Wulan sedang duduk di bangku belakang kelas, wajahnya tertunduk, tangannya sibuk menggurat sketsa di buku gambar butut miliknya. Tangan kirinya memegang pensil 2B yang sudah hampir habis, sedangkan tangan kanannya menekan sudut kertas agar tidak lecek. Tapi siapa pun yang memperhatikan lebih dekat, akan menyadari bahwa bukan hanya gambar yang muncul di kertas itu, tapi juga kegelisahan yang sulit diucapkan.
Hari itu, suasana kelas XI IPA 3 agak berbeda. Keira sedang mengurus proposal kegiatan kelas, Icha sibuk latihan vocal group untuk lomba antar kelas, dan Naya... masih sibuk sok cuek dengan Dimas, yang sekarang malah makin sering nyamperin ke warung teh poci.
Wulan merasa seperti kembali jadi dirinya yang lama—terisolasi, diam, tidak dilihat siapa-siapa. Tapi bukan karena teman-temann
