bc

Alena

book_age12+
496
FOLLOW
4.1K
READ
love after marriage
arranged marriage
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Tidak ada satupun yang bisa mengelak takdir termasuk Elena.

Alena gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya di kelas. Sibuk dengan novel, ataupun buku pelajaran. Pergaulannya, bahkan tidak jauh dari teman-teman sekelasnya.

chap-preview
Free preview
Alena 1
Srek Kedua kaki yang terlapisi sepatu converse berwarna hitam itu berhasil menapaki tanah setelah bersusah payah memanjat pagar. Badan si pemilik kaki itu langsung tegap begitu dirasanya ia berhasil dalam meloncat dan sama sekali tidak memiliki cedera. Matanya melihat ke sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada sama sekali orang yang melihat aksinya. "Aman," katanya lega. Kemudian dia mulai melangkah sambil membungkuk agar tidak ketahuan jika ada orang yang berkeliaran nantinya. Lalu dia mengambil arah jalan dari toilet perempuan karena setahunya jalan itulah yang paling sepi. Untuk beberapa saat ia bersembunyi dibalik tembok dan sesekali mengintip. Saat dirasanya benar-benar sepi, kembali, ia melangkahkan kakinya. Namun aksinya terhenti begitu suara seseorang terdengar. "Kamu ngapain?" Gatra. Si 'ia' yang tadi memanjat pagar. Cowok itu langsung memejamkan matanya saat merasa bahwa dirinya tertangkap basah. Gatra berbalik badan dan menemukan sosok perempuan dengan tampang polosnya menatap Gatra dengan bingung. Gatra sempat terdiam ditempatnya untuk beberapa detik, kemudian berhasil meloloskan suaranya. "Lo... nanya ke gue?" Cewek itu mengangguk dengan wajah polosnya. "Bel daritadi udah bunyi, kamu nggak masuk kelas?" Gatra menggaruk kepalanya, bingung. Apa cewek ini tidak sadar bahwa Gatra terlambat datang? Atau cewek ini tidak tahu Gatra siapa? Atau mungkin dia anak baru. Dan masih banyak lagi atau dan atau dikepala Gatra. "Eh, gini, jadi gue itu terlambat datang ke sekolah. Terus gue manjat pagar dibelakang, niatnya sih tadi ngendap-ngendap mau ke kantin tapi malah ketemu sama lo." ucap Gatra sangat-sangat jujur. Cewek itu nampak berpikir, kemudian kembali bersuara. "Jadi sekarang kamu mau ke kantin?" Gatra mengangguk sekali. "Tapi, gue udah ketahuan sama lo. Lo mau laporin ke BP, yah?" "Enggak," cewek itu menggeleng tiga kali. "Aku mau langsung ke kelas, pelajaran kimia kali ini ada kuis, aku gak mau ketinggalan cuma karena mau laporin kamu." Tanpa menunggu balasan dari Gatra, cewek itu segera melangkah pergi meninggalkan Gatra sendirian yang masih melongo. Cewek itu aneh, dia tidak akan melaporkan Gatra setelah mendapati Gatra yang terlambat datang, bahkan yang lebih anehnya, dia tidak menjerit histeris seperti cewek-cewek lainnya saat berpapasan dengan Gatra. Tapi tidak mau berlama-lama dan tidak mau ambil pusing, Gatra segera kembali berjalan menuju kantin. Bodo amat lah sekarang kalau dia ketahuan guru, toh ini sudah mau hampir tiga tahun ia lakukan. "Al, kantin, yuk?"  Cewek yang dipanggil dengan sebutan 'Al' itu langsung mendongak, mengalihkan perhatiannya dari novel untuk menatap kedua sahabatnya bergantian. "Enggak deh," Alena menggeleng. "Aku mau ngabisin baca novel ini dulu."  Helena berdecak. "Al, udah mau tiga tahun sekolah disini dan lo jarang banget ke kantin, gimana caranya lo mau dikenal sama warga sekolah kalo lo sendiri aja ngurung diri mulu di kelas?" Alena hanya mengangkat bahunya tak acuh dan kembali memfokuskan diri pada novel ditangannya. "Udah lah," Rana menyenggol lengan Helena. "Kita ke kantin aja, mau lo ngomong sepanjang rel kereta api kalo dia-nya emang gak mau ya percuma." Akhirnya Helena hanya mengangguk pasrah. "Mau nitip, Al?" "Cilok ya, sama teh kotak." pesan Alena tapi pandangannya tetap fokus pada novel yang ia baca. Helena dan Rana saling pandang kemudian mengangkat bahu pertanda bahwa semuanya terserah Alena saja. Lalu keduanya berjalan bersama keluar dari kelas menuju kantin. Seperginya Helena dan Rana. Alena kedatangan orang lagi yang menganggu aktivitasnya. Pandu, si ketua kelas. "Alena," panggil Pandu kemudian mulai duduk dibangku samping Alena. Alena menghela nafasnya pelan kemudian berusaha tersenyum ramah. "Iya, Pandu?" "Gini loh," Pandu menggaruk belakang lehernya, agak salah tingkah untuk berbicara dengan Alena. "Gini apa, Pandu?" tanya Alena lagi saat Pandu tidak meneruskan ucapannya. "Gini, gue bisa minta tolong, nggak?"  "Minta tolong apa, ya?" Pandu menghembuskan nafasnya perlahan, mendadak ia gugup. Padahal Pandu bukan— bahkan tidak ingin menyatakan cinta. "Aduh, kok gue jadi susah ya ngomongnya, mana mendadak jadi gugup, gini." terang Pandu.  Alena mengernyit. "Kok, gugup? Kamu bukan mau minta aku jadi pacar boongan kamu, kan? Kayak di novel-novel," Pandu tertawa kecil. "Enggak lah," lalu Pandu berdehem dan akan segera menjelaskan. "Jadi gini, minggu depan kita ada acara kemping buat anak-anak kelas 12. Nah, gue gak sempet buat catat nama-nama kalian karena urusan ketua kelas harus bantuin OSIS. Gue minta tolong sama lo nih buat catet siapa aja yang mau ikut. Boleh, nggak?" Alena mengernyit. "Sekretaris kita, si Aya?" "Kan Aya lagi keluar kota, jadi gue cuma bisa minta tolong sama lo sebagai cewek yang normal di IPA1 ini selain Aya." balas Pandu. "Oh, yaudah," "Yaudah? Lo mau bantu?" tanya Pandu memastikan. Alena mengangguk. "Iya, nanti aku bantu. Cuma catet nama anak-anak IPA1 yang mau ikut, kan?" Senyum Pandu mengembang. "Iya. Eh hampir lupa," Pandu menepuk dahinya pelan. "Sama minta uang partisipasi ya, 15 ribu per-orang." Alena mengangguk lagi. "Oke!" Kantin dengan nama 'GANGSTER' itu selalu tampak ramai jika jam istirahat telah tiba. Pasalnya di kantin itu rata-rata anak cowok yang tempati, dan tentunya tempat pentolan sekolah berkumpul.  Bukan hanya karena menu makanannya yang enak, tapi penjual di kantin itu yang membuat para pentolan sekolah betah disana. Si penjual itu sering dipanggil Mbah Geng. Sifatnya yang seperti anak muda dan sangat pengertian pada anak-anak berandal itulah yang paling disenangi. Seperti sekarang ini, Mbah Geng sedang menyiapkan makanan untuk Gatra dan teman-temannya. Sesekali bercanda gurau dengan Gatra cs. "Mbah bosen, kalian nggak pernah bawa cewek kalo kesini." kata Mbah saat menaruh jatah Gatra diatas meja. "Tenang Mbah, nanti Rega bawa cewek biar Mbah punya temen. Jadi nanti anggota gangster kantin bertambahh!" ucap Rega dengan tawanya yang menyusul. Firly memukul meja dengan pelan tapi mampu menarik perhatian Mbah Geng dan ketiga temannya. "Gue! Gue orang pertama yang bakal bawa cewek kesini," "Ngomongnya kagak perlu teriak juga, ini para pelanggan pada mau lari semua denger suara kamu udah kayak tikus kejepit." tegur Mbah Geng sambil mengusap telinganya. Firly memasang wajah pura-pura ngambek yang hanya mendapat jitakan dan makian jijik dari teman-temannya. Setelah itu mereka tertawa. "Mbah, milo dingin satu." pesan Zidan yang langsung diangguki Mbah Geng. "Eh, Pandu mana?" tanya Gatra begitu ia sudah menghabiskan makanannya. Ketiga temannya hanya mengangkat bahu pertanda tidak tahu. Lalu kembali berkutat dengan makanan masing-masing. "Woy!" Panjang umur. Itu dia, Pandu.  "Darimana lo?" tanya Gatra. "Biasalah, gue kan anak teladan, urusan gue banyak. Sampe kerja sama bareng OSIS." jawab Pandu seraya mengambil posisi duduk disamping Zidan yang masih kosong. Gatra manggut-manggut dan mengeluarkan sebatang rokok dari kantong celana abu-abunya. Nah, ini juga dia mengapa kantin Gangstar menjadi tempat paling nyaman untuk anak-anak berandal seperti Gatra. Kantin ini lumayan cukup jauh dari pantauan guru-guru. Makanya ada yang bebas merokok seperti Gatra. "Kerja ketua kelas emang, gitu? Sampe berhubungan sama OSIS," tanya Rega. Cowok itu meminjam korek Gatra untuk menyalakan rokoknya. Pandu menggeleng. "Gak juga sih, cuma si OSIS minta bantuan sama setiap ketua kelas. Mereka mau buat acara kemping khusus anak kelas 12." "Kemping? Dimana?" tanya Firly ditengah sibuknya ia menghabiskan makanannya. "Gue belum tau tempatnya dimana." "Kapan?" kali ini Zidan yang bertanya. "Minggu depan." jawab Pandu kemudian dia tersenyum penuh arti. "Lo pada mau ikut?" "Banyak cewek cantik, gak?" tanya Rega. "Siapa tau gue bisa nemu biar gue kenalin sama Mbah geng." Firly mengangguk setuju. "Iya, gue juga. Kalo ada yang mulus kan bisa cuci mata dikit." "Mulai otak kotor beraksi," ledek Zidan sedangkan Firly hanya cengengesan. "Gue ikut deh," sahut Gatra saat sekian lamanya hanya diam. Pandu berseru puas. "Kalau Gatra ikut, lo bertiga juga ikut kan?" Tanpa menunggu ketiga temannya bersuara. Gatra mewakili. "Mereka ikut." Kedua kaki yang terlapisi sepatu converse berwarna hitam itu berhasil menapaki tanah setelah bersusah payah memanjat pagar. Badan si pemilik kaki itu langsung tegap begitu dirasanya ia berhasil dalam meloncat dan sama sekali tidak memiliki cedera. Matanya melihat ke sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada sama sekali orang yang melihat aksinya. "Aman," katanya lega. Kemudian dia mulai melangkah sambil membungkuk agar tidak ketahuan jika ada orang yang berkeliaran nantinya. Lalu dia mengambil arah jalan dari toilet perempuan karena setahunya jalan itulah yang paling sepi. Untuk beberapa saat ia bersembunyi dibalik tembok dan sesekali mengintip. Saat dirasanya benar-benar sepi, kembali, ia melangkahkan kakinya. Namun aksinya terhenti begitu suara seseorang terdengar. "Kamu ngapain?" Gatra. Si 'ia' yang tadi memanjat pagar. Cowok itu langsung memejamkan matanya saat merasa bahwa dirinya tertangkap basah. Gatra berbalik badan dan menemukan sosok perempuan dengan tampang polosnya menatap Gatra dengan bingung. Gatra sempat terdiam ditempatnya untuk beberapa detik, kemudian berhasil meloloskan suaranya. "Lo... nanya ke gue?" Cewek itu mengangguk dengan wajah polosnya. "Bel daritadi udah bunyi, kamu nggak masuk kelas?" Gatra menggaruk kepalanya, bingung. Apa cewek ini tidak sadar bahwa Gatra terlambat datang? Atau cewek ini tidak tahu Gatra siapa? Atau mungkin dia anak baru. Dan masih banyak lagi atau dan atau dikepala Gatra. "Eh, gini, jadi gue itu terlambat datang ke sekolah. Terus gue manjat pagar dibelakang, niatnya sih tadi ngendap-ngendap mau ke kantin tapi malah ketemu sama lo." ucap Gatra sangat-sangat jujur. Cewek itu nampak berpikir, kemudian kembali bersuara. "Jadi sekarang kamu mau ke kantin?" Gatra mengangguk sekali. "Tapi, gue udah ketahuan sama lo. Lo mau laporin ke BP, yah?" "Enggak," cewek itu menggeleng tiga kali. "Aku mau langsung ke kelas, pelajaran kimia kali ini ada kuis, aku gak mau ketinggalan cuma karena mau laporin kamu." Tanpa menunggu balasan dari Gatra, cewek itu segera melangkah pergi meninggalkan Gatra sendirian yang masih melongo. Cewek itu aneh, dia tidak akan melaporkan Gatra setelah mendapati Gatra yang terlambat datang, bahkan yang lebih anehnya, dia tidak menjerit histeris seperti cewek-cewek lainnya saat berpapasan dengan Gatra. Tapi tidak mau berlama-lama dan tidak mau ambil pusing, Gatra segera kembali berjalan menuju kantin. Bodo amat lah sekarang kalau dia ketahuan guru, toh ini sudah mau hampir tiga tahun ia lakukan. "Al, kantin, yuk?"  Cewek yang dipanggil dengan sebutan 'Al' itu langsung mendongak, mengalihkan perhatiannya dari novel untuk menatap kedua sahabatnya bergantian. "Enggak deh," Alena menggeleng. "Aku mau ngabisin baca novel ini dulu."  Helena berdecak. "Al, udah mau tiga tahun sekolah disini dan lo jarang banget ke kantin, gimana caranya lo mau dikenal sama warga sekolah kalo lo sendiri aja ngurung diri mulu di kelas?" Alena hanya mengangkat bahunya tak acuh dan kembali memfokuskan diri pada novel ditangannya. "Udah lah," Rana menyenggol lengan Helena. "Kita ke kantin aja, mau lo ngomong sepanjang rel kereta api kalo dia-nya emang gak mau ya percuma." Akhirnya Helena hanya mengangguk pasrah. "Mau nitip, Al?" "Cilok ya, sama teh kotak." pesan Alena tapi pandangannya tetap fokus pada novel yang ia baca. Helena dan Rana saling pandang kemudian mengangkat bahu pertanda bahwa semuanya terserah Alena saja. Lalu keduanya berjalan bersama keluar dari kelas menuju kantin. Seperginya Helena dan Rana. Alena kedatangan orang lagi yang menganggu aktivitasnya. Pandu, si ketua kelas. "Alena," panggil Pandu kemudian mulai duduk dibangku samping Alena. Alena menghela nafasnya pelan kemudian berusaha tersenyum ramah. "Iya, Pandu?" "Gini loh," Pandu menggaruk belakang lehernya, agak salah tingkah untuk berbicara dengan Alena. "Gini apa, Pandu?" tanya Alena lagi saat Pandu tidak meneruskan ucapannya. "Gini, gue bisa minta tolong, nggak?"  "Minta tolong apa, ya?" Pandu menghembuskan nafasnya perlahan, mendadak ia gugup. Padahal Pandu bukan— bahkan tidak ingin menyatakan cinta. "Aduh, kok gue jadi susah ya ngomongnya, mana mendadak jadi gugup, gini." terang Pandu.  Alena mengernyit. "Kok, gugup? Kamu bukan mau minta aku jadi pacar boongan kamu, kan? Kayak di novel-novel," Pandu tertawa kecil. "Enggak lah," lalu Pandu berdehem dan akan segera menjelaskan. "Jadi gini, minggu depan kita ada acara kemping buat anak-anak kelas 12. Nah, gue gak sempet buat catat nama-nama kalian karena urusan ketua kelas harus bantuin OSIS. Gue minta tolong sama lo nih buat catet siapa aja yang mau ikut. Boleh, nggak?" Alena mengernyit. "Sekretaris kita, si Aya?" "Kan Aya lagi keluar kota, jadi gue cuma bisa minta tolong sama lo sebagai cewek yang normal di IPA1 ini selain Aya." balas Pandu. "Oh, yaudah," "Yaudah? Lo mau bantu?" tanya Pandu memastikan. Alena mengangguk. "Iya, nanti aku bantu. Cuma catet nama anak-anak IPA1 yang mau ikut, kan?" Senyum Pandu mengembang. "Iya. Eh hampir lupa," Pandu menepuk dahinya pelan. "Sama minta uang partisipasi ya, 15 ribu per-orang." Alena mengangguk lagi. "Oke!" Kantin dengan nama 'GANGSTER' itu selalu tampak ramai jika jam istirahat telah tiba. Pasalnya di kantin itu rata-rata anak cowok yang tempati, dan tentunya tempat pentolan sekolah berkumpul.  Bukan hanya karena menu makanannya yang enak, tapi penjual di kantin itu yang membuat para pentolan sekolah betah disana. Si penjual itu sering dipanggil Mbah Geng. Sifatnya yang seperti anak muda dan sangat pengertian pada anak-anak berandal itulah yang paling disenangi. Seperti sekarang ini, Mbah Geng sedang menyiapkan makanan untuk Gatra dan teman-temannya. Sesekali bercanda gurau dengan Gatra cs. "Mbah bosen, kalian nggak pernah bawa cewek kalo kesini." kata Mbah saat menaruh jatah Gatra diatas meja. "Tenang Mbah, nanti Rega bawa cewek biar Mbah punya temen. Jadi nanti anggota gangster kantin bertambahh!" ucap Rega dengan tawanya yang menyusul. Firly memukul meja dengan pelan tapi mampu menarik perhatian Mbah Geng dan ketiga temannya. "Gue! Gue orang pertama yang bakal bawa cewek kesini," "Ngomongnya kagak perlu teriak juga, ini para pelanggan pada mau lari semua denger suara kamu udah kayak tikus kejepit." tegur Mbah Geng sambil mengusap telinganya. Firly memasang wajah pura-pura ngambek yang hanya mendapat jitakan dan makian jijik dari teman-temannya. Setelah itu mereka tertawa. "Mbah, milo dingin satu." pesan Zidan yang langsung diangguki Mbah Geng. "Eh, Pandu mana?" tanya Gatra begitu ia sudah menghabiskan makanannya. Ketiga temannya hanya mengangkat bahu pertanda tidak tahu. Lalu kembali berkutat dengan makanan masing-masing. "Woy!" Panjang umur. Itu dia, Pandu.  "Darimana lo?" tanya Gatra. "Biasalah, gue kan anak teladan, urusan gue banyak. Sampe kerja sama bareng OSIS." jawab Pandu seraya mengambil posisi duduk disamping Zidan yang masih kosong. Gatra manggut-manggut dan mengeluarkan sebatang rokok dari kantong celana abu-abunya. Nah, ini juga dia mengapa kantin Gangstar menjadi tempat paling nyaman untuk anak-anak berandal seperti Gatra. Kantin ini lumayan cukup jauh dari pantauan guru-guru. Makanya ada yang bebas merokok seperti Gatra. "Kerja ketua kelas emang, gitu? Sampe berhubungan sama OSIS," tanya Rega. Cowok itu meminjam korek Gatra untuk menyalakan rokoknya. Pandu menggeleng. "Gak juga sih, cuma si OSIS minta bantuan sama setiap ketua kelas. Mereka mau buat acara kemping khusus anak kelas 12." "Kemping? Dimana?" tanya Firly ditengah sibuknya ia menghabiskan makanannya. "Gue belum tau tempatnya dimana." "Kapan?" kali ini Zidan yang bertanya. "Minggu depan." jawab Pandu kemudian dia tersenyum penuh arti. "Lo pada mau ikut?" "Banyak cewek cantik, gak?" tanya Rega. "Siapa tau gue bisa nemu biar gue kenalin sama Mbah geng." Firly mengangguk setuju. "Iya, gue juga. Kalo ada yang mulus kan bisa cuci mata dikit." "Mulai otak kotor beraksi," ledek Zidan sedangkan Firly hanya cengengesan. "Gue ikut deh," sahut Gatra saat sekian lamanya hanya diam. Pandu berseru puas. "Kalau Gatra ikut, lo bertiga juga ikut kan?" Tanpa menunggu ketiga temannya bersuara. Gatra mewakili. "Mereka ikut."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

A Boss DESIRE (Ganda - Gadis)

read
984.3K
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook