Bertemu Part 2

1005 Words
"Kamunya sih kurang aktif, dari tadi perasaan kamu ga bertegur sapa ama Sita, kalian hanya diam kaya patung," omel Gege. "Nah bener tuh Ge, Zidan kurang gesit, jadi aza disamber Dafa, rasain tuh," tambah Mira. "Makanya, sebuah hubungan tuh harus jelas, kalau kamu ga suka ama Sita, putuskan, jadi persahabatan kita bisa kaya dulu lagi," tambah Fara. "Dari dulu kan aku ma Sita memang udah ga ada hubungan. Dari SD loh, kok kalian masih ngungkit lagi kenangan lama," Zidan mulai melakukan pembelaan. Dia lelah terus-menerus didesak oleh teman-temannya. "Kamu ga lihat pandangan Sita, dia masih berharap padamu Zi," kata Mira. "Perasaanku padanya udah tak bersisa sejak dari mulai dia memblokir nomorku saat itu dan dia mulai menjauhiku," Zidan mulai curhat nih. "Tapi kamu ga tahu kan alasan Sita melakukan hal itu, kamu bahkan tidak menanyakan hal itu setelah sekian lama. Ada alasan Sita melakukan hal itu padamu, Zi," beber Fara. "Aku ga peduli, kekesalanku padanya belum berkurang sedikit pun dan aku tidak perlu tahu alasan Sita melakukan hal itu padaku," jawab Zidan. Gege yang mendengar hal itu, hanya bisa menghela napas panjang. Dia yang tahu keseharian Zidan di Amerika, bagaimana Zidan beberapa bulan sekali bergonta-ganti pacar, hanya bisa terdiam. "Tapi itu bukan alasan kamu untuk memacari wanita-wanita di kampusmu, Zi. Beberapa bulan sekali kamu ganti pacar terus dan terus seperti itu. Inget umur Zi," Gege mulai menasihati Zida. Zidan sepertinya sudah mulai kesal dinasihati terus-menerus oleh Gege, dia pun pamit pada teman-temannya. "Oke, akan aku pertimbangkan saranmu Ge, thanks ya, aku duluan ya teman-teman," Zidan pun berlalu meninggalkan mereka bertiga. Gege pun mulai bercerita kepada Fara dan Mira. Gege yang satu SMP dan satu SMA dengan Zidan, lanjut satu kampus, mulai bercerita tentang Zidan. Saat SMP dan SMA, mereka berenam jarang bertemu, sesekali saja, kadang dilanjutkan di grup WA obrolannya. Saat SMP dan SMA, Zidan menjadi anak yang pendiam dan dingin kepada siapa pun. Hanya kepada Dafa dan Gege, Zidan bisa meluapkan isi hatinya. Banyak cewek yang mengejar-ngejar Zidan, tapi tidak ada satu pun yang Zidan tanggapi. Dia mengabaikan mereka semua dan fokusnya hanya untuk belajar dan belajar. Saat mulai kuliah, Zidan mengalami perubahan. Dia menjadi lebih hangat pada semua mahasiswa, terutama mahasiswi yang satu angkatan dengannya. Bahkan Zidan mulai berpacaran dengan beberapa mahasiswi di sana. Tapi itu tidak berlangsung lama, setelah 3-4 bulan, Zidan mulai bosan dan memutuskan mereka. Entah apa yang membuat Zidan seperti itu, Gege tidak mengerti. Untunglah Zidan tidak pernah melewati batas saat pacaran, dia masih mengikuti norma-norma ketimurannya. "Kok Zidan berubah saat kuliah Ge?" tanya Fara. "Entahlah Far, aku juga bingung. Saat SMP dan SMA, dia tidak pernah dekat dengan perempuan satu pun. Ini malah saat masuk kuliah, dia semakin menjadi-jadi. Seakan ingin membuktikan sesuatu. Tiga tahun ini, mungkin dia sudah memacari 10 perempuan lebih," jawab Gege. "Kok bisa ya dia berubah drastis. Bukan seperti Zidan yang kita kenal dulu," tambah Mira. "Aku aza ma Dafa yang satu SMP dan SMA sama dia aneh ama kelakuan tuh anak, kok jadi kaya gitu," sambung Gege. "Apa selama SMP dan SMA, Zidan ga pernah menanyakan tentang Sita, Ge?" tanya Fara. "Ga pernah, kita juga jarang kumpul kan dulu, kumpul kalo ada yang ulang tahun aza, selebihnya jarang," jawab Gege. "Betul juga katamu Ge, itu juga 3 tahun terakhir kalian kan ga pulang ke Indo, kita ga bisa ketemuan sama sekali," sambung Mira. "Iya, ini juga hari ini kita ketemuan gara-gara aku kan yang hubungin kalian bertiga, kalo ga, mana mungkin kalian mau dateng," kata Fara. "Ayo kita pulang, sudah malam, nanti kita lanjutkan lagi obrolannya teman-teman," ajak Fara. "Oke," jawab Gege dan Mira bersamaan. Sementara itu, dalam perjalanan menuju rumah Sita, Dafa fokus memandangi jalanan sambil menyetir. Sita juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Dafa pun memulai percakapan setelah mereka berdua terdiam tanpa suara. "Kamu baik-baik aza, Ta? Aku lihat dari tadi di kafe kamu banyak diam dan ga berbicara, apa kamu terganggu dengan kedatangan kita bertiga?" tanya Dafa. "Tidak Daf, aku tidak terganggu sama sekali. Aku hanya kelelahan sepertinya, karena banyak pekerjaan di kantor. Tadi juga aku lembur dulu sebelum ke kafe," jawab Sita. "Aku mengenal kamu bertahun-tahun Ta, kamu ga bisa membohongi aku. Aku bisa membedakan saat kamu mengatakan yang sejujurnya ataupun saat sedang berbohong. Kamu bisa percaya padaku, Ta. Aku benar-benar khawatir. Aku masih melihat bahwa kamu masih mencintainya. Benar dugaanku ya Ta?" tanya Dafa. "Dari dulu kamu tidak pernah berubah Daf, selalu peka dengan keadaan di sekeliling. Aku memang masih menyimpan namanya di hatiku. Sepuluh tahun berlalu dan rasa ini tak kunjung menghilang, aku lelah Daf," isak tangis terdengar di telinga Dafa saat Sita berkata seperti itu. Dafa hanya bisa terdiam melihat Sita seperti itu. Tak disangka ucapannya ternyata benar. Sita masih mencintai Zidan. Sita belum mampu melupakannya. Dafa merasakan sedikit sesak di dadanya mendengar apa yang Sita katakan, walaupun Dafa tahu Sita pasti akan mengatakan hal itu. "Jadi selama ini, kamu tidak pernah dekat dengan lelaki, Ta?" tanya Dafa. "Aku ga bisa menghapus namanya dalam hatiku Daf, banyak lelaki yang mencoba mendekatiku, tapi aku tolak secara halus tanpa menyakiti mereka," Sita menjawab. Keduanya terdiam. Dafa masih berusaha memahami perasaan Sita. Dia menghentikan kendaraannya di sebuah taman tak jauh dari rumah Sita. Dia mengajak Sita turun. Dia tahu, Sita masih butuh seseorang untuk mendengarkannya. Dafa pun tak ragu akan menceritakan semua tentang Zidan saat dia masih kuliah di Amerika. Sita harus tahu semuanya, pikir Dafa. Sita pun mengikuti Dafa lalu mereka duduk di bangku taman. "Daf, apa yang dikatakan oleh Gege, apa itu benar? Apa Zidan telah berubah saat dia mulai kuliah di luar negeri?" tanya Sita. Dafa sebenarnya ingin menceritakan semuanya tapi dia tidak tega melihat mata Sita yang mulai lembab. Akhirnya, Dafa hanya bisa merangkul Sita dan membawanya ke dalam dekapan. Sita masih terisak di bahu Dafa. Dia meluapkan semua kesedihannya. Dafa mengusap punggungnya dan menggenggam tangannya. Dia tak kuasa melihat kesedihan Sita. Kalau saja Dafa bisa tegas kepada Zidan, tidak akan seperti ini akhirnya. Dafa menganggap Zidan sudah dewasa dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, ternyata Dafa salah. Zidan tidak pernah mencoba menyelesaikan masalahnya dengan Sita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD