Chapter 34 : Ambisi II

1317 Words
Edward dengan tenang mendarat, tetapi kepalanya masih tengadah, menatap semua lawan yang harus ia kalahkan. Mengabaikan semua rasa sakit yang ia terima, Edward langsung mengarahkan senapanya ke atas, lalu menarik pelatuk senapan itu sebanyak dua kali, tetapi sama seperti sebelumnya, hanya satu Ulrich yang bisa ia hancurkan. “Cih!” Edward pun kembali melompat ketika Ulrich yang tersisa menyerangnya dari segala arah. Edward langsung berputar, menarik pelatuk senapannya lima kali, tetapi hanya ada tiga yang meledak karena hal itu. Dua Ulrich yang tersisa pun langsung mempercepat gerakan mereka, hendak menyengat Edward dengan sengat di ekor mereka. Beruntungnya Edward bergerak lebih cepat, langsung mendarat dan menyerang dua Ulrich itu dengan dua tembakan. Sesaat setelah itu, Edward langsung jatuh berlutut di tanah, kepalanya tertunduk, darah segar keluar dari mulutnya, napasnya menjadi tidak beraturan. Namun, dua serangannya tadi berhasil mengalahkan dua Ulrich yang tersisa, sehingga ia merasa pengorbanannya memang sepadan, tetapi masih belum cukup. “Edward!” Keith, Carina dan Angel bergegas mendekat ke arah Edward, tetapi Edward tak mau membuang banyak waktu, langsung berdiri, menutup mata sejenak, lalu membuka mata kembali. Setidaknya, sekarang tarikan napasnya bisa lebih stabil dari sebelumnya. Sebelum teman-temannya mengatakan sesuatu, Edward sudah lebih dulu berkata, “Sudah terlambat kalau kalian ingin menghentikanku.” Ia berhenti sejenak. “Setelah kekuatan ini meluap, hanya menunggu waktu sampai tubuhku tidak bisa menampungnya lagi. Jadi, untuk terakhir kalinya, jangan menghalangi jalanku! Aku serahkan para penduduk pada kalian! Aku akan membantu Vincenzo, jangan ada yang berani membantah!” “Tapi, Edward ....” Carina masih belum rela untuk melepas. “Carina ...,” kata Edward. “Aku sudah memutuskan, jadi untuk kali ini saja, aku ingin mengurus sisanya sendiri. Mungkin Vincenzo akan sangat marah kalau mengetahui hal ini, untuk itu, aku memohon pada kalian, mohon sampaikan permintaan maafku padanya setelah semua ini berakhir. Tolong ..., Carina, Keith, Angel, tolong biarkan aku terbang ....” Mendengar itu, ketiga teman Edward itu tak kuasa lagi menahan air mata yang ingin mengucur membasuh pipi mereka masing-masing. Mengerti kalau Edward sudah memutuskan jalannya, mereka bertiga pun tidak lagi dapat memaksa untuk membantu atau menghentikan, sehingga dengan terpaksa harus membiarkan Edward meneyelesaikan semuanya. Tanpa mengatakan apa pun, Carina, Keith dan Angel pun mulai menjauh dari Edward, menuju gedung tempat di mana para penduduk mengevakuasi diri mereka. Tentunya ini sebuah keputusan berat bagi mereka bertiga, tetapi mereka juga harus menghargai keputusan yang diambil oleh Edward, jadi mereka harus pergi dan melakukan instruksi terakhir Edward pada mereka. Karena teman-temannya sudah pergi, Edward pun tersenyum tipis, tetapi bukan sebuah senyum bahagia, melainkan sebuah senyum yang sangat sulit untuk diperlihatkan. Ia sebenarnya masih ingin bersama lebih lama lagi dengan teman-temannya, tetapi ia yang sekarang yang tak lain hanyalah seorang pemuda yang gagal menjadi God Crusher, tidak memiliki pilihan lain. Ia pun perlahan mendekat ke arah Vincenzo yang berteriak kencang menyatakan tekadnya. Edward tahu kalau sekarang tubuh Vincenzo sudah setengah menjadi merah dan rambutnya sudah memutih, menandakan kalau Vincenzo juga memaksakan dirinya. Akan tetapi, Edward sadar kalau yang Vincenzo lakukan berbeda dari yang ia lakukan, sehingga efek yang ditimbulkan juga berbeda. Hal ini membuat Edward dapat bernapas lega. “Dia ternyata berhasil menembus batasnya sendiri,” gumam Edward. Apa yang dimaksud oleh Edward adalah bahwa Vincenzo sanggup membuat dirinya lebih kuat, bukan karena bantuan dari pihak ketiga seperti yang dilakukan oleh Edward. Dengan mengetahu fakta tersebut, artinya Vincenzo memang akan merasakan rasa sakit yang luar biasa setelah kembali menjadi semula, tetapi tidak akan membuatnya cacat atau tewas. “Kau sungguh bersemangat seperti biasanya, Vincenzo,” ucap Edward yang perlahan berdiri di sebelah kanan Vincenzo, menatap ke atas, di mana banyak Ulrich kembali datang, membuat situasi menjadi lebih menegangkan. *** Sesaat sebelum Edward menyapanya, Vincenzo menggenggam erat pedang besarnya, menatap ke atas. Ia memang tidak yakin apakah dapat mengatasi semua Ulrich yang baru datang, setelah dibuat lelah oleh kawanan Ulrich sebelumnya. “Kau sungguh bersemangat seperti biasanya, Vincenzo,” ucap Edward, membuat Vincenzo memalingkan pandangan ke sebelah kanan. Mata Vincenzo seketika terbelalak kala melihat kalau wajah dan tangan kiri Edward sudah berubah warna menjadi merah darah. Tidak hanya itu, Vincenzo juga terkejut kala melihat kalau warna rambut Edward berubah menjadi putih, berbeda dari yang biasanya ia lihat. “Edward ....” Vincenzo memiliki banyak pertanyaan dalam kepalanya sekarang, tetapi tidak tahu bagaimana harus memulai menanyakannya. Edward pun menjawab, “Jangan menatapku seperti itu. Keadaanmu sendiri bahkan hampir mirip denganku, Vincenzo.” Edward masih dapat bersikap tenang, kemudian mengarahkkan senapannya ke atas, tepat ke salah satu Ulrich yang dengan cepat melesat ke arah mereka. Edward menarik pelatuk senapannya, menembak Ulrich yang mendekat itu, dan dalam sekejap Ulrich itu meledak kala terkena serangan Edward. Berbeda dari teman-temannya yang lain, Vincenzo tidak terkejut sedikit pun kala melihat kalau Edward ternyata dapat menghancurkan salah satu Ulrich hanya dengan satu tembakan saja. Edward yang sadar kalau Vincenzo sedikit pun tidak terkejut dengan serangannya tadi, lantas kembali berkata, “Vincenzo, serahkan sisanya padaku. Maaf, tapi aku tidak akan menjelaskan apa pun padamu sekarang, karena tidak punya banyak waktu. Yang jelas, kau sudah melewati batasmu, dan aku minta tolong padamu untuk menjaga mereka semua mulai dari sekarang.” “Apa maksudmu?!” jawab Vincenzo, menaikkan nada bicaranya. Vincenzo sebenarnya dapat langsung mengerti apa yang sebenarnya dimaksud oleh Edward, kendati ia tidak mengerti mengapa keadaan Edward bisa menjadi seperti sekarang. Namun satu hal yang jelas, Vincenzo yakin ada efek samping yang harus ditanggung oleh Edward. “Aku tahu kau pasti sudah menebaknya, jadi aku akan menegaskan saja kalau tebakanmu itu benar, Vincenzo.” Edward pun lantas memukul perut Vincenzo dengan siku tangan kirinya, membuat Vincenzo perlahan jatuh, tidak bisa berkata atau menjaga dirinya supaya tetap berdiri lagi. Kesadaran pemuda itu pun hilang kala tubuhnya jatuh. *** Sebelum Edward memukul perut Vincenzo, Edward sudah tahu kalau kondisi tubuh Vincenzo masih belum stabil, sehingga dengan satu pukulan yang tidak cukup kuat saja, sudah cukup untuk membuat pemuda itu jatuh dan hilang kesadaran. Kini, hanya Edward seorang yang melangkah ke depan, bersiap untuk menghadapi musuh-musuhnya, untuk terakhir kalinya. Meski begitu, sedikit tubuhnya tak gentar, kendati tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya. “Mari kita selesaikan ini!” Edward langsung melompat tinggi, menarik pelatuk senapannya beberapa kali. Sayangnya, untuk kali ini, semua pelurunya tidak mengenai target. Para Ulrich dengan gerakan cepat langsung melesat ke arah Edward dari berbagai arah berbeda, menyerang pemuda itu dengan sengat mereka. Namun, Edward malah menembakkan senapannya ke bawah, membuat tubuhnya terhentak ke atas, lalu melompat ke salah satu Ulrich. Tahu kalau dirinya harus sedikit berhati-hati, Edward tidak langsung menembak Ulrich yang ia jadikan sebagai pijakan itu, melainkan melompat ke Ulrich lain terlebih dahulu. Akan tetapi, sebelum ia menarik pelatuknya untuk menyerang Ulrich yang ia injak sebelumnya, Ulrich lain yang tadi hendak menyerang Edward, malah tidak dapat menghentikan kecepatannya, sehingga menyengat temannya sendiri. Anehnya, Ulrich yang menyengat itu yang terlebih dahulu meledak, baru kemudian Ulrich yang tersengat meledak usai disengat oleh Ulrich sebelumnya. Edward pun bergumam pelan, kemudian melompat ke Ulrich lain, menembak Ulrich yang ia jadikan pijakan sebelumnya. “Ternyata begitu! Aku mengerti sekarang!” Ketika Edward sekali lagi hendak melompat ke Ulrich yang lain, Ulrich yang menyerang di samping, menabrak Edward sehingga jatuh. Namun, dengan tenang Edward menembak tanah, membuat ia lagi-lagi terdorong ke atas, kemudian menembak Ulrich yang menabraknya tadi. Edward lantas memuntahkan darah lagi, tetapi tidak ia pedulikan. Ia lantas menembak sambil berputar, membuat lima Ulrich tewas dalam waktu bersamaan. Hal ini pun membuat kawanan Ulrich yang tersisa, menyerang Edward secara bersamaan dengan sengat mereka, dari segala arah. Akan tetapi, inilah yang Edward inginkan. Edward sudah tidak lagi dapat menarik pelatuknya, tetapi para Ulrich secara bersamaan menyengatnya, kemudian meledak, menciptakan ledakan yang sangat dahsyat, bahkan hingga membuat tanah sedikit terguncang. Tidak hanya itu, banyak pepohonan yang terbakar dan juga tercabut dari tanah. Di sisi lain, sebelum tubuhnya hancur oleh ledakan dahsyat, Edward tersenyum tipis, tetapi air mata mengalir dari bola matanya. Perlahan mulutnya bergerak, “Ternyata aku memang masih belum mau mati ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD