Dina Jatuh Cinta

1278 Words
November 2008 Beberapa minggu berlalu sejak kejadian Helen tiba-tiba meminta untuk menginap di rumah Dina. Helen tidak pernah membahas masalah itu lagi dengan Dina, namun Dina memiliki dugaan kalau Helen mungkin belum putus dengan Garry. Atau bahkan lebih parah lagi, yaitu mereka mungkin sudah berbaikan kembali. Suatu hari saat sedang menunggu kelas mereka yang berikutnya, Dina dan Helen duduk berdua dan mengobrol di bawah pohon ketapang yang telah diberi beton di sekelilingnya sehingga berfungsi sebagai tempat duduk para mahasiswa saat sedang senggang. “Din, kamu tidak tertarik untuk berpacaran?” Tanya Helen, tiba-tiba. “Kenapa bertanya seperti itu?” Dina balik bertanya. “Aku lihat kamu betah-betah saja untuk tetap sendiri.” “Ada orang yang aku suka, tetapi entahlah, aku tidak punya alasan untuk mendekatinya.” Jawab Dina dengan wajah muram. “Tidak punya alasan?” “Iya.” “Maksudnya gimana sih, aku tidak mengerti?” Tanya Helen lagi. “Aku sudah memperhatikannya belakangan ini. Dia cukup manis menurutku, dia berasal dari jurusan yang sama denganmu jadi sudah pasti tidak akan pernah sekelas denganku. Itulah kenapa aku merasa mustahil bagiku untuk mendekatinya.” “Oh jadi dia jurusan manajemen juga?” Helen ingin memastikan. Dina mengangguk. “Satu angkatan juga dengan kita.” Lanjutnya. “Hmmm…” Helen mengusap dagunya. “Kalau boleh tahu siapa orangnya?” “Ahhh, aku tidak akan mengatakannya kepadamu. Nanti heboh se-Indonesia lagi!” Kata Dina sambil cekikikan. “Tidak mungkin, aku bukan tipe orang seperti itu!” bantah Helen kemudian ikut tertawa. “Barangkali aku bisa membantumu,” bujuk Helen kemudian “Ayo beri aku sebuah nama…” Dina tersipu malu, “Tidak usah, sudah pasti dia tidak menyukaiku.” “Lho kok pesimis gitu?” protes Helen. “Belum juga dicoba, sudah mau menyerah.” “Aku tahu dia tidak akan mungkin menyukaiku.” “Memangnya siapa sih?” Tanya Helen dengan rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi. “Dia tidak begitu popular, tapi dia sangat manis. Aku yakin banyak yang menyukainya, tidak hanya aku.” Helen berpikir keras untuk menebak siapa laki-laki yang sedang dibicarakan oleh Dina. “Baiklah kalau kamu memang tidak mau memberitahuku siapa orangnya.” Dina tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Baiklah, tapi meskipun begitu aku akan tetap membantumu untuk mendekatinya.” Kata Helen dengan penuh semangat. “Mau tahu caranya?” tanyanya. Dina mengangguk dan menampakkan matanya yang berbinar. “Ayo beri tahu aku…” katanya. “Jadi begini, Din…” Helen mulai menjelaskan. “Nanti kan ada acara Natal yang akan diselenggarakan oleh senat kita.” Dina memperhatikan penjelasan Helen dengan saksama. “Mereka akan membuka jasa mengantar kado natal pada saat acara sedang berlangsung.” Helen melanjutkan. “Kamu bisa menggunakan jasa mereka jika kamu terlalu malu untuk melakukan hal itu sendirian.” Dina tersenyum mendengar usul Helen itu. “Great!” katanya. “Pertama-tama kita harus menyiapkan kadonya.” Kata Helen. “Belilah Sabtu nanti, aku akan menemanimu untuk mencari hadiah itu.” “Apa yang harus aku berikan?” Tanya Dina. “Ya bisa baju, ikat pinggang, atau barang-barang lain yang disukai anak laki-laki. Kita bisa lihat nanti di mall dan memilih mana yang terbaik untuk diberikan.” Dina mengangguk setuju. “Ayolah masuk kelas dulu, sudah waktunya ini!” ajak Helen sembari melihat ke arah jam tangannya. Mereka berdua kemudian berjalan menuju ke kelas mereka masing-masing. Ketika kelas mereka untuk hari ini telah berakhir seluruhnya, mereka berdua bertemu lagi di depan gerbang utama untuk pulang bersama. Dalam perjalanan pulang mereka membahas tentang barang apa yang dapat Dina berikan sebagai kado natal untuk pria misterius yang Dina sukai itu.     Hari berlalu dengan cepat. Hari ini hari Sabtu. Dina dan Helen akan pergi mencari hadiah di mall. Mall di kota Manado tidak begitu besar. Jumlahnya juga tidak banyak, hanya sekitar tiga dan terletak cukup berdekatan satu dengan yang lain. Mereka langsung menuju ke toko pakaian pria. Helen menunjukkan kepada Dina beberapa jenis ikat pinggang. “Terlalu mahal!” jawab Dina. “Bagaimana kalau dasi?” Tanya Helen ketika melihat ada sangat banyak pilihan dasi yang tergantung di dekat mereka berdua. Dina menggelengkan kepalanya menolak usulan Helen. “Terlalu terkesan seperti orang tua!” katanya. “Sapu tangan?” Tanya Helen. “Di zaman sekarang tidak ada lagi yang memakai sapu tangan.” Helen tertawa mendengar jawaban Dina, namun jawaban Dina itu memang ada benarnya. Kerena tidak menemukan apa yang ia inginkan, mereka akhirnya meninggalkan toko pakaian itu. Ketika melewati sebuah toko boneka, Dina tiba-tiba berbelok dan masuk ke sana. “Din, ngapain di toko beginian? Yang mau menerima kado kan laki-laki.” Di tangan Dina ada sebuah boneka kura-kura berwarna hijau. “Aku ambil yang ini!” katanya. Helen tidak mengerti maksud Dina membeli boneka itu. Setelah membayar boneka itu, Dina meminta mereka untuk langsung membungkusnya dengan kertas kado. Helen dan Dina duduk menunggu selagi boneka itu dibungkus oleh salah seorang pelayan toko. Begitu boneka selesai dibungkus dengan kertas kado, Dina pun langsung mengambilnya. Mereka lalu melangkah keluar dari toko itu dan segera meninggalkan mall sesaat setelahnya. Dalam perjalanan pulang dengan angkot, Helen yang masih merasa aneh dengan pilihan Dina tadi pun menanyakan kepada Dina. Ia ingin mendengar pendapat Dina perihal boneka yang baru saja dibeli. “Din, kenapa belinya boneka sih?” Tanya Helen. Dina tersenyum kecil kemudian menjawab, “Karena dia sama seperti kura-kura,” jawab Dina. Helen masih tidak mengerti dengaan maksud dari ucapan dan tindakan Dina itu. “Jika kura-kura lambat untuk bergerak, maka dia lambat untuk mengerti perasaanku!” terang Dina. Helen mengangguk tanda ia mengerti maksud perkataan Dina.   Acara natal kampus akan diadakan pada tanggal 1 Desember. Semua kado yang ingin dititipkan kepada senat untuk diantar sudah harus berada dikantor senat paling lambat pada tanggal 29 November. Dalam cara tersebut, para senat akan membantu mengantarkan kado-kado yang dititipkan kepada mereka. Hari acarapun tiba, semua mahasiswa dikumpulkan di aula. Dina dan Helen duduk bersama. Helen sudah hafal betul bentuk dan warna kado milik Dina itu. Ia ingin melihat kepada siapa kado itu diantarkan. Untuk sesaat kado Dina masih belum diantarkan. Kado itu masih berada di atas meja dengan belasan kado lainnya. “Pasti gugup ya?” Ledek Helen. Sambil tersenyum Dina menganggukan kepala. “Gugup tapi tidak terlalu juga sih!” katanya. “Tidak apa-apa.” Jawab Helen. “Nikmati saja prosesnya!” “Iya.” Jawab Dina.   Hingga detik menjelang acara dimulai Dina belum memberitahu Helen siapa laki-laki yang disukainya itu. Ia juga menuliskan nama pria itu di kado namun ia merahasiakannya dari Helen. Mata Helen terus berada di kado milik Dina. Salah seorang anggota senat kemudian mengambilnya untuk diantarkan kepada sang pemilik. Helen terus memperhatikan gerak-gerik orang yang memegang kado milik Dina itu, hingga akhirnya ia berhenti tepat di depan seseorang dan memberikan kado dari Dina itu kepadanya. “Aku kenal anak itu!” seru Helen kepada Dina. Dina tersipu malu. “Sudah aku bilang kan sebelumnya ia satu jurusan denganmu.” “Namanya Kevin.” Kata Helen dan Dina pun mengangguk. “Kenapa bisa menyukainya?” “Entahlah… Tapi menurutku dia manis.” Jawab Dina. “Iya dia memang manis.” Helen membenarkan perkataan Dina. Saat Dina dan Helen sedang asyik mengobrol, tiba-tiba seorang anggota senat datang mendekati Helen. “Helen Wijaya?” katanya. “Iya.” Jawab Helen. “Ini ada hadiah natal untukmu.” Katanya sambil menyerahkan sebuah kado yang dibungkus rapi dengan kotak berwarna merah. “Ini dari siapa?” Tanya Helen. “Nama pengirimnya ada di dalam mungkin, aku juga sudah tidak ingat. Sudah ya, terima kasih.” Anggota senat itu pun pergi. Helen dan Dina saling berpandangan dengan bingung. Ia tidak menyangka hal itu akan terjadi. Namun Dina menebak dalam hatinya kalau kado untuk Helen itu datang dari Garry.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD