyata aku sendiri tidak dapat menahan mereka,” kata Louch. “Tapi sudahlah, yang penting aku telah membuat mereka mengeluarkan seluruh kekuatan mereka. Kedepannya, aku sudah tak peduli lagi dengan masa depan kalian seperti apa.” Di sisi lain, Vincenzo sudah selesai mengalirkan kekuatan di pedangnya, lalu menebaskan pedangnya itu secara vertikal ke arah golem raksasa, membuat golem itu terbelah menjadi dua karena serangan energi berwarna jingga yang membentuk setengah lingkaran. Serangan itu tidak hanya membelah golem, melainkan juga kotak tanah yang melindungi Louch. Beruntungnya, Louch sigap bertindak dan segera keluar dari kotak di saat yang tepat, sehingga tidak ada yang menyadari kalau sekarang dia tidak berada dalam kotak. Vincenzo sendiri langsung jatuh berlutut di atas dinding, kehabisan energi dan napasnya tersengal-sengal. Sontak saja setelah melihat itu, Carina melesat dengan sepatu berpendorongnya, ke arah Vincenzo. “Vincenzo ....” Carina tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Namun, Vincenzo langsung melambaikan tangan kirinya, menjawab, “Aku tak apa, Carina.” Meski tangan kanannya kini tak bisa digerakkan, dan pedangnya sudah berubah menjadi cahaya lagi dan masuk ke dalam lengan kanannya, Vincenzo masih berusaha berdiri dan mengamati sekitar. “Jangan memaksakan dirimu, Vincenzo,” kata Carina, begitu menghawatirkan pemuda di dekatnya itu. Mendadak saja sebuah pilar tanah tinggi, mencuat dari tanah. Di atas pilar itu berdiri Louch yang juga sudah kehabisan kekuatan, mencari celah keluar dari jangkauan serangan Vincenzo. Tentunya teman-teman Vincenzo segera bersiap kala melihat dia muncul, tetapi pria itu berkata, “Tidak perlu bertarung lagi. Kalian menang dan aku kalah.” Edward dan yang lainnya pun segera melesat dan berdiri di sebelah Vincenzo dan Carina. Tentunya mereka masih waspada, tidak percaya begitu saja dengan ucapan Louch. Louch pun mengembuskan napas panjang, lanjut berkata, “Aku tidak sedang menguji kalian. Kalian memang sudah menang karena berhasil mengalahkanku. Jadi, sesuai dengan apa yang aku janjikan, kalian bisa pergi kapan pun. Urusan kalian berhenti dari tugas, serahkan saja padaku.” “Sungguh hanya seperti ini?” Edward masih ragu. “Ya, seperti ini saja. Sejak awal aku memang tidak mengharapkan pertarungan hidup dan mati di antara kita.” Louch masih tetap tenang. “Aku hanya ingin tahu, seberapa kuat kalian sebenarnya. Dan aku sudah melihatnya langsung, di samping kalian memang sudah mengalahkanku. Jadi, begitulah. Aku akan pergi sekarang.” Sebelum pergi, Louch melemparkan lima buah mutiara dari inti ‘Makhluk Buas’ pada mereka. “Anggap saja sebagai hadiah.” Louch pun kembali ke Shelter, sementara Vincenzo langsung membaringkan dirinya di atas dinding. “Tidak sia-sia pertarungan tadi. Dia sudah mendesakku hingga mencapai batas.” Edward pun mengembalikan senapannya ke dalam lengan kanan seperti semula, menyahut, “Kau memang manusia yang paling sulit ditebak, Vincenzo. Tapi baguslah kau masih belum mati. Hahaha.” “Kau benar-benar membuat kami khawatir,” tambah Carina. Mereka kemudian memberikan dua dari lima mutiara tadi pada Vincenzo, dan memasangkannya ke lengan pemuda itu. Setelahnya, mereka beristirahat sejenak, kemudian kembali ke apartemen dengan gembira. *** Di tempat lain, Profesor Frank masuk ke dalam sebuah ruangan di markas prajurit. Ruangan itu tidak lain adalah ruangan Louch, dan sesuai dengan apa yang pria ini duga, sudah ada Louch di sini, duduk dan menantinya. “Ada apakah gerangan tuan mencari saya?” kata Profesor Frank, berhati-hati dalam mengambil pilihan kata yang hendak digunakannya. “Aku tidak perlu pembicaraan yang formal,” jawab Louch. “Aku sudah tahu, kau pasti ada hubungannya dengan keinginan anak-anak itu untuk pergi dari Shelter 40 ini, kan?” “Saya tidak tahu apa yang sedang tuan bicarakan ini.” Profesor Frank mencoba mengelak dengan berpura-pura tidak mengerti akan situasi. “Kalau tuan tidak keberatan, bisakah tuan menjelaskannya pada saya?” Tatapan mata Louch begitu tajam, sangat mengintimidasi. “Aku sudah tahu semuanya, kau pasti ada di balik semua ini. Jadi, kau sudah tak dapat mengelak lagi, Profesor Frank.” Louch tetap tenang, sementara Profesor Frank masih terus diam dan tersenyum canggung. “Tenang saja, aku hanya ingin memastikan. Aku tidak akan menanyakan apa yang sedang kau teliti.” “Sungguh maaf, Tuan. Saya tidak dapat mengatakan apa pun pada tuan sekarang ....” “Ya, aku mengerti.” Dia diam sejenak. “Dengan begini, jelas sudah kalau kau memang ada di balik tindakan mereka.” “Maaf, Tuan ....” “Tak perlu meminta maaf. Mereka adalah pemuda-pemuda yang kuat dan bertalenta. Hanya saja, akan sangat disayangkan bila mereka mati di luar sana karena kenaifan mereka.” Meskipun awalnya Profesor Frank hanya ingin mengikuti alur percakapan, kali ini ia malah menjawab, “Tuan tenang saja, mereka tidak akan mati dengan mudah. Saya sangat tahu bagaimana kekuatan mereka, dan memprediksi apakah mereka dapat berkembang atau tidak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD