Chapter 45 : Insiden Blue Bird IV

1553 Words
Glen tanpa ragu melesat ke depan, menyerang semua orang yang ada di hadapannya, dengan kepalan tangannya yang berlapiskan kobaran api. Tentu saja ada orang-orang yang langsung menghindar dan lari terbirit-b***t karena hal itu, tetapi ada juga yang dengan berani melawan balik, meski hal tersebut hanya membuat diri mereka sendiri terluka. “Argh!!!” Beberapa orang serentak menjerit kala api yang menyelimuti tubuh Glen membakar mereka hidup-hidup. Glen sendiri terlihat sangat menikmati pemandangan yang mengerikan yang diperlihatkan oleh lawan-lawannya itu. Dia kemudian menghentikan langkah, memandangi satu per satu musuh yang akan segera dia serang selanjutnya. “Hahaha! Inilah arti dari menjadi kuat! Kalian semua tidak pantas untuk bertarung denganku. Tidak satu pun!” kata Glen, dengan sangat angkuh. “Namun …, jika kalian memang ingin mati dengan apiku yang berharga, aku dengan terpaksa harus mengabulkan hal itu! Berbahagialah!” “Kau pikir siapa dirimu!” Ago segera mengambil beberapa kerikil, kemudian melemparkannya pada Glen. Ago tentunya tahu kalau kerikil-kerikil itu tidak akan menimbulkan luka atau apa pun pada tubuh Glen, tetapi dia begitu ingin melampiaskan kekesalannya sekarang. “Kau jangan besar kepala!” Glen segera melesat, meluncurkan pukulan keras beruntun. Akan tetapi, semua serangan itu dapat dengan mudah dihindari oleh Ago yang memang cukup baik dalam adu fisik. “Kau pikir berapa lama kau dapat terus menghindar tanpa dapat menyerang balik?!” *** Sementara itu, di sisi lain lapangan, Vincenzo sedang mati-matian bertarung dengan Wave. Memang terdapat sedikit kemajuan bagi Vincenzo, di mana sebelumnya ia tak bisa menyerang balik, atau pun serangan baliknya dapat dihindari, tetapi sekarang beberapa pukulannya dapat menghantam lawannya. Untuk kesekian kalinya, Vincenzo dan Wave kembali mengambil jarak untuk menarik napas. Terlihat jelas raut wajah Wave yang kesal, dan terdapat beberapa lebam di sana akibat terkena hantaman keras dari pukulan Vincenzo. Namun, kondisi Vincenzo lebih menyedihkan. Wajah Vincenzo sudah berlumuran darah, hidungnya juga mengeluarkan darah yang membuat dirinya terlihat jauh lebih buruk lagi. “Menyebalkan! Aku akan segera mengakhiri ini!” Wave tanpa mau memedulikan apa pun lagi, sebab sudah sangat muak dengan betapa keras kepalanya Vincenzo, langsung meluncur ke depan, meluncurkan satu pukulan yang begitu keras. Serangan mendadak itu membuat Vincenzo terlambat mengelak, segera menahan pukulan keras Wave dengan lengan kanannya. Tentu saja, tangan kanan Vincenzo yang memang sudah mendapat banyak serangan, kini path akibat serangan yang kuat. Wave pun tersenyum lebar, merasa kalau dirinya sudah menang karena bisa membuat Vincenzo cacat. Sayangnya, Wave tidak dapat berlama-lama senang, sebab dia seketika menjerit kesakitan kala Vincenzo secara tak terduga, menendang titik lemah Wave. Wave tersungkur, masih terus menjerit, tetapi kesempatan itu dimanfaatkan oleh Vincenzo dengan baik. Tanpa mau mengatakan apa pun lagi, Vincenzo segera meluncurkan tendangan keras ke kepala Wave. Itulah bagaimana akhirnya Vincenzo berhasil mengalahkan musuhnya dengan cara yang licik. Meski begitu, ia dengan terpaksa harus mengorbankan lengan kanannya. Vincenzo berusaha menahan rasa sakit yang menjalar ke sekujur tubuhnya. Ia tidak mau tumbang sekarang, sebab masih ada yang perlu ia lakukan setelah ini. Meski tekadnya memang patut dipuji, tetapi tekad saja tidak dapat menyelesaikan semuanya. Sekarang, Vincenzo benar-benar sudah tak berdaya, tenaganya habis, lengan kanannya patah, darahnya pun terus berkurang. Kendati tubuhnya menolak, dengan keras kepala Vincenzo mencoba mengalihkan pandangan ke arah lain, tepatnya ke arah di mana Misco dan Carina sedang bertarung melawan anak laki-laki bernama Sand. Namun, Vincenzo terpaksa harus melihat kenyataan yang sangat menyakitkan. Kini, Carina dan Misco sudah jatuh tak berdaya, sedangkan Sand masih tampak baik-baik saja. Dipenuhi oleh kemarahan, Vincenzo melupakan semua rasa sakit dan kondisi tubuhnya, bergerak mendekat ke arah Sand yang bersiap menghabisi Carina dan Misco. “Kau sialan!” Vincenzo segera melesat cepat, berteriak kencang dan meluncurkan satu pukulan keras, membuat Sand refleks segera menghindar dengan melompat ke samping. Vincenzo dengan tegak berdiri membelakangi Carina dan Misco yang sudah tak dapat bangkit lagi. Tentunya Vincenzo sangat menyadari kalau dirinya sekarang tidak akan sanggup bertarung lagi, tetapi baginya lebih baik mati untuk melindungi orang-orang yang ingin ia lindungi, daripada mati tanpa melakukan apa pun. “Hei, hei, hei. Apa kau benar-benar serius mau bertarung denganku dengan keadaanmu yang sangat menyedihkan itu?!” Sand mencoba untuk memprovokasi. Namun, Vincenzo tidak menjawab. Tenaga anak laki-laki ini benar-benar sudah terkuras banyak, sehingga bila walau hanya melontarkan beberapa kata saja, ia sangat kesulitan melakukannya. Pandangannya juga mulai kabur, tidak lagi dapat melihat dengan jelas. Ini tentunya efek dari darahnya yang terus saja bercucuran. Di belakang Vincenzo, Misco yang berusaha bangkit berdiri, tetapi tidak sanggup, berbisik pada Vincenzo, “Vincenzo, kau lebih baik bersembunyi selagi bisa. Jangan pedulikan kami ….” Meski Misco mengatakan itu, Vincenzo tidak bergerak sedikit pun. Ini bukan karena ia tidak setuju dengan permintaan Misco, melainkan karena Vincenzo sudah tidak dapat mendengar apa pun lagi. Pikirannya kosong, kepalanya sakit, sekujur tubuhnya juga membuat ia kesulitan untuk bergerak. Sekarang, hanya tekadnya saja yang membuat ia dapat bertahan. *** Kembali ke sisi lapangan di mana Glen berdiri sekarang. Anak laki-laki itu dengan santainya menangkis semua kerikil yang dilemparkan dengan putus asa oleh Ago ke arahnya. Namun, ada satu hal yang menjadi kesalahan besar Glen, yakni dia terlalu meremehkan lawannya itu. Saat ini, memang benar kalau Ago sedang sangat putus asa, tetapi dia berusaha keras memikirkan jalan keluar, membayangkan dirinya adalah Misco, kemudian menebak apa yang sekiranya akan Misco pikirkan sekarang bila berada dalam keadaan yang sangat mendesak ini. Perlahan-lahan, Ago pun menemukan sebuah cara yang membuat dirinya sendiri terkejut. Ago lantas tersenyum, kemudian berhenti melemparkan kerikil pada Glen. Dia lalu berkata dengan sangat yakin, “Apa kau yakin kau akan terus menunda waktu seperti ini, Glen? Tidakkah kau tahu kalau kau sedang menunjukkan kesalahan?” Glen yang mendengar itu hanya tersenyum tipis, mengejek Ago, menjawab, “Apa itu adalah bualan terakhir yang hendak kau sampaikan? Sayang sekali kalau aku harus jujur kalau itu sangat membosankan!” Masih tidak gentar, Ago pun berseru lantang, “Semuanya! Perhatian!” Tentu saja semua mata seketika tertuju ke arah Ago yang terdengar sangat percaya diri. Hal ini tentu membuat sedikit harapan bagi semua anggota aliansi, meskipun memang itu sangat sedikit. Namun, tentu saja masih jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Ago kemudian kembali berkata setelah semua perhatian yang dia perlukan, sudah dia dapatkan, “Kita memang terpaksa harus mengakui kalau Glen memang kuat. Tapi, aku bertanya-tanya, seberapa lama kobaran apinya itu akan berkobar?!” Dia sejenak menjeda kalimatnya, ketika anggota aliansi mulai memiliki harapan yang lebih besar. Sedangkan di sisi lain, Glen menjadi sangat benci terhadap Ago. “Salah satu temanku selalu berkata,” kata Ago, melanjutkan. “Semua hal yang ada di dunia ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing! Dan God Crusher juga demikian, apalagi hanya anak laki-laki seumuran kita ini! Glen juga pasti memiliki sebuah kelemahan yang dapat kita manfaatkan!” “Ago!!!” Glen yang begitu kesal langsung melesat cepat kea rah Ago. Akan tetapi, sebelum Glen sempat meluncurkan satu pukulan keras ke arah Ago, seseorang segera menyerang Glen dari belakang, menggunakan sebuah pipa besi panjang. Gerakan Glen segera terhenti, Ago langsung menyingkir dan bergabung dengan kumpulan anggota aliansi. Anak yang tadi menyerang Ago dari belakang juga lantas dengan cepat pergi berkumpul bersama Ago. Sudah kepalang kesal, Glen kembali melesat ke depan, tetapi kali ini sudah banyak anggota aliansi yang menyerang anak laki-laki itu menggunakan berbagai macam barang yang tidak dapat terbakar, sehingga gerakan Glen terhambat. Glen kemudian berhenti, menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Dia pun memisahkan kedua lengannya itu sambal berteriak, “Ha!!!” Sebuah gelombang kejut pun lantas mementalkan semua orang yang berada di dekat anak laki-laki itu hingga terlempar cukup jauh. Tanpa mau memedulikan apa pun, Glen menggila, meluncurkan banyak pukulan keras ke arah Ago, sayangnya Ago yang sudah memiliki sebuah pipa besi di tangannya, dapat menahan semua pukulan itu menggunakan senjatanya itu. Refleks yang dimiliki oleh Ago memang tidak dapat diremehkan. Dan Glen sudah membuktikannya sendiri sekarang, bahwasannya sangat percuma jika hanya mengandalkan kekuatan semata untuk mengalahkan Ago. Sekali lagi, semua anggota aliansi menyerang secara bersamaan, tetapi tentu saja Glen melemparkan mereka semua lagi menggunakan gelombang kejutnya. Tidak terkecuali bagi Ago yang sudah dia serang dengan brutal. Seketika Glen melihat ada sebuah celah pada Ago yang terlempar jauh, sehingga dia dengan sigap segera mengejar Ago, kembali meluncurkan serangan. Meski dengan sangat susah payah, Ago kembali dapat bertahan, menggunakan refleks serta keberuntungannya. Sehingga pada akhirnya Ago memiliki momentum lagi, dapat menyeimbangkan tubuhnya dan berdiri tegak. Ago dan Glen kemudian mengambil jarak di antara mereka, sengaja tidak menyerang terlebih dahulu, untuk mengamati gerakan lawan. *** Di saat yang sama, di sisi lain lapangan, tangan kanan Sand sudah berlumuran darah segar. Darah ini bukan miliknya, melainkan darah Misco yang melompat di depan Vincenzo ketika Sand meluncurkan satu pukulan keras kea rah Vincenzo yang sudah tak dapat bergerak. Tak tanggung-tanggung, pukulan itu dapat menembus perut Misco hingga berlubang, menandakan kalau Sand bukanlah orang biasa. Sand kemudian menarik tangannya kembali, dan Misco lantas memuntahkan darah segar yang cukup banyak. Meski dirinya terluka parah atau bisa dibilang sudah kritis, Misco tidak menyesali keputusannya untuk melindungi Vincenzo yang sekarang pingsan dalam keadaan berdiri. Misco yang tadinya tidak dapat bangkit lagi, dengan tekad baja berhasil bangkit dan menjadi sebuah perisai bagi temannya, lalu tewas dengan senyuman lebar terlihat di wajahnya. Sand yang melihat itu tidak memperlihatkan ekspresi apa pun, wajahnya datar, kemudian bergumam pelan, “Apa nyawamu sangat tidak berharga hingga tersenyum seperti itu saat mati demi orang lain?!” Sand melanjutkan, “Kalian memang sekumpulan orang bodoh.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD