Chapter 35 : Penghinaan

1280 Words
Beberapa saat setelah Edward memukul perutnya, membuat ia jatuh dan tak sadarkan diri, Vincenzo kembali sadar dan memaksakan dirinya untuk bangkit berdiri. Namun, sekujur tubuhnya sudah tak bisa digerakkan lagi, sementara matanya menatap ke atas, ke arah di mana Edward bertarung dengan sengit melawan Ulrich yang begitu banyak. Menggunakan segenap tenaga dan energi yang tersisa, Vincenzo menggenggam erat pedang di tangan kanannya, tetapi ia masih tidak sanggup bergerak selangkah pun. Kendati hatinya bergejolak untuk membantu Edward apa pun yang terjadi, tetap saja tubuhnya lebih jujur dari pada Vincenzo. Ia sudah mencapai batas, jadi tidak dapat melakukan apa pun selain diam. Mata Vincenzo seketika terbelalak lebar melihat Edward diserang secara bersamaan oleh kawanan Ulrich, kemudian para Ulrich itu meledak dengan Edward yang mereka serang. Air mata pun sudah tak terbendung lagi dari mata Vincenzo, mengalir deras membasuh pipi Vincenzo yang kering. Ia ingin berteriak, tetapi suaranya seperti tersangkut di tenggorokan, sehingga ia hanya dapat menangis sambil terdiam. Vincenzo sungguh tidak memedulikan apa pun lagi, termasuk efek ledakan yang membuat tanah terguncang dan hampir merobohkan keseimbangan tubuhnya. Melihat Edward tewas tanpa dapat melakukan apa pun, membuat Vincenzo merasa seperti orang yang benar-benar tidak berguna. Walau demikian, semua sudah terjadi dan tidak bisa diulang lagi. Setelah efek ledakan berakhir, Vincenzo melepaskan pedang besar yang ia genggam, jatuh berlutut dengan kepala yang tertunduk. Pikiran dan hatinya terasa kosong, membuat ia tidak memiliki niat untuk melakukan apa pun, dan kehilangan keinginan untuk melanjutkan pencariannya, seolah dunia memang sudah berakhir dan tidak bisa diperjuangkan lagi. Ketika itu, teman-teman Vincenzo pun datang. Carina, Keith dan Angel mendekat pada Vincenzo, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa. Keith dan Angel lantas memalingkan pandangan ke arah lain, tidak sanggup melihat Vincenzo, apa lagi bila harus menatap mata Vincenzo secara langsung. Mereka berdua merasa tidak pantas, bahkan untuk menjadi teman Vincenzo lagi. Berbeda dari Keith dan Angel, Carina yang sudah mengenal Vincenzo dari kecil, lantas memeluk pemuda itu dari belakang. Gadis itu memang tidak mengatakan apa pun, tetapi pelukannya membuat Vincenzo merasakan kehangatan menyelimuti hatinya yang kosong. Namun hal itu juga membuat Vincenzo tak sanggup lagi menahan dirinya untuk menangis sambil berteriak kencang, memenuhi kesunyian dengan kesedihan. Perlahan, Carina pun berbisik di telinga Vincenzo, “Semuanya akan baik-baik saja, aku akan tetap ada bersamamu. Tidak peduli siapa pun juga tidak akan memisahkanku darimu, Vincenzo ....” Vincenzo pun tersentak mendengar itu, kemudian menggenggam tangan kanan Carina dengan kedua tangannya. Pemuda ini ingat benar kalau kalimat itu dulunya pernah diucapkan oleh Carina kepadanya, tepatnya ketika Vincenzo terlarut dalam kesedihan seperti ini juga. “Carina ...,” ucap Vincenzo, pelan, lalu mengusap air matanya. “Menangisi orang yang sudah menetapkan pilihannya merupakan sebuah penghinaan, kan?” Entah bagaimana, kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Vincenzo. Carina malah menggelengkan kepala, menjawab, “Jangan memaksakan diri untuk menahan semuanya, Vincenzo. Kau bisa lebih jujur pada dirimu sendiri, dan orang lain tidak akan memprotes itu. Kalau mereka memprotes, aku akan menghajar mereka dengan kedua tanganku sendiri, karena sampai kapan pun, aku akan tetap bersama denganmu.” Dengan kalimat itu, Carina membuat Vincenzo kembali meneteskan air mata. Masih menggenggam erat tangan kanan Carina, Vincenzo berkata, “Setidaknya, cukup kau saja, Carina, berjanjilah untuk terus bersamaku, tidak akan pernah meninggalkanku ....” Vincenzo mengerti kalau hal ini kemungkinan tidak akan bisa terjadi selamanya, sebab manusia pada akhirnya pasti akan mati, tetapi setidaknya, ia ingin menguatkan hatinya. Carina pun kian mempererat pelukannya. “Aku akan terus berada di sisimu, sampai kapan pun. Tidak ada yang bisa memisahkan kita.” Apa yang Carina katakan memang tampak seperti sebuah bualan tak berarti, tetapi Carina sudah bertekad, meskipun dirinya tewas, rohnya akan tetap bersama dengan Vincenzo, sampai kapan pun itu. Mendengar itu, Vincenzo lantas tersentak. Ia merasakan ada tangan lain yang memegang bahunya, tetapi ia tahu kalau sekarang hanya Carina yang memeluknya, tidak ada lagi yang memegang bahunya. Kemudian pemuda itu kembali tertunduk, sedih tetapi juga merasa semangatnya sudah kembali lagi. Vincenzo kini sadar, kalau yang menyentuh pundaknya adalah sisa dari tekad Edward yang begitu kuat. “Meski sekarang aku sudah tak melihatmu lagi, kau masih saja kau ya, Edward ...,” gumam Vincenzo, terdengar oleh Carina, tetapi Carina tidak mau berkomentar apa pun, meskipun dia tidak merasakan yang Vincenzo rasakan. Vincenzo pun perlahan melepaskan tangan Carina, melepaskan pelukan Carina dan berdiri, kemudian berkata, “Aku akan menepati janjiku, Edward ....” Melihat Vincenzo sudah tidak seterpuruk seperti sebelumnya, Carina merasa senang, tetapi tidak dapat menunjukkan ekspresi senangnya di sini. Namun, di sebelah gadis itu, Keith dan Angel yang memalingkan pandangan ke arah lain, masih tidak sanggup untuk melihat Vincenzo, berkata bersamaan, “Vincenzo, maafkan kami karena tidak dapat menghentikan Edward.” Mereka berdua merasa menyesal dan merasa bersalah pada saat yang bersamaan, tetapi apa yang bisa mereka lakukan sekarang hanya meminta maaf. Setidaknya, dengan begitu mereka bisa merasa sedikit tenang. Vincenzo malah menggelengkan kepala beberapa kali. Tampak masih tidak rela ditinggalkan Edward untuk selamanya, tetapi ia harus menerima kenyataan. Untuk membuat teman-temannya tidak ikut terpuruk, Vincenzo tak mau menyalahkan siapa pun, menjawab, “Edward sudah membuat dan melakukan apa yang ia putuskan. Bukan salah siapa pun kalau akhirnya memang seperti ini.” Vincenzo kemudian berbalik, melirik Keith dan Angel yang masih belum menghadap ke arahnya. “Edward tidak ingin kalian seperti ini ....” Sontak saja Keith dan Angel berbalik, kemudian mata mereka terbelalak melihat sebagian wajah Vincenzo berubah menjadi merah, dan baru menyadari kalau rambut Vincenzo sudah berubah menjadi putih. Mereka tentu mempunyai banyak pertanyaan dalam benak mereka, tetapi mereka tahu kalau sekarang bukan saat yang tepat untuk menanyakannya. Vincenzo mengerti apa yang sekarang dipikirkan oleh Keith dan Angel, sebab Vincenzo sediri sudah menyadari perubahan pada dirinya, dan melirik kaki kanannya yang berubah menjadi merah, tetapi kaki kirinya masih tetap sama. Meski ingin menjawab, Vincenzo ternyata sudah tak sanggup lagi berdiri, seketika terjatuh dan tak sadarkan diri lagi. Tanpa pikir panjang, Keith langsung menangkap pemuda itu. “Vincenzo?!” Di sisi lain, Carina menggelengkan kepala beberapa kali, kemudian mengambil pedang besar Vincenzo. “Vincenzo baik-baik saja, hanya terlalu kelelahan. Ayo kita bawa dia ke salah satu rumah penduduk, biarkan dia beristirahat dengan tenang sampai tenaganya benar-benar pulih seperti semula ....” Kendati Carina terlihat begitu tenang dalam situasi ini, sebenarnya perasaannya sedang campur aduk. Ia tidak dapat memastikan apakah ia akan baik-baik saja, tetapi ia berusaha untuk menutupi fakta bahwa ia juga sangat bersedih kehilangan Edward, ditambah kondisi Vincenzo sekarang tidak begitu meyakinkan atau bisa dibilang, tidak pasti. Angel menyadari bagaimana perasaan Carina, tetapi tetap diam dan ikut berjalan di belakang Keith yang sedang membawa Vincenzo ke arah sebuah rumah warga yang acak. Tidak lama setelah itu, dia melihat ada banyak warga yang keluar dari tempat evakuasi, dan ingin segera menyambut mereka. Tahu kalau keadaan sedang tidak mendukung, Angel langsung bergerak terlebih dahulu, menjelaskan keadaan pada para penduduk, membuat para penduduk itu ikut bersedih dan mengurungkan niat mereka. Carina sendiri melirik semua penduduk itu sejenak, dengan tatapan datar yang kosong, terlihat tidak memiliki makna sedikit pun. Ia juga tidak terlalu peduli dengan apa yang dilakukan oleh Angel. Ia lantas kembali teringat saat ia melihat Edward meledak bersama dengan para Ulrich. Pada saat itu, apa yang ada dalam pikiran Carina adalah bagaimana perasaan Vincenzo sekarang, dan langsung berlari mendekat ke arah Vincenzo. Sesuai dengan apa yang ia duga, Vincenzo memang terlarut dalam kesedihan. Akan tetapi, Carina tahu kalau ia tidak boleh ikut memperlihatkan dirinya sedang bersedih, lalu memeluk Vincenzo dari belakang, bukan hanya untuk menenangkan Vincenzo, tetapi juga untuk menenangkan dirinya sendiri. Lalu, semuanya berakhir seperti ini, Vincenzo yang tak sadarkan diri dibawa oleh Keith ke dalam sebuah rumah warga, sedangkan Vincenzo lantas berhenti di depan pintu rumah tersebut. Namun, Angel segera menepuk pundak gadis itu, membuat ia tersentak sejenak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD