Chapter 26 : Bertaruh

1272 Words
Satu hari pun berlalu dengan cepat, setelah latihan dan istirahat sebentar usai makan siang, Vincenzo dan teman-temannya pun kembali memulai perjalanan mereka. Tentunya mereka tidak bergegas, melainkan berjalan dengan perlahan sembari mengamati sekitar dengan saksama. Kewaspadaan mereka terus terjaga, sehingga kalau terlihat atau terasa ada tanda bahaya, mereka bisa langsung menghindari bahaya tersebut. Selama berjalan, sama seperti biasanya, mereka mengobrol satu sama lain, melemparkan beberapa lelucon dan tertawa bersama. Namun, untuk menghemat waktu, terkadang mereka berlari sehingga tidak terjadi obrolan, tetapi tetap memerhatikan sekitar, tidak tahu apakah mereka sedang mendekat ke arah musuh atau ke arah harapan kecil yang sedang dicari. Usai berlari selama beberapa saat, Vincenzo yang memimpin jalan, mendadak mengurangi kecepatan, membuat teman-temannya ikut mengurangi kecepatan juga. Melihat Vincenzo mendadak seperti sedang merasakan sesuatu, awalnya Carina ingin bertanya, tetapi akhirnya mengurungkan niat karena tahu kalau hal tersebut tidak diperlukan. Dia sangat yakin, kalau Vincenzo menemukan sesuatu, pasti akan langsung diberitahukan. Vincenzo melirik ke sekitar sejenak, kemudian berkata dengan pelan, “Apa hanya aku yang merasa ada sesuatu yang aneh di sini? Seperti kita sedang berada dalam sebuah jebakan atau semacamnya ....” Vincenzo tidak bisa menjelaskan apa sebenarnya keanehan yang ia lihat di hamparan tanah tandus tanpa ada tanaman ini. Sejenak Keith ikut memerhatikan sekitar dengan lebih saksama, tetapi tidak melihat atau pun merasakan sesuatu yang janggal seperti yang dikatakan oleh Vincenzo. “Kau memang boleh-boleh saja khawatir, Vincenzo. Tapi aku tidak menemukan suatu kejanggalan sedikit pun di sini? Bukankah lahan tandus adalah hal yang biasa. Atau kau melihat sesuatu yang lain yang tidak bisa aku lihat?” Keith benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Vincenzo maksud dengan kejanggalan. “Hm ....” Edward ikut memikirkan kejanggalan yang Vincenzo maksud. “Keith benar, di sini tidak terlihat atau pun terasa ada hal yang janggal. Udaranya masih sama, terik matahari menyengat, hawa panas yang membuat gerah dan tanah tandus sejauh mata memandang.” Vincenzo menggelengkan kepala beberapa kali. “Aku memang tidak memiliki firasat apa pun tentang hal ini, tetapi entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Seperti udaranya sedikit berbeda, mungkin. Aku juga tak mengerti. Bisa saja ini memang hanya halusinasiku saja karena terlalu banyak khawatir dan berpikir.” “Ya, mungkin saja. Lebih baik kau istirahat sebentar. Sepertinya kau memang sangat kelelahan usai bertarung denganku pagi tadi. Hahaha!” Edward sengaja tertawa dan sedikit mengejek Vincenzo. Namun, memang benar kalau dia dan Vincenzo sempat bertarung saat latihan tadi pagi, dan itu adalah sebuah pertarungan satu lawan satu. *** Pagi tadi, usai berburu, Vincenzo dan teman-temannya pun kembali berkumpul untuk membahas latihan. Berbeda dari kemarin, kali ini Vincenzo ingin menjelaskan tentang apa saja yang perlu dilatih oleh teman-temannya, dan ditingkatlah lebih pesat. Tentunya ini ia lakukan setelah berdiskusi dengan Edward juga, sehingga membuatnya lebih percaya diri. “Aku mulai dari Angel,” Vincenzo mulai memberikan instruksinya. “Angel, pertahananmu lebih bagus dari Keith. Sebenarnya aku ingin melihatnya hari ini untuk evaluasi lebih lanjut, tetapi setelah tadi malam aku sengaja menyuruh Keith untuk memperlihatkan pelindungnya, aku dan Edward langsung mengetahui kalau kau jauh lebih unggul darinya. Untuk itu, kau harus lebih fokus dalam meningkatkan pelindung. Kemudian Keith, kau akan menjadi senjata rahasia di saat-saat yang sangat mendesak atau di saat ketika kita perlu menghemat waktu lebih banyak. Kau latih serangan jarak jauhmu, dan sesekali benahi lagi pertahananmu. Sekarang, kalian berdua sudah boleh mulai latihan terlebih dahulu.” “Baik!!” Angel dan Keith segera pergi mencari tempat untuk berlatih, tidak mau membantah atau mengkritik instruksi dari Vincenzo. Sebenarnya, mereka masing-masing sudah sadar tentang apa yang menonjol dari diri mereka, sehingga tidak perlu waktu lama untuk menerima Vincenzo memberikan instruksi untuk melatih bagian yang mereka kuasai. Setelah Angel dan Keith pergi, Vincenzo pun memberikan instruksi pada Carina, “Carina, apa yang kau lakukan kemarin saat bertarung dengan Edward memang merupakan hal yang mengagumkan. Namun, kalau kau terus bertarung seperti itu, juga tidak baik dan hanya akan membuatmu lebih cepat lelah. Menurutku, kau perlu meningkatkan stamina dan mengasah instingmu. Gunakan semua indera yang bisa kau gunakan untuk mendeteksi di mana keberadaan musuh dan ambil tindakan dengan cepat.” “Baik!” Carina juga tidak mau menolak atau mengkritik, langsung mencari tempat lain untuk berlatih sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh Vincenzo. Kemudian hanya tersisa Edward dan Vincenzo saja di sini. Berbeda dengan sebelumnya, Vincenzo tidak mengatakan Edward perlu melatih sesuatu, melainkan memberikan sebuah tantangan, “Edward, aku tahu kau kuat. Aku juga masih belum bisa melihat batasmu yang sebenarnya kemarin, jadi aku tidak akan memberikan instruksi yang membosankan padamu.” Ia berhenti sejenak, segera menyiapkan pedang besarnya. “Ayo kita bertarung! Aku juga ingin melihat batasku!” “Tawaran yang bagus!” Edward tampak tidak keberatan sedikit pun. Vincenzo pun mundur beberapa langkah sementara Edward menyiapkan senjatanya. Sebelum mulai bertarung, Vincenzo terus mengamati Edward yang tampak santai. Ia tidak mau banyak berpikir, sehingga langsung mengembuskan napas panjang, kemudian melesat cepat ke depan. Ia berbeda dari Carina, jadi ia tanpa ragu akan bertaruh untuk menentukan apakah keputusannya memang tepat atau tidak. “Serangan cepat dari depan ya. Seperti Vincenzo sekali!” Edward tahu kalau Vincenzo sulit untuk dia tebak, sehingga sama seperti Vincenzo, dia juga bertaruh dengan langsung menembak beberapa kali ke depan, kemudian berlari seolah mengejar peluru. Tidak mau banyak berpikir, Vincenzo memutar pedang besarnya di depan, membentuk sesuatu seperti tameng, berhasil menahan tembakan Edward. Namun, seperti yang ia duga, tembakan yang ia tahan itu malah meledak, dan ia harus mampu menahan efek ledakan tersebut. Meski demikian, ia tidak mau terus diam dan langsung kembali melesat ke depan. Vincenzo tanpa pikir panjang segera melompat, menebaskan pedangnya secara vertikal ke arah Edward. Edward yang terkejut dengan tindakan gegabah itu pun segera menghentikan langkah, menembak pedang Vincenzo, sehingga keseimbangan Vincenzo menjadi rusak. Sayangnya, Vincenzo ternyata malah dengan sengaja melepas pedangnya, mendarat dengan tangan kosong dan langsung memukul perut Edward dengan keras. Edward mundur beberapa langkah, kemudian mengangkat satu tangan dan menggunakan tangan lainnya untuk memegangi perutnya yang sakit. “Seperti yang diharapkan dari Vincenzo. Tindakanmu memang sulit diprediksi dan sangat nekad dalam bertaruh. Kau beruntung aku tidak sempat bereaksi, kalau tidak refleks tubuhku pasti sudah membuat perutmu berlubang sekarang. Benar-benar bocah yang ceroboh.” “Haha. Maafkan aku. Aku juga bertindak dengan spontan, sesaat setelah kau menembak pedangku, tanganku langsung bertindak melepaskan pedang sebelum aku sempat berpikir,” Vincenzo menjelaskan. “Tapi, karena kau adalah Vincenzo, hal seperti itu memang bisa saja terjadi dengan mudah. Kau seperti sesuatu yang menentang logika, bergerak sebelum berpikir dan tubuh yang siap bertaruh. Beruntung kau melawanku dan bukannya melawan musuh yang sesungguhnya.” Sejenak Vincenzo menengadah, kemudian berjalan dan memungut pedangnya. Ia kembali teringat pada saat bertarung dengan Louch, di mana ia benar-benar bertaruh antara hidup dan mati. Ia bertanya-tanya apakah ia bisa lagi menggunakan teknik yang ia pakai untuk melawan Louch kala itu. “Sesuatu yang menentang logika, ya?” Ia berhenti sejenak. “Mungkin kau benar. Tapi tidak sepenuhnya benar juga.” Melihat ada sesuatu yang berubah, Edward pun bertanya, “Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Vincenzo?” “Ada beberapa sih, tapi yang pastinya aku merasa selama aku masih hidup, aku akan terus bertaruh sampai aku tak sanggup lagi melakukannya.” *** Kembali di saat Vincenzo dan teman-temannya sedang berjalan dan membahas tentang kejanggalan yang Vincenzo rasakan. Di barisan paling belakang, Edward mengembuskan napas panjang, masih memikirkan apa yang Vincenzo katakan saat duel mereka berakhir. “Terus bertaruh sampai tidak dapat melakukannya lagi, ya? Aku bertanya-tanya apakah aku dapat melakukan hal seperti itu,” gumam Edward, pelan, tidak terdengar oleh siapa pun juga. “Tapi sudahlah, tidak ada gunanya juga terus memikirkan hal itu. Lebih baik aku fokus pada perjalanan kali ini saja.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD