1.4

1343 Words
Lelaki yang sedang menghadap laptopnya itu mendongkak sebentar. Lalu kembali menatap layar monitor ketika mengetahui siapa yang datang. Tangannya mengetik beberapa hal yang sedang ia cek. Berharap manusia di depannya segera pergi dari hadapannya. Tapi bukannya pergi, orang yang berdiri tenang di depannya itu malah menatapnya semakin intens. "Kenapa?" Tanya Revano. Pria muda itu terpaksa menutup laptopnya dan melihat ke arah sang ayah. "Kenapa kamu menolak Sanya?" Tanya sang ayah dengan tenang. Revano menghembuskan napasnya lelah. Kemarin adalah hari memalukan yang pernah Revano rasakan. Yang benar saja dia dijodohkan? Dirinya yang berumur 31 tahun masih harus dijodohkan?! Hell! "Aku jadi ragu apa Papa masih pintar atau tidak," jawab Revano asal. Terdengar sangat jelas bagaimana helaan napas pria tua itu sekarang. Tapi Revano tidak memperdulikannya. Terlalu malas menanggapi apa yang seharusnya sudah ayahnya ketahui. Bahkan di umur yang sudah sangat tua, masih saja melakukan hal semauanya. Bukannya diam dan menikmati hari tua, pria itu malah semakin gencar mencarikan jodoh untuknya. "Dek, kamu sudㅡ " "Pa, Revano bukan lagi anak kecil. Revano bukan lagi anak remaja, Revano juga bukan cowok dewasa yang gak mau deket sama cewek. Revano masih lelaki. Gak belok, Pa. Nggak!" Jika kalian berfikir, Papanya itu mencari jodoh untuknya karena umur Revano yang sudah seharusnya membina rumah tangga. Maka tebakkan kalian salah! Papanya itu kekeuh ingin melihat ia menikah lagi karena takut ia yang sudah berbelok. Iya! Papanya menyangka ia yang suka sama lawan jenis! Oh God! "Papa gak percaya! Kamu bahkan sampai sekarang belum bawa perempuan ke rumah." Revano menahan napas mendengar ucapan Ayahnya. Hey! Dikira cari anak cewek orang gampang?! Dikira cewek bisa ditarik terus ajak nikah?! Yang kemarin aja sampe marah ke dia. Gimana cewek lain?! "Pa, kasih Revano waktu lagi, ya? Revano nanti bawa cewek buat jadi istri Revan." "Waktu apa lagi?! Papa udah kasih kamu kebebasan satu tahun. Papa kira kamu bakal sembuh, tapi mana?" Jawab sang ayah murka. "Aku gak gay, Papa!" Tolak Revano. Lelaki itu bangkit dan menunjukkan sebuah foto pada sang ayah. Ia tempelkan baik-baik pada meja agar ayahnya melihat. Di sana terdapat sebuah gambar hitam putih. Gambar hasil USG di mana umur bayi yang ada di gambar itu masih berusia 3 bulan, dulu. "Lihat! Kalau aku gay, aku gak mungkin bisa hamilin Chandra dua tahun lalu. Kalau aku gay, aku gak mungkin bakal jadi calon ayah!  Yang bener aja Papa masih gak percaya kalau aku gak gay!" "Ya, itukan dua tahun lalu. Bisa aja kamu balㅡ " "Minggu depan aku bakal bawa calon istri aku ke rumah! Puas?!" Tukas Revano gemas. Papanya ini terserang berita apa sebenarnya?! Kenapa sangat susah sekali diberitahu? Virus apa yang sudah menyerang sistem otaknya sih? Revano jadi ragu kalau dia juga tidak pandai bukan karena Mamanya. "Oh, jadi kamu udah punya calon? Kenapa gak bilang sama Papa? Minggu depan Papa tunggu. Sampai kamu gak bawa, kamu harus siap nikah sama siapapun. Paham?" Revano terpaksa mengangguk. Ia mengatur napasnya yang masih memburu. Setelah pintu tertutup, tubuh Revano jatuh ke kursi. Ia merasakan lemas luar biasa pada kedua lututnya. Tak tahu harus membawa siapa minggu depan. Sedangkan nama perempuan di hatinya hanya satu. Chandra. Dan hubungannya dengan wanita itu semakin menjauh sekarang. "Mas harus gimana, sayang? Mas gak bisa nikah sama yang lain. Nanti kalau jelek, Mas gak bisa tidur. Ra.. Mas harus culik kamu?" Racau Revano. Lelaki itu menutup wajahnya dengan lengan. Menutup mata, berharap ketika ia bangun semua racauannya terkabul. Brak. Revano menahan umpatannya. "Bos, Chandra dianterin pulang sama cowok! Yang waktu itu ngaku kalau dia pacarnya!" Dug. "Hah?! Yang bener?!" Pekik Revano. Lelaki itu langsung bangkit dari duduknya. Menatap seorang pegawai yang ia khususkan memata-matai Chandra. "Serius, Bos. Mereka baru aja lewat jalan depan sana." "Sialan! Lagi-lagi kecolongan!" *** "Makasih ya, Rey. Lo mau mampir dulu?" Tawar Chandra ramah. Lelaki yang masih duduk di motor ninjanya itu menggeleng. Ia mengusap rambut wanita di depannya dengan lembut. "Kagak usah. Udah malem juga. Gak baik. Masuk gih sana. Langsung tidur, jangan maenin hape mulu. Tuh, kantong mata lo segede gaban!" Chandra tertawa. Wanita itu menoyor kepala Rey kuat. Sebab Rey memakai helm, jadi toyoran sekeras apapun tidak akan membuat lelaki itu jatuh kan? "Yaudah. Sekali lagi thank's ya." Rey mengangguk. Lelaki itu memundurkan motornya perlahan. Keluar dari pekarangan gedung tinggi di depannya. Dengan lambaian tangan Chandra dan senyum manis wanita itu. Rey memberi satu klakson kecil sebelum akhirnya mengangguk dan pergi. Chandra ikut mengangguk dan semakin melebarkan senyuman. Namun ketika ia akan berbalik, sebuah mobil datang. Seketika senyum Chandra luntur. Wanita itu sangat hapal dengan plat mobil juga jenis mobil hitam itu. Tak mau membuat moodnya hancur, Chandra berpura-pura tidak mengenalnya. Ia berbalik dan berjalan masuk. Langkah kakinya sengaja dilebarkan. Pastinya untuk menghindar. "Selamat malam, Mbak Chandra." "Malam, Ren," jawab Chandra ramah. Reni yang bertugas sontak saja membulatkan mata. Suatu keajaiban Chandra membalas sapaan seseorang. Biasanya wanita itu hanya akan mengangguk dan tersenyum. Atau mungkin jika kondisinya tidak baik, akan langsung melengos begitu saja. "Chandra! Chan! Sayang!" Chandra sontak menghentikan langkahnya. Apa tadi?! Sayang?! "Chan.." "Saya gak mau keributan di sini. Dan jika tidak keberatan, bisa pergi dari sini?" Usir Chandra halus. "Chan, Mas mohon. Kita selesaikan semuanya hari ini, ya?" Chandra menghembuskan napasnya lelah. Baiklah, hanya hari ini kan? "Ya. Tapi setelah itu, jangan ganggu saya lagi." "Oke. Mas gak akan ganggu kamu lagi." Besok doang tapi, ya? Lanjut Revano dalam hati. Lelaki itu tersenyum lebar saat Chandra memasuki lift. Segera ia masuk ke dalamnya juga. Matanya tidak bisa lepas dari wajah Chandra. Wanita itu masih sama. Bibir atas tipis dengan bibir bawah yang sedikit tebal. Warnanya pink pucat. Ditambah dengan hidung mancung kecil. Pipi bulat yang sekarang terlihat mengecil. Dagu lancip dan belah. Lalu mata bulatnya yang menggoda. Revano tidak bisa melupakan bagaimana wajah manis itu tersenyum padanya. Yang sekarang berubah menjadi sedingin es saat melihatnya. "Bisa tidak memperhatikan sampai sedetail itu?" Ujar Chandra risih. Wanita itu menatap mata Revano yang kini masih melihatnya dengan intens. Beberapa detik kemudian mata mereka bertemu. Chandra rasakan sesak di dadanya. Begitu sulit bernapas sampai rasanya jantungnya terjepit. Ting. Chandra mengerjapkan mata. Ia palingkan kedua matanya ke depan. Tidak lagi memperdulikan Revano yang melihatnya terus-menerus. Walau risih, pria keras kepala ini pasti tidak akan mau melepaskan pandangannya. Kenapa lift ini berjalan lambat sekali, sih?! Biasanya hanya beberapa detik ia sampai. "Kamu sakit," kata Revano dalam. Chandra tahu itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan. Napas Chandra perlahan memburu. Sesak kembali ia rasakan. Ada hantaman kuat saat Revano mengetahui keadaannya. "Dan kamㅡ " Ting. Chandra buru-buru keluar dari lift. Berjalan cepat menuju unit apartemennya. Ia masukkan beberapa nomor pada layar di sebelah pintu. Dan ketika ada suara yang terdengar, Chandra baru membuka pintu apartemennya. Membukanya lebar-lebar dan menunggu Revano datang. Lelaki itu masih memasang senyum menyeramkanㅡ menurut Chandra. Setelah pria itu duduk di atas sofa. Chandra menutup pintu. Wanita itu tidak mengganti pakaian atau sekedar mengambil minum. Ia langsung duduk di sofa sebrang. Suasana sangat sunyi. Bahkan lampu hanya menerangi setengah. Sebab lampu ruang tengah dan dapur tidak ia nyalakan. "Apa yang mau Mas omongin?" Tanya Chandra setelah menarik napas panjang. Revano tersenyum semakin lebar tanpa sadar. Panggilan Chandra mampu membuatnya kaku seketika. Hilang pendengaran dan juga lemas di seluruh persendian. "Mas?" "Ah ya. Masalah itu.." "Kalau tujuan Mas ke sini cuman untuk bilang maaf. Atau mengungkit masa lalu, silahkan pulang. Dan jika Mas merasa tidak dihargai, aku minta maaf." "Bukan itu." "Terus? Aku rasa cuman dua hal itu yang bisa Mas ungkapkan sekarang untuk jadㅡ " "Ayo, rujuk!" "Hah?! Apa?" Chandra mendongkak dan menatap wajah Revano bingung. Wanita itu bahkan masih menganga tak percaya. Sedangkan pria di depannya hanya tersenyum dan tersenyum. Sebelum mengangguk cepat seperti anak kecil. "Iya. Ayo, kita nikah lagi," ujar Revano mengulangi ucapannya. Chandra menggeleng perlahan. Jadi, pria ini ingin datang ke apartemennya hanya untuk mengajak ia rujuk? Begitu? Bukan untuk menjelaskan yang sebenarnya Chandra tunggu? What the.. "Mas, ini bukan waktunya bercanda," desis Chandra mulai marah. Revano yang sudah tahu apa yang akan ia dapatkan. Langsung bangkit dari duduknya. "A-aku gak bercanda. Ayo, kita nikah lagi. Mas maㅡ " "KELUAR KAMU, MAS!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD