Chapter 7 : Rutinitas

1289 Words
Pagi hari yang masih sangat dingin, sebelum sarapan atau melakukan sesuatu apa pun, Vincenzo dan Carina sudah berada di gurun pasir untuk mengumpulkan Mutiara dari dalam tubuh ‘Makhluk Buas’, sesuai surat perintah yang diantar tadi malam. Dalam surat itu tertulis kalau mereka akan dipisahkan menjadi dua orang dalam satu kelompok, sehingga terpaksa harus menurut. Sejenak Vincenzo melirik ke sekitar, di saat cahaya masih belum cukup terang ini, bergumam, “Sesuai yang kita duga, mereka benar-benar hendak memeras kita. Di pagi hari yang bahkan matahari masih belum terbit ini, mereka memerintahkan kita menyelesaikan misi.” “Untuk sekarang kita hanya bisa menurut,” sahut Carina sembari mengepal tangan kanannya, sehingga keluar asap dari sana, kemudian deretan plat baja yang tersusun menjadi tangannya, mulai meregang. Cahaya pun keluar dari antara plat-plat tersebut, kemudian membentuk sebuah senapan panjang. “Haah ....” Vincenzo juga ikut mengepalkan tangan, dan sama seperti Carina, tangan kanannya langsung berubah ke wujud aslinya yang mana terbuat dari baja. Namun, yang ia keluarkan bukan senapan, melainkan sebuah pedang besar dan lebih tinggi dari badannya sendiri. “Ayo kita pemanasan terlebih dahulu!” “Ya!” Vincenzo dan Carina pun segera melesat ke depan, mencari mangsa untuk diburu. *** Siang hari pun tiba, Vincenzo dan Carina kembali ke apartemen mereka setelah menyelesaikan misi dan memberikan semua Mutiara mereka ke markas. Tentunya setelah beristirahat sebentar, mereka akan kembali menjalankan misi hingga malam tiba, karena itulah kebijakan yang diberlakukan di sini. Masuk ke dalam apartemen, Vincenzo dan Carina ternyata sudah ditunggu oleh teman-teman mereka, yakni Edward, Keith dan Angel. Mereka berdua pun masuk dan menyapa teman-teman mereka itu, kemudian Carina segera mengambil pakaian ganti dan masuk ke kamar mandi, sementara Vincenzo bergabung bersama teman-temannya. “Aku sangat lelah ....” Edward yang santai, duduk sembari meregangkan otot-otot tubuhnya. “Omong-omong, kau dan Carina memburu apa dari pagi hingga siang hari ini?” Vincenzo duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan, berhadapan dengan Edward, menjawab, “Kenapa kau menanyakan sesuatu yang sudah jelas apa jawabannya?” “Haha, bercanda. Aku kira kau akan mengusik Helmer dan tidak akan memedulikan Froggys.” “Haah ....” Vincenzo mengembuskan napas panjang. “Kekuatanku sekarang masih belum sampai ke tahap itu. Dan walaupun kita bersama melawan Helmer, tetap saja kecil kemungkinan akan menang. Ini sungguh menyedihkan. Aku ingin kekuatan.” “Ya, mau bagaimana lagi. Kita memang tidak memenuhi syarat untuk menjadi God Crusher dan hanya bisa menjadi prajurit biasa.” Edward lantas memalingkan pandangan pada Keith. “Berbicara tentang kekuatan. Keith, apa kekuatanmu yang berupa sihir itu bisa ditingkatkan?” “Hm ....” Keith berpikir sejenak. “Seharusnya bisa, tetapi itu memerlukan banyak sumber daya. Namun, di dunia yang sudah seperti ini, menemukan sumber daya adalah sesuatu yang sangat sulit. Terlebih sumber daya untuk meningkatkan kekuatan sihir.” Sontak Vincenzo langsung mendapatkan sebuah ide ketika mendengar jawaban Keith, kemudian berdiri. “Aku jadi teringat sesuatu. Aku akan segera kembali.” Vincenzo langsung pergi keluar dengan langkah kaki yang lumayan cepat. “Mau ke mana dia?” gumam Angel. “Ke suatu tempat yang sudah sangat jelas,” sahut Edward, tenang, seolah sudah tahu ke mana Vincenzo akan pergi. Vincenzo sudah keluar dari gedung, kemudian melirik ke sekitar, di mana terdapat banyak bangunan megah, tetapi jalan raya cukup sepi dan hanya ada beberapa pejalan kaki. Vincenzo pun segera berangkat dari gedung apartemennya, menuju sebuah gedung yang belum pernah ia masuki sebelumnya, tetapi tahu gedung apa itu. Sesuai dengan tujuannya, Vincenzo pun tiba di depan sebuah gedung besar dan tinggi. Saat hendak masuk ke dalam, mendadak saja ia dicegat oleh dua orang penjaga berbadan kekar. “Mohon maaf, orang tidak berkepentingan dilarang masuk,” kata salah satu penjaga, mengusir Vincenzo dengan cara halus. “Aku adalah seorang prajurit biasa, namaku Vincenzo. Aku ingin bertemu dengan Profesor Frank,” jawab Vincenzo, tidak gemetar sedikit pun. “Sekali lagi mohon maaf, meskipun anda seorang prajurit biasa, tetap tidak bisa masuk tanpa izin dari orang yang ingin anda temui.” “Tapi—” Belum sempat Vincenzo beradu argumen, mendadak saja seorang pria dengan tas di punggung, keluar dari gedung. Pria itu tak lain adalah Profesor Frank, dan Vincenzo pun segera menyapanya, “Profesor Frank.” Profesor Frank menoleh, menjawab, “Oh, Vincenzo. Kebetulan sekali aku sedang mencarimu.” Setelahnya, Vincenzo pun masuk ke dalam gedung besar yang tak lain adalah lab ini, bersama dengan Profesor Frank. Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah ruang rapat yang berukuran cukup luas, diisi oleh meja besar dengan beberapa kursi yang mengelilinginya. “Aku tidak ingin banyak basa-basi,” Profesor Frank memulai pembicaraan. “Shelter 21 sudah hancur dan tidak ada God Crusher yang tersisa lagi. Semuanya sudah binasa, tetapi beruntungnya mereka berhasil memukul mundur Hara dan membunuh salah satu dari ‘Makhluk Buas’ itu.” Vincenzo menundukkan kepala, mengepal erat kedua tangannya. “Jadi, benar kalau Shelter 40 tidak mengirimkan bantuan apa pun untuk menyelamatkan Shelter kita.” “Itu memang sangat disayangkan, tetapi kenyataannya mereka hanya diam dan mengamati lalu memaksa mereka yang dievakuasi ke sini, bekerja lebih banyak dari seharusnya.” Sebenarnya Vincenzo sangat ingin memukul sesuatu sekarang, tetapi ia menahan emosinya agar tidak meluap, kemudian mengatur tarikan napas. “Lalu, apa yang membuatmu mencariku?” tanya Profesor Frank karena Vincenzo hanya diam saja. “Sebenarnya, aku baru saja mendapatkan sebuah ide gila di dalam kepalaku, tetapi tidak tahu apakah itu bisa menjadi nyata atau tidak,” kata Vincenzo. “Semuanya berawal dari ‘kegilaan’ itu. Katakan saja apa idemu.” Vincenzo pun melirik tangan kanannya sejenak. “Bagaimana jadinya kalau lingkaran sihir dan kekuatanku yang sekarang, bersatu?” “Jangan pikir kalau lengan kananmu itu hanya terbuat dari sains saja. Itu tidak lain adalah gabungan antara sihir dan sains. Sebab, mana mungkin cahaya dapat menjadi padat sedangkan cahaya itu sendiri tidak mempunyai masa. Namun, dengan sihir kau dapat membuat sesuatu yang mustahil menjadi nyata.” Mendengar jawaban yang sangat rinci itu, Vincenzo terdiam dan baru terpikir sekarang kalau selama ini ia sudah menggunakan sihir, tetapi dalam bentuk yang berbeda. Mengerti apa yang dirasakan Vincenzo sekarang, Profesor Frank berkata lagi, “Namun, kalau kau menginginkan sesuatu yang lebih daripada kekuatanmu sekarang, kau bisa mencoba menjadi God Crusher. Mereka mungkin adalah kombinasi terbaik antara sihir dan sains saat ini.” “Saran itu sungguh tidak membantu. Mereka bilang, aku tidak pantas menjadi God Crusher. Atau lebih tepatnya, di mata mereka aku hanya segelintir debu tanpa harapan untuk menjadi dinding.” “Aku kurang dapat dalam hal memotivasi, tetapi akhir-akhir ini aku menemukan sesuatu yang menarik, tetapi masih belum cukup bukti untuk membuat sebuah kesimpulan, yang setidaknya mendekati benar.” Profesor Frank pun berdiri, mulai berjalan keluar. “Sampai saat itu tiba, kuharap kau tak putus semangat dan tidak melakukan hal-hal yang aneh. Aku akan berusaha membantumu.” Meski tampak acuh tak acuh, sebenarnya Profesor Frank menyimpan harapan besar di pundak Vincenzo. Pria ini sering melihat bagaimana Vincenzo berlatih, serta mengetahui masa lalu Vincenzo dan ambisi pemuda itu yang sebenarnya. Di sisi lain, dengan masih terus memikirkan ucapan Profesor Frank, Vincenzo berjalan keluar dari lab, menuju apartemen. Ia masih belum dapat memahami apa maksud dari Profesor Frank, tetapi dari apa yang ia perhatikan, kemungkinan besar Profesor Frank sedang mengkaji tentang suatu masalah. Menggelengkan kepala beberapa kali, Vincenzo berhenti memikirkan tentang hal tersebut, kemudian masuk ke gedung dan berjalan menuju apartemen. Ketika masuk, dia lantas disambut oleh Carina, “Vincenzo, selamat datang.” “Aku pulang,” kata Vincenzo, hendak mengambil pakaiannya di dalam lemari. Namun, mendadak Edward bertanya, “Bagaimana hasilnya?” Seketika Vincenzo mengerti bahwa Edward sudah menebak apa yang dilakukannya saat keluar tadi. “Tidak ada yang spesial,” jawab Vincenzo. “Aku tahu kau pasti sudah dapat menebak apa yang terjadi, kan, Edward?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD