Bab 64
Menunjukkan Sikap
Dina berusaha untuk tidur dan melupakan kejadian barusan. Ia merasa kecewa bercampur marah karena ibunya seperti tidak mengindahkan maksud baiknya dan Oscar.
“Sedang sakit tapi terlalu gengsi untuk mengakuinya, sikap macam apa itu?” Omel Dina dalam hati.
“Aku harus berusaha untuk bicara lagi dengan mama malam ini.” Dina kembali membulatkan tekadnya. “Aku harus mendapatkan pengakuan mama sekarang atau tidak sama sekali!” kata Dina dalam hati.
Dina menunggu ibunya masuk ke kamar untuk tidur. Ia sangat yakin kalau sebentar lagi ibunya akan masuk ke kamar. Dina terus menunggu hingga kantuk menyerang dirinya. Ia berusaha melawan kantuknya agar bisa mendapatkan satu momen lagi untuk berbicara dari hati ke hati dengan ibunya tentang penyakit yang sedang diderita oleh ibunya itu. Hingga Dina tertidur, ibunya tidak juga masuk ke dalam kamar.
Sementara itu di ruang tamu, Oscar tidak memiliki cukup keberanian untuk menanyakan hal itu kepada ibunya padahal sebenarnya ia bisa memanfaatkan momen tersebut. Ia memang tidak seberani Dina dalam mengemukakan pendapatnya, khususnya kepada ibunya.
Gladys melihat Oscar terus menguap ketika sedang menonton televisi. Ia menunggu hingga Oscar menyerah pada rasa kantuknya dan memilih untuk masuk ke kamarnya. Gladys tetap menutup mulutnya rapat-rapat selama Oscar berada di sana bersamanya.
Setelah Oscar masuk ke kamarnya untuk tidur, Gladys pun mematikan televisi dan mengintip dari pintu yang terbuka sedikit untuk melihat apakah Dina sudah tidur atau belum. Begitu memastikan kalau Dina sudah tidur, Gladys pun masuk ke dalam kamar dan tidur di samping Dina.
Dalam tidurnya sesekali Dina menangis. Gladys sampai terbangun karena mendengar suara tangisan Dina. Sepanjang malam hal itu terjadi hingga beberapa kali dan setiap kali itu terjadi Gladys harus membelai rambut Dina agar ia bisa tenang dan tertidur kembali.
“Kasihan sekali anak ini…” Ujar Gladys. “Dia bahkan membawa semua beban pikirannya sampai ke alam mimpinya.”
Dina terbangun di pagi hari dan mendapati ibunya tidak ada di sisinya. Gladys bangun lebih awal, menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya, menyiapkan sarapan untuk Oscar dan Dina, kemudian berangkat ke kantor lebih awal serta tidak berpamitan kepada kedua anaknya itu. Ia tahu Dina tidak ada kuliah di pagi hari sementara Oscar akan berdinas di malam hari, sehingga mereka tidak mungkin bangun pagi. Namun untuk mengantisipasinya, Gladys tetap berangkat lebih awal ke kantor sebelum kedua anaknya bangun.
Dina telah berusaha untuk bangun pagi meskipun ia tidak ada kelas di pagi hari, tetapi ia masih kalah cepat dengan ibunya. Ia tidak sempat bertemu ibunya pagi itu. Hal itu semakin membuat Dina kesal kepada ibunya.
“Terus saja menghindariku!” Omelnya dalam hati pagi itu.
Dina telah selesai bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Ia sudah menyiapkan tas yang akan dibawanya ke kampus. Namun tidak hanya tas berisi buku-buku dan peralatan tulis itu saja yang hendak dibawa olehnya, ia juga membawa satu ransel lain yang berukuran cukup besar.
Ketika Dina sudah akan pergi, Oscar sedang berada di kamarnya. Dina hanya berpamitan dari balik pintu kamar Oscar tanpa masuk ke dalam.
Ketika dalam perjalanan, Dina menghubungi Helen.
“Len, kamu harus membantuku!” kata Dina dengan terburu-buru.
“Membantu apa?” Tanya Helen, santai.
“Aku berangkat dari rumah dengan alasan untuk pergi ke kampus hari ini tapi aku sudah membawa beberapa pakaianku.”
“Sebentar, sebentar… Kita kan kuliahnya nanti siang, kenapa lagi-lagi kamu berangkat sejak pagi? Lalu kamu membawa pakaian untuk apa?” Tanya Helen yang kebingungan.
“Kabur!” Jawab Dina dengan jujur.
“Whaaaat?” Teriak Helen, spontan.
“Tidak perlu berteriak seperti itu, gendang telinga beserta ponselku nanti rusak.” Balas Dina. “Aku sudah di angkot, aku ke rumahmu sekarang ya?”
“Ya sudah ayo!” Jawab Helen, spontan.
“Eh tapi jangan!” Helen seketika merubah jawabannya. “Jangan ke rumahku. Mamamu akan menemukanmu dengan mudah di sini. Tujuan kamu kabur biar kamu ditemukan atau tidak sebenarnya?”
“Tentu saja agar tidak ditemukan, kamu gimana sih?”
“Ya kan ada juga orang yang kabur dari rumah hanya untuk unjuk rasa dan tidak pergi jauh-jauh agar mudah ditemukan. Makanya aku ingin tahu tujuan kamu kabur itu apa, mau agar segera ditemukan atau tidak.” Helen menjelaskan.
“Pokoknya aku sudah dalam perjalanan menuju ke rumahmu. Nanti kita bahas di sana lagi.” Kata Dina kemudian menutup teleponnya.
Pada jam seperti itu orang tua Helen sudah berangkat ke kantor, sehingga tidak ada yang akan banyak bertanya jika melihat Dina datang dengan membawa serta beberapa pakaiannya.
Kurang dari tiga puluh menit setelah menutup teleponnya Dina telah tiba di rumah Helen. Helen segera mempersilakan Dina masuk dan langsung menuju ke kamarnya.
“Din, mamamu akan menemukanmu dengan mudah jika kamu kabur dan menginap di sini.” Kata Helen.
“Lalu aku harus menginap di mana?” Tanya Dina.
“Di rumahnya Kevin, mau tidak?” Usul Helen.
“Hah? Nggak ah!” Tolak Dina seketika.
“Di rumahnya Jeff?” Usul Helen lagi.
“Apalagi dia.”
“Yah terus di mana dong? Aku juga bingung!” Ujar Helen.
Helen kemudian menelepon Kevin dan menyuruh pemuda itu untuk segera datang ke rumahnya sekarang juga. Kevin tidak banyak bertanya, namun ia langsung mengiyakan permintaan Helen.
“Jadi apa yang membuatmu memutuskan untuk kabur dari rumah?” Tanya Helen sambil membawakan sepiring makanan dan segelas air putih untuk Dina.
Dina pergi dari rumah tanpa menyentuh makanan yang disiapkan oleh ibunya. Oleh karena itu ketika ia tiba di rumah Helen, ia berada dalam keadaan yang sangat kelaparan.
“Semalam aku mencoba membuat mamaku bicara soal penyakit yang dideritanya, akan tetapi mama justru menyangkal dan menciptakan kesan bahwa aku mengada-ada. Kakakku yang sejak awal sudah aku beritahu soal keadaan mama pun tiba-tiba ikut mempertanyakan kebenaran ceritaku karena penyangkalan mama itu.”
“Kemudian aku menunggu agar bisa berbicara dengan mamaku pagi ini, tapi ternyata mama pergi ke kantor pagi-pagi sekali bahkan saat aku belum bangun tidur. Aku benar-benar kecewa dan marah dengan sikap mama itu. Kami sedang berusaha untuk menolongnya namun ia malah menyangkalnya dengan begitu hebat.”
“Mama meminta bukti tentang masalah kesehatan yang aku sebutkan sebelumnya dan ketika aku masuk ke kamar untuk mencari amplop yang berisi hasil biopsy milik mama yang aku baca sebelumnya, amplop itu sudah tidak bisa aku temukan di mana pun. Mama mungkin sudah memindahkan dan menyimpannya ke tempat yang lebih tersembunyi agar tidak terlihat olehku maupun kakakku. Jadi aku pun tidak punya bukti apa-apa sekarang.”
Helen mengangguk mendengar penjelasan Dina itu.
“Sikap mamamu memang tidak bisa dimengerti. Ketika anak-anaknya ingin menolongnya, ia justru menyangkal kenyataan itu.” Ujar Helen.
“Benar.” Balas Dina, menyetujui.
Tidak berapa lama kemudian Kevin tiba di rumah Helen.
Helen menceritakan kejadian yang dialami Dina secara garis besar dan meminta pendapatnya tentang di mana Dina harus menginap malam ini.
“Di rumahku saja tidak apa-apa kok. Papaku sedang pergi ke luar kota, tidak ada yang akan mempertanyakan keberadaanmu di sana.” Usul Kevin.
“Aku juga mikirnya begitu sih.” Kata Helen.
“Kamu mau tidak, Din?” Tanya Helen kepada Dina.
“Apa aku punya pilihan lain?” Dina balas bertanya kepada mereka berdua.
Helen dan Kevin saling berpandangan kemudian mengangkat bahunya.
“Sayang sekali tidak ada, Din.” Jawab Helen.
“Ya sudah kalau begitu.” Balas Dina.
Kevin lantas menaikkan ransel berisi pakaian milik Dina ke mobilnya.
“Terima kasih ya Kev, aku berutang budi kepadamu.” Kata Dina kepada Kevin begitu Kevin kembali dari mobilnya.
“Aku memang tidak selalu berbuat kebaikan kepadamu, jadi anggap saja ini salah satunya. Maksudku bukan benar-benar berbuat kebaikan dalam arti sebenarnya, tapi kali ini aku membantu pelarianmu jadi anggap saja ini salah satu dari kebaikan yang bisa aku lakukan kepadamu.” Ucap Kevin kemudian tersenyum kecil.
Setelah makan siang, mereka bertiga berangkat menuju ke kampus dengan menumpang mobil milik Kevin.
“Len, apa kamu yakin aku tidak akan ditemukan oleh mama maupun kakakku jika aku menginap di rumahnya Kevin?” Tanya Dina.
“Aku pikir tidak. Belum ada satu pun dari mereka yang tahu rumah Kevin, bukan?” Helen balik bertanya.
“Aku belum pernah mengatakannya kepada mereka.” Jawab Dina.
“Ya sudah, sempurna kalau begitu!”
Sepanjang hari tersebut Dina tidak membahas tentang permasalahannya bersama ibunya lagi. Ketika jam pulang kuliah tiba, mereka bertiga pulang bersama lagi. Biasanya Kevin mengantar Dina lebih dulu, kini ia harus mengantar Helen terlebih dulu karena ia dan Dina akan pulang ke tempat yang sama.
“Titip Dina ya Kev!” Pesan Helen ketika ia turun dari mobil Kevin di depan rumahnya.
Kevin mengangguk dan tersenyum kepada Helen. Kevin dan Dina pun melanjutkan perjalanan mereka untuk pulang ke rumah.
Begitu tiba di rumah, Kevin segera menurunkan ransel milik Dina dari mobilnya dan menyerahkannya kepada salah satu asisten rumah tangga yang sudah siap menunggu perintah darinya.
“Ini temannya Helen. Dia mau menginap di sini. Tolong diantarkan ke kamar tamu ya!” Kevin memberikan perintah kepada salah satu asisten rumah tangganya.
“Silakan lewat sini.” Asisten rumah tangga Kevin mempersilakan Dina untuk mengikutinya menuju ke kamar tamu.
“Kevin, sekali lagi terima kasih ya!” Kata Dina sebelum ia pergi bersama asisten rumah tangga itu. Kevin tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya membalas dengan anggukan kepala dan juga wajah yang tidak menunjukkan ekspresi apapun.
Sementara itu di rumah Dina, Gladys telah selesai menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga. Oscar akan pergi untuk berdinas sebentar lagi oleh karena itu ia makan malam lebih dulu daripada yang lain. Hingga Oscar berangkat ke kantornya, Dina masih belum juga pulang.
“Dina kemana sih? Kenapa jam begini ia belum pulang dari kampus?” Tanya Gladys, dengan cemas sambil mondar-mandir di depan teras rumahnya seorang diri.
Gladys mencoba menghubungi nomor ponsel milik Dina, namun Dina telah memblokir nomor telepon ibunya sehinggaa apapun yang akan dilakukan oleh ibunya, entah itu menelepon atau mengirim pesan tidak akan ada yang sampai kepada Dina.
Lama kelamaan kepanikan mulai melanda Gladys. Ia bingung harus mencari Dina kemana. Namun ia tahu dengan jelas kalau ini pasti ada hubungannya dengan hal yang kemarin coba dikonfirmasi oleh Dina langsung kepada dirinya.