Chapter 16 : Kepercayaan

1298 Words
Malam pun berlalu dengan cepat, dan tepat ketika jam menunjukkan pukul 6 pagi, Vincenzo berserta teman-temannya telah bersiap untuk pergi. Mereka sengaja pergi sangat pagi, sebab harus berburu untuk bekal sarapan dan makan siang mereka. Selain itu, mereka juga perlu lebih membuat waktu mereka menjadi jauh lebih efektif, sehingga tujuan mereka cepat tercapai. Berjalan di dalam ruang bawah tanah yang berbentuk seperti lorong ini, beberapa kali mereka menemukan tengkorak manusia, tetapi tidak dalam jumlah banyak. Hanya dengan mengetahui hal tersebut, mereka sudah paham kalau kesimpulan mereka tentang dulu tempat ini memang pernah menjadi Shelter, bisa jadi benar mengingat apa yang mereka temukan. Kendati begitu, saat terus berjalan di sebelah Keith yang menyalakan api untuk menerangi ruang bawah tanah ini, Vincenzo merasa ada sesuatu yang janggal. Ia tidak tahu apa itu, tetapi ia berharap kalau ia hanya terlalu banyak berpikir sehingga banyak hal acak yang secara kebetulan hingga di kepalanya. Usai menghadapi Helmer kemarin, tidak heran kalau Vincenzo berharap tak akan pernah lagi berurusan dengan ‘Makhluk Buas’ itu. Untuk mengalihkan pikiran, Vincenzo pun berkata pada Keith, “Keith, mungkin ini sebuah pertanyaan bodoh, tetapi bisakah aku bertanya padamu sekali lagi?” Keith segera menoleh, mengerti kalau Vincenzo mungkin akan membahas sesuatu yang serius. “Tanyakan saja apa yang kau ingin tanyakan. Jangan bersikap begitu formal, terlebih kita adalah teman.” “Haha, kau benar. Maafkan aku.” Vincenzo pun mengembuskan napas pelan, lalu melanjutkan. “Sebenarnya aku hanya ingin tahu, suatu hari nanti, setelah kita berhasil mengalahkan empat Helmer lainnya di atas sana. Apakah kau masih ingin membangun kembali kota di atas sana. Aku hanya ingin tahu, kalau kau tak mau menjawab juga bukan masalah.” Vincenzo tentunya tidak mau membuat Keith terpaksa dalam menjawab. “Hm ... kau benar ....” Keith berpikir sejenak. “Normalnya, aku pasti akan memilih untuk tidak memperhitungkan tempat ini lagi, tetapi ketika melihat Shelter bawah tanah ini, aku jadi sedikit mempertimbangkannya. Kalau kurasa semuanya mungkin telah aman terkendali, tempat ini bisa saja menjadi pilihan utamaku kalau ingin membangun sebuah kota baru, dengan harapan baru.” “Aku tidak menyangka kau masih mempertimbangkan kota ini sampai sejauh itu. Padahal aku kira kau akan langsung menjawab akan mencari kota lain saja, yang jauh lebih aman dibandingkan kota ini, yang sudah diketahui sendiri seperti memiliki rahasia atau bahaya yang mengintai.” “Kalau aku adalah Vincenzo, mungkin akan berpikir seperti itu. Namun, karena aku bukan Vincenzo, aku melihat di sisi lain, di mana tempat lain yang belum pernah aku kunjungi, mungkin saja jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan tempat ini. Kira-kira seperti itu.” “Ternyata kalian semua menganggapku seorang yang berpikiran rendah ....” “Haha.” Keith sedikit tertawa. “Tidak juga. Buktinya, kami percaya ketika kau sudah membuat sebuah rencana, dan menjalankannya dengan yakin. Setidaknya kau adalah orang yang dapat diandalkan, sedikit ....” Tentunya Vincenzo senang mendengar Keith mengatakan hal baik tentang dirinya, tetapi tidak mau tampak begitu bersemangat atau apa pun. Pemuda itu lantas segera menyahut, “Ya, aku senang kalian percaya padaku. Tapi menurutku, Edward adalah yang paling cocok dalam hal ini.” Ia menjeda kalimatnya sejenak. “Namun, aku entah mengapa merasa kalau kau akhir-akhir ini menjadi jauh lebih banyak bicara dari sebelumnya, Keith.” “Hanya perasaanmu saja.” Keith tidak mau memikirkan apa yang Vincenzo katakan, atau pun menanggapinya dengan serius. Seperti yang Vincenzo katakan, memang benar akhir-akhir ini Keith yang biasanya pendiam, entah bagaimana menjadi lebih banyak bicara dari sebelumnya. Keith sendiri juga tak mengerti, mengapa dirinya bisa menjadi lebih aktif, bahkan sempat merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya sendiri. Namun, kala terus memikirkan hal tersebut, ia menyadari bahwasannya dia sekarang menjadi bersemangat akan sesuatu. Keith tidak tahu dia bersemangat karena apa, tetapi yang jelas, dia paham dengan pasti kalau hal itu adalah sebuah hal yang sangat positif. Lalu, entah mengapa Keith sejenak melirik wajah Vincenzo, kemudian kembali menatap lurus ke depan. Firasatnya mengatakan, sesuatu yang luar biasa akan terjadi dan dibawa oleh teman di sebelahnya ini. Vincenzo sendiri tidak memiliki topik pembicaraan apa pun lagi, jadi ia hanya diam, terus waspada dan mengawasi sekitar. Di barisan paling berlakang terdapat Angel dan Edward, sehingga Vincenzo tidak perlu khawatir ada yang menyerang dari belakang. Sementara itu, di barisan tengah ada Carina yang sudah siap siaga membantu barisan yang mendapat serangan mendadak. Kini hanya suara hentakan kaki yang menggema dalam lorong yang mereka tidak tahu akan sejauh apa ini. Pada awalnya, mereka memang berniat untuk terus maju saja menyusuri lorong, tetapi kemudian terpaksa berhenti kala berada di sebuah percabangan. Di depan mereka terdapat sebuah tembok penghalang, dan di kiri dan kanan ada lorong lain yang bisa mereka lewati. Namun, tidak beruntungnya mereka tak mengetahui apa pun tentang Shelter bawah tanah ini, sehingga tak mengerti harus berjalan ke arah mana dan tak tahu apa yang akan mereka hadapi di arah yang mereka pilih. “Bagaimana ini, Vincenzo?” tanya Keith, tidak memiliki ide tentang lorong mana yang akan mereka lalui. Tak lama berselang, kala Vincenzo terus memikirkan harus memilih jalur yang mana, mendadak Edward berkata, “Ke kanan, Vincenzo.” Edward sangat yakin mengatakan itu, membuat Vincenzo menoleh ke belakang. “Mengapa kita harus ke kanan?” tanya Vincenzo, tidak mengerti bagaimana bisa Edward memutuskan dengan cepat. Ia tidak dapat membayangkan kalau Edward hanya asal memilih saja di situasi yang seperti ini. Edward lantas mengembuskan napas panjang, lalu menjelaskan, “Kita asumsikan saja kedua jalur itu menuntun ke jalan keluar. Kalau kita memilih jalur kiri, ada kemungkinan kita akan keluar di pinggiran kota, lebih tepatnya, ke tempat kita pertama kali menginjakkan kaki di kota mati di atas sana. Kalau asumsi itu benar, besar kemungkinan kita akan berhadapan dengan Helmer yang mengamuk dan sulit diatasi.” “Hm ....” Carina ikut berpikir, kemudian memberikan tanggapan, “Itu cukup masuk akal untuk menghindari para Helmer. Meskipun tidak ada jaminan kita akan selamat menggunakan jalur yang sebaliknya, tetap sangat masuk akal untuk menghindari bahaya yang sudah di depan mata.” “Baiklah kalau begitu! Kita ikuti arahan dari Edward!” Vincenzo, tanpa mau banyak berpikir atau mempertimbangkan, langsung saja mengambil keputusan. “Haah ... seperti yang diduga dari Vincenzo,” kata Edward. “Kau bahkan tidak terlalu mempertimbangkan semuanya, malah langsunga mengiyakan saja. Memang pantas kau disebut berpikiran pendek. Setidaknya lebih kritis sedikit saja, Vincenzo.” “Haha!” Vincenzo tertawa, kemudian menjawab dengan yakin, “Aku percaya pada kalian semuanya, jadi kalau kalian sudah bicara, artinya sangat yakin!” Mendengar itu, Edward tak dapat berkata apa pun lagi, melainkan hanya tersenyum tipis. Dia sempat lupa kalau kepercayaan Vincenzo pada mereka semua, sangat tinggi. Jadi, kalau tidak ada yang membantah, atau mengajukan pendapat lain yang menentang, Vincenzo jarang mengambil opsi menentang. Terkecuali di beberapa keadaan yang memang tidak selaras dengan Vincenzo. Ketika mereka mulai berjalan kembali, sejenak Carina melirik ke arah Edward, berkata, “Vincenzo sangat memercayaimu, Edward. Dia begitu yakin kalau kau sudah memikirkan semuanya, sehingga mau angkat bicara seperti tadi.” “Aku tahu hal itu, Carina,” jawab Edward, tenang. “Kalau berbicara tentang Vincenzo, hal pertama yang harus diketahui adalah fakta bahwa dia sangat percaya pada kita.” “Bukankah itu sebuah hal yang bagus?” “Ya, itu adalah hal yang sangat bagus, jadi kita tidak perlu repot untuk menyakinkan dia atau apa pun. Tapi, akan berbeda ceritanya kalau dia bertemu dengan orang selain kita. Apakah dia akan sangat percaya atau berbeda. Aku sedikit menghawatirkannya.” Carina mengerti dengan apa yang Edward khawatirnya, sehingga ia pun menjawab, “Kalau tentang itu, selagi ada kita, maka tidak masalah.” “Hahaha, aku tahu, maksudmu pasti selagi kau ada di sisinya, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kan?” Carina malah menggelengkan kepala. “Aku tidak terlalu pandai dalam hal itu. Sebaliknya, kau adalah yang terbaik yang aku tahu, yang bisa mengarahkan Vincenzo, Edward ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD