Bagian 3 : Apes Di Diskotik

1154 Words
Rein membantai nyamuk yang menganggunya selama di posnya. Dia bukan psikopat, dia hanya ingin hidup tentram tanpa makhluk-makhluk kecil yang suka mengganggu posisi nyamannya. Tanpa salah dan dosa, dia harus ditusuk-tusuk sekaligus diambil darahnya. Tak sampai di situ, si nyamuk memberi bonus plus dengan bentol yang membuat Rein semakin tersiksa di pos barunya. Saat ini, Rein tengah berada di pos sebuah diskotik di pusat kota Bandung. Gedung-gedung tinggi berderet rapi dibarengi dengan arsitektur dan dekorasinya yang mewah. Termasuk diskotik tempat Rein menjadi satpamnya. Diskotik ini adalah diskotik metropilitan mewah. Semakin mewah area tugas, maka semakin besar gajinya. Apalagi asyik dengan icikiwir-icikiwir yang dimaksud si komandan rese. Namun Rein sama sekali tak menyukai tempat ini saat malam hari dimana para pengunjung diskotik semakin ramai. Para wanita berpakaian seksi yang hobi memamerkan belahan d**a dan paha berdatangan. Rein bergidik saat salah satu dari para icikiwir itu mengedip genit padanya. Apalagi saat bencis (b*****g necis) yang sok cantik saat melewatinya, Rein langsung merasakan isi perutnya bergolak minta dikeluarkan ke wajah para bencis itu. "Bang!" sebuah suara berat yang dibuat gemulai mengagetkan Rein. "A-ada apa, Mbak? Eh Mas, eh Cong ... Eh ...." "Ssst!" si b*****g menekan jarinya ke bibir Rein. "Euh!" Rein menyingkirkan jari nista itu dari bibir perjakanya. "Bang! Eyke lagi free nih!" "Siapa?" "Eyke!" "Eyke siapa?" "Eyke sayah, aing, ana, ai!" "Siapa nanya?" "Sekilas info aja Bangs, barangkali mau tau." "Gak tau dan gak mau tau!" "Iiww... Sok jual mahal deh ach!" kata b*****g itu sembari pergi meninggalkan pos jaga Rein. "k*****t! Benat! b*****g laknat!" maki Rein kesal. Kekesalannya belum sampai di situ. Sebagai satpam yang baik, ia juga harus bisa menata parkiran di depannya dengan benar. Pantas saja gaji satpam di situ gede. "Terus-terus! Kiri-kiri, kanan-kanan! Balas! Serong! Awas!" begitu seterusnya Rein mengarahkan parkir. Pukul sembilam malam, Rein dengan gagah masih berdiri di depan pintu diskotik. Badannya menggeliat seketika saat tangan jahil mencolek pinggangnya. Ia bersiap mencabut tongkat pemukul di pinggangnya. "Eeeiiitt!!" jerit seorang tante saat Rein hendak memukulnya dengan tongkat. Rein terkejut. Ternyata bukan b*****g lagi yang mengganggunya. "Eh, maaf ... Mbak ...," ucap Rein kikuk. Si tante tersenyum centil. "Kok ganteng-ganteng jadi satpam, sih?" "Yaa... Sekarang nyari kerja susah, Mbak. Gak apa-apa yang penting halal." jawab Rein ramah. Ia merasa celana dalamnya menyempit seketika. Tante itu sama seperti icikiwir yang lain. Kaus berkerah lebar memperlihatkan belahan dadanya. Belum lagi roknya yang tinggal diangkat sedikit saja sudah terlihat 'segitiganya'. "Benar sekali. Saya suka dengan cowok tipe Anda ini," ujar si tante seraya mencolek lengan Rein. Seketika Rein merasa merinding. Ia semakin tidak nyaman dengan si o***g yang semakin tegak saja. "Emm ... Pulangnya suka jam berapa?" Rein mengkerutkan kening. Maksudnya apa nih si tante? Tanya Rein dalam hati. "Kenapa gitu, Tan?" "Kenalin dulu, nama saya Dewi. Kamu?" "Rein," Rein menerima uluran tangan si tante bernama Dewi itu. "Rein. Namanya cucok ih!" puji Dewi genit. Rein tersenyum geer. k*****t nih Tante! "Makasih. Bapak saya yang kasih." "Salut deh sama Bapakmu. Sampaikan salam cium Tante buat dia," ucap Dewi dengan ekspresi menggoda. Kampret! k*****t! "Jadi kamu pulang jam berapa?" Dewi mengulang pertanyaannya. "Emm... Jam sepuluh." "Ehm, kebetulan banget. Temenin Tante, yuk?" Deg! Inilah hal yang pernah Rein bayangkan. Dan kini, jadi kenyataan. Jantungnya berdegup kencang begitu tanpa ijin, Dewi merangkul lengannya. *** Jam 10 malam, Rein bersiap pulang dan berpamitan pada satpam lainnya yang bertugas di shift malam. Belum sampai keluar dari pekarangan diskotik, ia disambut beberapa orang icikiwir. "Mau kemana, Bang? Pulang?" "Enggak. Mau naik haji!" timpal Rein. Para tante itu tertawa centil. "Mau kemana sih, Bang? Buru-buru amat? Gak 'main' dulu?" tanya salah satu tante seraya menghembuskan asap rokoknya ke wajah Rein. "Enggak. Saya ngantuk, mau tidur," jawab Rein. Ia mencoba mengendalikan bola matanya agar tak mengarah pada belahan kumpulan b*******a subur di hadapannya. Para tante itu saling berbisik. "Kayaknya masih bontot." "Belum pernah 'gituan' kayaknya." "Asik dong? Nyoba yang masih segel." "Suka ngocok gak yah?" "Meskipun di rumahnya dia suka ngocok, tetep aja statusnya jejaka kalau belum pernah masukin otongnya ke dalam lubang orang." Rein mengkerutkan dahi. Ni para b***h lagi ngomongin apa sih? "Bang, Abang kan security, mau dong diamanin sama Abang." Rein mendencak. "Kalau digaji saya mau." "Iya digaji. Digajinya pake ini ...," si tante menggoyang-goyangkan lidahnya. Wajah Rein memerah. Kam to the pret! k*****t! "Maaf, Mbak. Saya gak ada waktu buat maksiat. Saya mau pulang terus tidur," kata Rein dengan senyum terpaksa, mencoba seramah mungkin. "Abang mau kemana??" tanya salah satu tante seraya memegangi lengan berotot Rein. "Eh?" Rein terkejut. Tante lainnya lagi memegangi lengan yang satunya. Tante ketiga memegangi d**a Rein dan menggodanya, sementara tante keempat hanya tersenyum-senyum seraya menghisap puntung rokoknya yang ia bayangkan itu bukan puntung rokok melainkan puntung si bontot. "Apa-apaan nih? Plis lah Tan, jangan apa-apain saya! Saya belum mau 'begituan'!" "Kenapa? kamu hombreng ya??" tanya si tante sambil mencolek dagu Rein. "Bu-bukannya gitu!" Rein mencoba meronta. "Rein!" panggil satpam rekan Rein seraya berlari menghampiri. Para tante segera melepaskan Rein. "Ada apa, Jo?" tanya Rein. Lega rasanya lepas dari para tante laknat itu. "Di disko ada yang berantem." "Terus? Kok lu manggil gue? Kan sekarang waktunya gue pulang?" "Yaelah, Rein! Gua butuh bantuan lu! Gua sendiri ya gak bisa mengatasi kalau yang berantemnya 'kayak gitu'!" "Kayak gitu gimana?? Para pemain smack down?" "Lebih parah dari itu!" "Apa??" "Yang berantem itu badannya seukuran pemain summo!" "Terus??" "Dan dua-duanya b*****g!" Rein terperangah. "What!??" *** Mobil sedan mewah bermerk Macan Tutul memasuki area gedung kantor Cleopatra Grup. Dua orang satpam terbirit-b***t membukakan gerbang perusahaan yang tinggi nan lebar. Kedua satpam itu segera memberi hormat saat sedan tersebut melewati mereka. Si pengendara adalah Bos besar mereka yang cantik, seksi dan ... Janda. Yurina. Diin ... diiin... Yurina menanggapi hormat mereka dengan menekan klakson dua kali. Ia mengendarai mobilnya sampai ke depan pintu masuk gedung. Ia disambut oleh seorang satpam bagian jaga di pintu masuk. Satpam itu membukakan pintu. "Silahkan, Bu Yuri." Sebuah kaki mulus yang indah menyentuh aspal dengan sepatu high heels hitam mewahnya, lalu kaki yang kedua, dan munculah tubuh aduhai itu. Para karyawan berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan itu. Yurina tampak anggun dengan pakaian kantornya. Ia mengenakan kemeja dengan kerah sampai d**a bagian atas terbuka dan dibungkus blazer berwarna hitam. Bagian bawahnya ia mengenakan rok katun hitam sepanjang paha. Belahan dadanya tertutup oleh kalung mutiaranya. Sayang sekali bagi yang otaknya m***m. Rambut ikalnya yang berwarna coklat sepunggung tergerai-gerai indah ditiup angin. "Mobilnya biar saya parkirkan, Bu?" tawar satpam. "Ya. Hati-hati ya! Thank you," ucap Yurina sambil menyerahkan kunci mobilnya. Setiap karyawan yang berpapasan, menyapa pada Yurina. Mulai dari bagian resepsionis, front office, karyawan biasa, hingga para pejabat kantor. Mereka semua hormat, segan sekaligus terpesona pada Bos mereka itu. "Bu Yurina!" seorang satpam dengan banyak lencana pangkat di bagian dadanya, berjalan menghampiri. "Ada apa, Pak Subro?" tanya Yurina sambil melambatkan langkah kakinya. "Maaf, Bu. Sepertinya security baru kita tidak dapat hadir hari ini," ujar Subro seraya berjalan mensejajari Yurina. "Kenapa?" "Dia ... Kecelakaan saat dalam perjalanan kemari. Dia meninggal dunia." Yurina menghentikan langkah kakinya lalu menoleh pada Subro. "Benarkah? Inalillahi Wa Innalillahi Roji'uun ... Kenapa dia bisa kecelakaan?" "Itu, Bu ... Anu ...." "Kenapa!?" Yurina terlihat cemas. "Dia meninggal terserempet angkot," jawab Subro. Yurina tampak ngeri. Ia menutup mulut dengan tangannya lalu kembali bertanya, "Apa supir angkotnya sudah ditangkap?" "Sudah, Bu." "Kasihan sekali security baru itu. Kenapa bisa terserempet begitu?" tanya Yurina prihatin. "Dia terserempet angkot saat sedang meneriaki 'Om telolet om' pada bus di bahu jalan." Yurina menyipitkan matanya kesal. "Kenapa gak sekalian aja kegeleng bus!?" *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD