Pagi itu, sekolah seperti biasa—rame, bising, penuh aroma gorengan kantin dan suara speaker toa yang udah setengah mati. Tapi Wulan merasa ada yang aneh. Loker miliknya… terbuka. Padahal semalam, ia yakin sudah menguncinya.
Wulan melangkah pelan. Sepatu kainnya nyaris tak bersuara di lantai koridor. Ia menarik napas, lalu membuka loker lebar-lebar.
Di dalamnya… ada kertas lipat berwarna cokelat tua, agak kusam, seperti kertas surat zaman dulu. Wulan menelan ludah, lalu membukanya.
Itu lukisan.
Lukisan wajah seorang perempuan tua—matanya kosong, rambut panjang terurai, dan di bawah gambar ada tulisan kecil, tangan siapa pun itu gemetar saat menulisnya:
"Kau tak sendirian, Wulan. Lukisanmu bukan hanya milikmu."
Wulan mematung. Jantungnya berdetak makin kencang. Siapa yang tahu soal luk
