Chapter 25 : Latihan III

1307 Words
Suasana yang begitu menegangkan, suara ledakan di mana-mana, debu bertebaran menutup penglihatan. Di dalam kumpalan debu yang begitu pekat itu, Carina terus bergerak dan menarik pelatuk senapannya ke arah yang dia kira ada Edward yang tengah mengincarnya. Di sisi lain, Edward juga tidak berhenti berpikir dan bertindak, menarik pelatuk senapannya untuk menahan tembakan Carina dengan tembakan juga. Melihat pertarungan sengit ini dari kejauhan, Vincenzo tersenyum tipis, senang melihat Carina akhirnya tidak banyak berpikir dan melakukan semua yang dia bisa lakukan. Memang tidak semua tembakan Carina mengarah tepat pada Edward, tetapi setidaknya situasi yang dibuat oleh Carina membuat Edward terpaksa harus berpikir dan melakukan pengamatan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan kata lain, Edward tak bisa meremehkan Carina. “Meski mataku tidak dapat melihat pertarungan mereka terang-terangan karena dihalangi oleh kumpalan debu yang berterbangan ini, aku masih tetap dapat merasakan ketegangan dari pertarungan dari melihat berapa banyak peluru yang meledak atau keluar dari kumpalan debu,” kata Keith, memberikan komentarnya. “Aku seperti melihat dua Edward sedang bertarung satu sama lain ....” “Begitukah?” sahut Vincenzo, membuat Keith menatap pemuda itu sambil memiringkan kepala. Vincenzo pun melanjutkan, “Memang benar Carina menjadi dapat bertarung tanpa menghawatirkan banyak hal lagi dan mulai dapat menebak pergerakan Edward, tetapi banyak juga jumlah peluru yang dia buang sia-sia tanpa memberikan efek apa pun.” “Hm ....” Keith mengamati sekali lagi. “Kau memang benar. Tapi, bukankah itu wajar untuk bertarung di dalam kumpalan kabut di mana tidak dapat melihat musuh sama sekali, terlebih mereka berdua sama-sama seorang sniper. Sedikit banyak, pasti akan mengurangi pertarungan jarak dekat dan mencoba untuk bertarung jarak jauh saja. Apakah aku salah?” Keith sungguh tidak mengerti apa yang dipikirkan Vincenzo sekarang. Vincenzo menggelengkan kepala beberapa kali. “Kau tidak salah. Hanya saja, bila dibandingkan dengan Carina, Edward masih jauh lebih unggul dalam hal menyerang. Terlebih kalau itu adalah serangan jarak jauh.” “Jadi, menurutmu akan jauh lebih baik kalau menyerang Edward dari jarak dekat saja?” “Tidak semudah itu. Untuk menghadapi orang seperti Edward, yang paling diperlukan adalah mengambil tindakan lebih cepat satu langkah darinya. Pilihan terbaik adalah serangan yang pertama kali aku jelaskan pada kalian. Apa kau masih mengingatnya, Keith?” Keith mengangguk. “Aku ingat, Vincenzo.” Sekarang, setidaknya sedikit demi sedikit Keith mulai mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Vincenzo. Untuk menghadapi orang seperti Edward bukanlah bertumpu pada lebih cepat memikirkan rencana dan bertindak, tetapi berani bertaruh, mengambil kesempatan lima puluh berbanding lima puluh. Kalau tidak, maka sulit untuk mengalahkan Edward. Beberapa saat berlalu, suara tembakan dan ledakan tidak lagi terdengar. Debu yang tadi melayang di udara dan menutup penglihatan juga perlahan memudar, dan di tengah-tengah kumpalan debu yang perlahan memudar itu, terlihat Carina yang tertunduk, napasnya tak beraturan, dan tangannya gemetar hebat. Di belakang gadis itu ada Edward yang menodongkan senapan besarnya ke arah Carina. “Sungguh pertarungan yang bagus, Carina,” kata Edward, memberikan pujian sambil tersenyum tipis. “Kau benar-benar seperti orang yang berbeda, yang tidak lagi peduli tentang aman atau tidak dan menggila seperti Vincenzo. Haha. Tapi aku tetaplah yang menang, meski nyaris saja kalah.” Carina mengembuskan napas panjang, menjawab, “Haah ... aku tidak mengerti apakah kau sedang memuji atau mengejek. Namun, aku ternyata masih tetap tak bisa mengalahkanmu. Ternyata sulit mengalahkan orang yang memiliki otak yang pintar dan cepat bertindak sepertimu.” Carina mengakui kekalahannya dan mulai belajar kalau hal penting bukan hanya tentang aman atau tidak, melainkan berani bertaruh tetapi harus tetap rasional. Edward pun menarik kembali senapannya, kemudian Vincenzo dan yang lainnya mendekat ke arah Edward dan Carina. Segera saja Vincenzo menjulurkan tangannya pada Carina, membantu Carina yang terjatuh berlutut di tanah sambil menundukkan kepala, bangkit berdiri. Pemuda itu tersenyum senang melihat Carina tidak mendapat luka apa pun dan hanya kelelahan. “Kau sudah melakukan yang terbaik, Carina.” Vincenzo menarik Carina berdiri, kemudian menatap mata gadis itu dengan tatapan lebut dan senyum bahagia. “Lain kali kau pasti dapat mengalahkan si pintar Edward itu. Hahaha. Namun sekarang, lebih baik kita akhiri latihan dan berburu, lalu makan. Aku sudah lapar dan tak sabar menunggu masakan kau dan Angel.” “Yeah ... terima kasih pujiannya, tapi itu tak perlu.” Carina segera melepas tangan Vincenzo yang dia genggam, kemudian tersenyum tipis. “Karena aku tidak hanya akan mengalahkan Edward, tetapi mengalahkanmu juga, Vincenzo!” Carina tidak sedang bercanda kala mengatakan itu. Vincenzo tahu kalau Carina tidak sedang melemparkan lelucon, lalu menjawab dengan serius tantangan itu, “Baiklah, aku akan menunggu hari itu tiba. Namun kau juga harus ingat, aku akan tetap bertambah kuat, jadi kau tidak bisa mengalahkanku dengan mudah, meski kau kian bertambahkan kuat juga!” Vincenzo benar-benar berharap Carina menjadi semakin kuat di masa depan. “Aku pastikan kau menaruh harapan di orang yang tepat!” Carina menjawab dengan tegas, kemudian tertawa bersama dengan Vincenzo. Entah mengapa, sekarang Carina merasa ingin menjadi lebih kuat dari Vincenzo. “Lihatlah di sana, sepasang kekasih yang kembali berulah,” ucap Edward, sengaja menyindir Vincenzo dan Carina. Namun, Vincenzo dan Carina tidak mau menanggapi itu, malah kian masuk lebih dalam ke dalam dunia mereka sendiri, hingga akhirnya ada sesuatu yang mengejutkan mereka. “Satu orang iri melihat dua remaja tengah bermesraan di dunia mereka sendiri,” gumam Keith. “Mungkin kalau ada seorang penulis di sini, akan menulis seperti itu untuk judul karya mereka. Hahaha!” “Hei! Aku mendengarnya dengan jelas!” Edward merasa tersinggung dan langsung membentak. “Hahaha! Sepertinya itu akan menjadi sangat menarik,” Vincenzo tertawa dan menambahkan. “Namun, di dunia seperti ini, sudah tidak ada lagi yang mau mengabiskan uang dan tenaga mereka untuk menulis sebuah kisah fiksi. Di dunia yang kacau ini, tidak ada orang yang akan rela menghabiskan uang mereka untuk membeli sebuah khayalan belaka.” Angel langsung memberikan sebuah realita pahit yang memang harus dikatakan. “Yah, sebaiknya kita lupakan dulu tentang itu,” kata Vincenzo, mengakhiri suasana hati yang menjadi buruk. “Fokus utama kita adalah menjadi kuat dan mencari harapan terakhir yang bisa kita ambil. Memang akan sangat sulit, tetapi hanya itu satu-satunya cara untuk mengubah semuanya.” Vincenzo tidak mau teman-temannya berlarut-larut dalam pikiran yang tidak semestinya dipikirkan sekarang, sebab menurutnya hal yang lebih penting memang harus diutamakan. “Vincenzo benar. Kalau ingin membuat orang-orang kembali ingin menikmati hiburan, yang pertama adalah mengubah lingkungan ini,” Edward menyahut. Sesuai dengan rencana, mereka mengakhiri latihan dan berburu. Sesudah berburu, mereka langsung berbagi tugas, ada yang membereskan tenda dan ada yang menyiapkan makanan. Tentunya seperti yang dapat diduga, Vincenzo, Edward dan Keith lah yang berburu dan juga membereskan tenda, sedangkan Angel dan Carina menyiapkan api dan memasak. Beberapa saat berlalu, mereka akhirnya sudah selesai dengan tugas masing-masing, lalu mulai makan bersama. Saat makan, Vincenzo membuka sebuah topik pembicaraan lain, “Aku ingin memastikan sekali lagi, apakah kita akan langsung menuju ke selatan, atau ada yang mau mengajukan untuk pergi ke arah mana dengan tujuan apa?” Awalnya, semuanya diam, tetapi kemudian Keith menyahut, “Sebenarnya aku tidak ada penentangan apa pun tentang keputusan itu, tetapi aku ingin sedikit mengajukan pendapat. Apakah tidak masalah?” Vincenzo mengangguk. “Tidak ada masalah, kita bebas untuk mengajukan pendapat dan memutuskan bersama-sama.” “Kalau begitu, aku takkan sungkan,” Keith pun mulai menjelaskan sarannya. “Aku rasa, akan jauh lebih efektif kalau kita membagi waktunya dengan lebih rinci lagi. Misalnya, di pagi hari, aku rasa waktu yang bagus untuk berburu, dan kita akan berburu bukan untuk makan satu hari saja, tetapi dua hari. Jadi, kita hanya perlu berburu satu kali dalam dua hari. Aku rasa, dengan begitu kita akan menjadi lebih leluasa dalam berlatih dan lebih mempercepat perjalanan kita. Bagaimana menurut kalian.” “Hm ... ide itu memang bagus,” Edward yang pertama kali berkomentar. “Aku setuju dengan ini. Apakah ada yang menentang? Tidak ada larangan untuk tidak setuju di sini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD