Alena 2

1263 Words
ALENA – 02 Gatra masih terus fokus pada ponselnya yang menampilkan sebuah game yang kini tengah ia mainkan. Raut wajahnya sangat serius dan jari-jarinya begitu gencar menekan-nekan layar benda berbentuk pipih itu. "AH!" Gatra menggeram kesal begitu permainan selesai tapi tidak happy ending. "Apaan nih?! Katanya Argus jago, baru segitu aja langsung kalah!" makinya. Yap, kalian pasti tahu apa nama game itu. Permainan anak jaman now banget. Mobile Legend. "Males lama-lama gue mainnya," Gatra membuang ponselnya sembarang kemudian mulai turun dari kasur empuknya. Berjalan keluar kamar dan menuju dapur. Pandangan Gatra berjelajah melihat seisi rumah saat dirinya akan turun dari tangga. "Mah? Mama?" Gatra menggaruk kepalanya hingga membuat rambutnya menjadi acak-acakan. "Mama kemana, sih?" tanyanya lebih kepada diri sendiri. Kemudian dia kembali berjalan. "Mama?" panggil Gatra lagi, kali ini dengan nada yang cukup keras. "Apa sih, kamu?! Teriak-teriak, udah malem nih, tetangga pada marah nanti." omelan Gina— mama Gatra, terdengar saat ia menampakan dirinya yang ternyata saat itu sedang berjongkok untuk memeriksa kulkas. Gatra hanya menyengir lebar. "Gatra mau s**u, Mah.." pinta Gatra lalu duduk disalah satu kursi dekat meja pantry. Gina berdiri, menegakkan badannya lalu berbalik menatap anak laki-lakinya. "s**u apa? Yang madu udah habis, Mama belum pergi belanja." "Hm..." Gatra manggut-manggut. "Strawberry aja, deh." Gina mengangguk dan mulai bekerja. Mengeluarkan s**u bubuk rasa strawberry dari dalam kulkas dan mulai membuatnya.  "Gimana sekolah kamu?" tanya Gina disela-sela aktivitasnya membuat s**u. "Baik." jawab Gatra begitu cepat. "Kenapa, Mah?" "Enggak, nanya aja." lalu Gina mulai memberikan segelas s**u strawberry yang sudah jadi itu pada Gatra. "Nih," Gatra tersenyum lebar. "Thanks, Mom. I love you," Gina mengangguk dan ikut tersenyum. "I love you too. Oh ya, denger-denger, kamu ada pelajaran tambahan?" Setelah meminum seteguk susunya, Gatra mengangguk untuk menjawab pertanyaan Gina. "Iya," "Belajar yang bener yah, biar bisa wujudin cita-cita yang kamu mau," pesan Gina. "Jangan bandel lagi, kamu udah kelas 12, gak malu apa kalo nanti kamu gak lulus?" Gatra terdiam. Jangan bandel lagi? "Gatra?" "Eh-- iya, Mah?" Gatra tersadar. "Denger Mama, nggak?" Gatra terdiam lagi, berpikir. Kemudian pada akhirnya tidak ada jawaban lain lagi selain ia harus jawab, "Iya, Mah, Gatra denger." "Alena, ayo bangun, mau berangkat jam berapa ke sekolahnya?" Alena menutup wajahnya dengan selimut saat cahaya matahari pagi berhasil menembus jendela kamarnya yang tirainya sudah terbuka. "Lima menit, Bun,"  Nova— Bunda Alena, menggeleng pelan melihat tingkah anak gadisnya yang selalu susah bangun pagi.  "Enggak ah, lima menitnya kamu itu se-jam. Ayo bangun, entar telat, loh." Nova menarik tangan Alena agar anaknya itu segera bangkit dari tempat tidurnya. "Ah, Bunda mah gak ngerti, Alena masih ngantuk, Bun," rengek Alena saat Nova berhasil membuat dirinya terduduk. "Bukannya gak ngerti," Nova menarik tangan Alena lagi agar kali ini segera berdiri dan mulai menuntun Alena menuju kamar mandi. "Tapi kan ini hari sekolah, emang kamu gak mau sekolah? Udah kelas 12, kalo banyak bolosnya entar gak lulus," Alena berdecak. Mengapa harus ada sekolah. Sekolah cuma perusak tidur nyenyak orang. Itu pikiran Alena saat dirinya dipaksa bangun tidur. "Udah, udah. Mandi cepet sana, Bunda tunggu dibawah." Tak sampai berjam-jam, Alena sudah keluar dari kamarnya dengan keadaan rapi dan wajah sumringahnya. Moodnya hari ini sangat bagus untuk ke sekolah terlebih dia mempunyai novel baru untuk dibaca nanti.  "Ceria banget anak Bunda," tegur Nova saat Alena sudah duduk dengan manis menanti sarapannya. "Iya dong. Hari ini mood Alen lagi bagus," balas Alena dengan senyumnya yang tak luntur sedikitpun. Nova terkekeh. "Iya? Tapi tadi dibangunin mukanya marah-marah," "Ah, itu.." Alena hanya menyengir lebar. Nova tertawa melihat tingkah anaknya itu. "Oh ya, ada pelajaran tambahan ya katanya?" Alena menghentikan aksi mengunyahnya dan mengernyit heran. "Kok, Bunda tau?" "Kan kemarin Helen kesini, dia ngasih tau Bunda." "Ngapain Helen kesini?" tanya Alena lagi. Kali ini kembali melanjutkan sarapannya. "Bawain barang yang Bunda pesen sama Mamanya." jawab Nova lalu mulai bergerak membereskan piring-piring diatas meja termasuk piring Alena yang saat itu baru saja kosong. Setelah menghabiskan segelas s**u vanilla-nya. Alena segera berpamitan pada Nova saat melihat jam tangannya sudah menunjukan pukul setengah tujuh. "Bun, Alen berangkat, ya?" "Iya. Belajar yang bener, ya!" "Siap grak!" Keluarganya Justin Bieber (5) Gatra G. : morning Firly Devano : good morning dong biar lengkap Zidan Prasetya : selamat pagi. hargai bahasa negaramu sendiri Rega Alexander : guten morgen dong biar keren Pandu Raditya : sama aja nyet:) Tumben jam segini udah pada bangun Pandu Raditya : biasanya jam 8 Gatra G. : kebangun kaget Rega Alexander : tidur lagi ya, dah Firly Devano : alhamdulillah Firly Devano : habis sholat subuh tu rasanya nenangin Pandu Raditya : alhamdulillah Gatra G. : sok alim lo tai Zidan Prasetya : boong lo, gue liatin lo masih tiduran Firly Devano : yah ketauan:) Firly Devano : rega inget sekolah jgn cuma tau sangean Gatra G. : masih pagi elah udah bahas yang gituan Zidan Prasetya : astagfirullah ukhti Pandu Raditya : gue nemu kondom Pandu Raditya : ada yg mau? Rega Alexander : GUEEEEE!!!! Gatra G. : gue punya sekarung Zidan Prasetya : bagi dong Firly Devano : permisi Firly Devano : kalo boleh tau mas mas ini pada bahas apa ya? "Kita kayak orang yang gak punya kerjaan, nyet!" Gatra memandang keempat temannya satu persatu. Sekarang ini mereka berlima sudah berada di kantin Gangster. Sudah lengkap dengan teh hangat diatas meja. Jadi, kenapa mereka berlima chat di grup? "Daripada hape sepi, gak ada yang ngechat, mending chat digrup biar hape keliatan rame." kata Firly. "Tapi ini berasa gue kayak orang t***l tau, nggak?" sanggah Rega. "Lo berempat udah dihadapan gue, tapi—" "Intinya hape lo rame. Lo seneng, kan?" sela Zidan. "Bersyukur aja. Daripada hape lo udah bagus, paket banyak, tapi gak ada yang ngechat." tambah Pandu. "Berterima kasih sama gue," timpal Gatra. "Gue yang nyaut duluan." Rega menggaruk kepalanya. "Jadi maksudnya, sekarang ini, gue di pojokin gitu?" "Mau banget lo di pojokin?" Rega langsung menggeleng. "Enggak deh, makasih. Gue udah bisa baca otak kotor lo pada."  Setelah obrolan tidak bermutu itu selesai, Pandu kembali bersuara. Bertanya kepada keempat kawannya. "Jadi, lo berempat tumbenan datang pagi gini, ada apa dengan cinta?" Gatra berdehem. "Gue mau masuk pelajaran kimia sama biologi hari ini. Biar ntar gue gak usah ikut pelajaran tambahan lagi," kata Gatra. "Lo bertiga?" tanya Pandu pada ketiga kawannya yang tersisa. "Gue.. Apa ya kalo gue," Rega berpikir keras. "Hm, gue mau masuk kelas juga kayaknya. Soalnya udah lama banget gue gak masuk," kata cowok itu akhirnya. "Berapa lama, Ga? Lamaan lo atau gue?" tanya Firly. "Sama, njir. Kita kan sekelas, b**o!" "Gue juga. Pelajaran pertama kelas gue penjas, sayang banget kalo gue absen." sahut Zidan. "Oh! Gue tau, biar lo bisa liatin cewek yang pantatnya semok-semok, apalagi itu-nya tuh kalo mereka lagi lari." seru Rega. Zidan menjitak kepala Rega yang langsung membuat Rega meringis kesakitan. "Ngeres mulu otak lo, heran gue."  "Oh ya, Gat, pelajaran kimia dikelas lo nanti kayaknya gue gabung," ucap Pandu. Gatra menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?" "Gue, sama beberapa teman kelas yang lain mau ikut remedi. Terus, kelas lo dapet ujiannya sebentar, ya paling disatuin, kan gurunya sama." Gatra manggut-manggut. "Bagus lah, kita saling bantu." Pandu dan Gatra saling bertos ria kemudian Pandu kembali melihat ketiga temannya. "Kasihan deh yang bukan anak IPA, padahal yang cantik-cantik banyak di kelas IPA apalagi IPA1." kata Pandu mengejek.  "Wah, parah! Lo gak pernah ngomong, kalo gue tau gue bakal nagkring di IPA1," kata Rega tidak terima saat Pandu baru memberi informasi yang sebenarnya sudah lama. Gatra tersenyum miring. "Gue duluan, ya. Maaf yang cantik gue embat!" lalu cowok itu berdiri dan berjalan menuju kelasnya tanpa memperdulikan teriakan Rega yang memanggil-manggil namanya. Gatra hanya tersenyum tipis mendengar itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD