Alena 3

1398 Words
ALENA – 03 Beberapa anak kelas IPA1 keluar dari kelas sambil menjinjing tas mereka dan berjalan menuju kelas IPA5. Di jam terakhir ini kelas mereka mendapat jam kosong dan sesuai perintah Ibu Elvita minggu lalu, "jika kelas kalian tidak ada pelajaran, kalian bisa bergabung bersama IPA5 untuk remedi."  "Anjir anjir! Kita bakal ketemu sama Gatraaa," seru Helena begitu mereka sudah berada di koridor kelas IPA5. Wajahnya tampak berseri-seri.  Rana menggeleng-gelengkan kepalanya. "B aja sih, lo seneng banget tau, gak?" "Astaga Rana, gimana gak mau seneng coba? Bayangin aja, untuk kali ini lo sekelas sama Gatra Geraldino cowok paling ganteng dan terkeren, walau itu cuma sementara."  Rana memutar bola matanya. Helena memang seperti itu, terlalu lebay. "Asal lo seneng, Len." "Kalian ngomongin siapa, sih?" tanya Alena yang sedari tadi hanya diam mendengarkan obrolan kedua sahabatnya dengan bingung. Begitu mereka sudah berada di pintu kelas XII IPA5, Helena berbisik pada Alena, "Ntar gue tunjukin orangnya." Pandu memimpin teman-temannya untuk masuk ke dalam kelas IPA5, dan juga didalam sana sudah ada Ibu Elvita yang menunggu mereka. "Permisi, Bu?" Ibu Elvita langsung menengok kearah pintu, kemudian mempersilahkan murid kelas XII IPA1 untuk bergabung bersama di kelas XII IPA5.  "Ayo, silahkan. Kalian langsung duduk, ujiannya akan segera Ibu mulai." Mereka dengan segera mencari bangku yang masih kosong. Pandu sudah pasti memilih duduk bersama Gatra. Sedangkan Alena dan Helena duduk tepat didepan dua cowok itu. Lalu Rana, lebih memilih menyendiri. "Nah, Al, itu yang dibelakang lo namanya Gatra." kata Helena dengan berbisik. "Gatra siapa?" tanya Alena. Cewek itu masih bingung.  Helena menghela nafasnya pelan. Alena lemot sekali. "Itu loh, yang gue sama Rana ceritain tadi," Dahi Alena bekerut untuk beberapa detik sebelum akhirnya dia berseru, "Ah, iya! Yang mana dia?" "Dibelakang lo." Alena langsung berbalik dengan cepat tanpa sempat Helena menahannya. Padahal Helena baru berniat menahan Alena agar tidak berbalik kebelakang. Tatapan Alena langsung bertemu dengan Gatra. Tiba-tiba saja dahi Alena kembali berkerut. Mereka seperti pernah bertemu.  "Eh, Alena!" sapa Pandu begitu menyadari bahwa cewek didepan mereka adalah Alena. Alena tersadar, pandangannya langsung beralih pada Pandu. "Eh— Hai, Pandu." lalu, dia kembali beralih menatap Gatra. Baru saat Alena akan bertanya, seruan Ibu Elvita langsung membuat Alena kembali menghadap kedepan. "Pandu!" Langkah Pandu yang baru saja akan menuju parkiran langsung terhenti begitu ia mendengar namanya terpanggil. Segera Pandu membalikkan badannya dan mendapati Alena yang berlari kearahnya. "Eh Alena, kenapa?" tanya Pandu saat Alena sampai dihadapannya. Setelah nafasnya kembali normal, Alena mulai berbicara, "Aku mau ngasih ini, nama-nama yang mau ikut kemping. Sesuai sama yang kamu suruh, itu udah sekaligus sama uang partisipasi." "Oh, iya-iya," Pandu mengambil kertas dan juga amplop berisikan uang partisipasi itu dari tangan Alena. "Makasih ya, Alena. Maaf nih udah ngerepotin, padahal kalau ada Aya gue gak bakal minta tolong sama lo." Alena tersenyum. "Gapapa, kok. Aku ikhlas bantuinnya." kemudian Alena berpamit untuk segera pulang. Setelah kepergian Alena, Pandu langsung memasukkan kertas dan amplop tersebut kedalam tas. Baru ingin melangkah, lagi-lagi ia ditahan oleh suara yang memanggilnya. Dan kali ini adalah teman-temannya. "Cie, barusan sama siapa, cie..." goda Firly seraya merangkul pundak Pandu. Rega menepuk-nepuk pundak Pandu. "Gue bangga. Sangat bangga, saat tau kalo temen gue udah punya cewek," Pandu menggelengkan kepalanya."Siapa bilang gue punya cewek?" "Terus, tadi siapa kalo bukan cewek?" tanya Firly. "Gak mungkin b*****g Thailand, kan?" Rega tergelak. "Betah gue mah kalo di sekolah kita ada b*****g Thailand. Seksinya itu loh, bayangin aja, ngalahin cewek yang bener-bener cewek!" "Ntar gue beliin buat lo biar lo rajin sekolah," ucap Zidan pada Rega yang kini sedang berfantasi bagaimana jika ada b*****g Thailand di sekolah mereka. "Lo berempat gue jadiin b*****g Thailand. Gue jual biar gue dapet banyak duit." sahut Gatra. Membuat keempat temannya bergidik ngeri padanya. Pandu menggelengkan kepalanya lagi. "Kenapa jadi bahas b*****g Thailand, coba?"  Mereka berlima mulai berjalan menuju parkiran, dimana kendaraan mereka terparkir. Untungnya kendaraan mereka terparkir saling berdekatan jadi tidak ada yang perlu berpisah jalan. "Jadi, tadi itu siapa?" tanya Firly lagi. Rasa penasarannya sangat besar tentang Pandu yang ngobrol berdua sama cewek. Rega mengangguk mendukung pertanyaan Firly. "Kenalin ke kita kalo emang cewek lo," "Lo punya cewek?" tambah Zidan dengan pertanyaannya. Pandu berdecak. "Dia bukan cewek gue. Cuma temen sekelas doang," Tapi jawaban Pandu belum dipercaya oleh ketiga temannya membuat Pandu lagi-lagi harus membuka suara untuk meyakinkan. "Gue udah bilang, dia bu—" "Dia cewek gue, bukan cewek Pandu." sela Gatra, lalu mulai menaiki motor ninjanya dan memakai helm. Segera menyalakan motornya dan mulai menjalankan kendaraan roda dua itu. Tanpa perduli dengan ekspresi keempat temannya yang masih melongo atas ucapan Gatra beberapa detik yang lalu. Kini telah tiba hari dimana anak-anak kelas 12 akan melaksanakan acara kemping mereka yang sudah direncanakan oleh OSIS beberapa minggu yang lalu. Dengan bantuan setiap ketua kelas maka acara itu berhasil dilaksanakan. Dengan jumlah bus yang cukup banyak karena harus mengangkut tiga kelas jurusan. IPA, IPS bahkan Bahasa. Belum lagi guru-guru yang diutus sebagai penanggung jawab. Maka OSIS tidak menentukan peraturan untuk duduk sesuai kelas. Semuanya bebas entah mau bercampur dengan kelas apapun tidak masalah. Gatra dan keempat kawannya tentu satu bus. Untuk apa mereka berpisah jika diberi kesempatan bersama. Sedangkan Alena dan kedua temannya memilih bus yang sama dengan Gatra. Bukan pilihan Alena, tapi pilihan Helena. Dan Rana hanya mengikuti. "Kenapa kita disini, Len? Padahal tadi kita masih muat loh se-bus sama anak OSIS, masih banyak kursi kosong." heran Alena saat Helena menariknya masuk kedalam bus yang isinya hampir semua dihuni oleh cowok. "Duh, Al, disini tuh ada Gatra sama temen-temennya. Ada Zidan, ada Rega, masih banyak lagi, deh!" Helena menyuruh Alena untuk segera duduk. "Lo duduk disini ya, gue sama Rana didepan lo." "Loh, kok? Aku sendiri gitu?" Alena melotot tidak terima. Jelas. Dia sudah dipaksa masuk disini lalu dia ditinggal sendirian? Yang benar saja. Helena menyengir. "Udah gapapa, kalo lo butuh sesuatu, gue sama Rana ada didepan lo. Oke?" Alena berdecak kesal. Apa-apaan Helena ini. "Terserah!" kesalnya. "Eh, Alena?" Alena langsung menengok kesamping dimana suara orang yang memanggilnya berasal. "Pandu?" "Sendirian?" Alena mengangguk. "Helena sama Rana didepan," tunjuk Alena dengan dagunya. Pandu manggut-manggut. "Kalo gue sendiri sih gue temenin, tapi gue udah sama Zidan." Alena tersenyum. "Gapapa, kok." Setelah itu bus akan segera berangkat saat semua orang sudah duduk dengan rapi dan barang-barang bawaan mereka sudah dipastikan aman tersimpan. "Semuanya lengkap?" tanya supir bus tersebut. Matanya menelusuri isi bus. "Tunggu, Pak!" teriak Firly. "Temen saya belum nongol," "Si Gatra kemane si?" tanya Rega berbalik kebelakang agar bisa bertatap dengan Pandu dan Zidan. Rega tidak sadar bahwa disamping kanannya ada yang akan segera kehabisan nafas. "Ranaaaaa, oksigennn!!!" gumam Helena dengan rasa senang yang tertahan. Pandu dan Zidan hanya mengangkat bahu untuk menjawab pertanyaan Rega. Tak lama kemudian sosok Gatra muncul. "Sori, Pak. Saya abis isi pulsa." kata Gatra pada Pak Supir yang saat itu menatapnya dengan tatapan bertanya. Lalu supir itu mengangguk dan pintu bus segera ditutup karena kendaraan raksasa itu akan segera berjalan. "Lah, gue duduk sama siapa?" tanya Gatra saat melihat bahwa tidak ada tempat yang kosong diantara keempat temannya.  Pandu menunjuk kursi kosong dengan dagunya. "Tuh," Gatra melihat cewek yang duduk disamping kursi kosong itu. "Siapa?" tanyanya pada Pandu. "Alena." "Alena siapa?" "Duduk aja udah, nanya mulu lo!" Gatra bergidik. "Santai kali," kemudian cowok itu mulai duduk. Mengeluarkan ponselnya dari saku jaket dan mulai menyumpal telinganya dengan headset. Alena menyadari jika ada orang yang duduk disebelahnya dan juga suara lagu samar-samar yang ia dengar. Kepala Alena langsung menengok kesamping. Ada cowok. Mendengarkan lagu dengan volume yang pasti sangat keras. Buktinya Alena sampai bisa mendengarnya, padahal Alena juga sedang mengenakan headset. Tangan kanan Alena terangkat untuk melepas satu headset yang menyumpal telinga kanan cowok itu. Perbuatan Alena itu langsung membuat si cowok membuka matanya yang terpejam dan menatap Alena dengan tatapan protes. "Kalau dengerin lagu itu gak boleh keras-keras, gendang telinga kamu bisa rusak." ucap Alena sangat lembut. Alis Gatra terangkat sebelah. "Lo urusin gue? Ada hal apa?" Alena tersenyum dan mengangkat bahunya. "Aku peduli. Sesama manusia kan emang harus gitu. Daripada aku gak buat apa-apa mending aku coba buat bantu orang ngindarin bahaya. Kayak sama kamu sekarang ini contohnya." Gatra terus menatap cewek itu dan terus melihat gerak-geriknya. Cewek itu mulai menekan tombol volume dari ponsel Gatra, menurunkan volumenya menjadi normal lalu memasangkan kembali headset yang sempat ia lepas ke telinga Gatra. Kemudian cewek itu kembali menghadap ke jendela dan memejamkan mata menikmati lagunya tanpa memperdulikan Gatra yang masih menatapnya dengan senyum tipis yang terukir diwajahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD