Maura Larasati

1661 Words
Wanita cantik dengan rambut panjang terurai. Mata indah dengan bulu mata lentik yang terlihat begitu sempurna. Hidung mancung dan bibir tipis yang seksi, rasanya semua begitu pas pada tempatnya. Dengan riasan make up sebagai pemanis, sungguh mampu meluluhkan semua hati pria yang melihat. Berjalan anggun dan elegan, walau balutan mini dress warna hitam tampak membalut tubuh dengan ketat, tapi terlihat pas membentuk tubuhnya. Juga sepatu highheel dengan harga fantastis menghias kaki jenjang dengan kulit putih bersih. Semakin melangkah mendekati seorang pria yang kini terlihat begitu salah tingkah. Apalagi mendapat tatapan tajam dari kekasihnya sendiri yang kini melihatnya tanpa kedip. “Siapa Anda? Jika tidak ada kepentingan, sebaiknya silakan keluar dari ruangan ini!” Suara Bayu terdengar dingin dan datar. Tentu saja wanita cantik itu terkejut dan langsung menoleh ketika merasa jika pria muda dengan aura berwibawa baru saja mengusirnya keluar. Wajah cantiknya terlihat kecewa, tapi sesaat kemudian justru mengembangkan senyuman cantik yang membuatnya terlihat begitu menawan. “Biar saya tebak, Anda pasti Bayu Wibisono. CEO Mercury Corp yang terkenal dingin dan berwibawa. Hmm ... sepertinya apa yang saya dengar itu bukanlah kabar burung, semua berita tentang Anda memang pantas.” Puji wanita cantik itu, tapi sedikit pun tak membuat Bayu merasa terkesan. Wajahnya tetap datar, sepertinya tidak tertarik dengan pesona yang terpancar dari wajah cantik yang tengah menatapnya penuh damba. “Maafkan dengan sikap Maura, Bayu! Dia memang selalu bersikap seperti itu, tolong kamu bisa memakluminya.” Tuan Gunawan sudah berdiri di depan pintu ruangan. Ya, Maura Larasati, seorang pebisnis wanita yang sukses di usianya yang baru menginjak 25 tahun. Memiliki butik yang cukup ternama di Ibu Kota merupakan kebanggaan tersendiri yang mampu gadis itu raih. Wanita muda yang cantik dan mapan. Tentunya juga sebentar lagi akan menjadi menantu dari keluarga Anggoro. Karena gadis itu lah yang sebentar lagi akan mendampingi Raldo sebagai seorang istri. Bayu mengacuhkannya, seakan tidak peduli dengan kehadiran Maura yang kini sudah berdiri di belakang kursi Raldo. Sedang Gunawan sendiri mengambil tempat, duduk di samping Airin untuk mengikuti meeting hari itu. “Oh, Airin, sudah aku duga tidak mungkin jika kamu benar-benar mengundurkan diri dari proyek ini. Memang Raldo selalu bicara omong kosong, saat dia bilang jika kamu memutuskan mundur. Itulah mengapa aku masih belum bisa mempercayakan perusahaan ini sepenuhnya kepadanya.” Gunawan menyapa Airin saat melihat gadis itu sedang duduk di sampingnya. Airin tidak menjawab, hanya tersenyum ramah. Meski dalam hati merasa sangat kesal dengan apa yang sudah Raldo perbuat hingga sejauh itu. Pria itu bahkan sudah memutuskan apa yang akan Airin lakukan tanpa meminta pendapat dari gadis itu lebih dulu. Bayu menoleh sebentar, tidak sengaja ikut mendengar apa yang baru saja Gunawan katakan. Merasa ada sesuatu yang menurutnya sangat ganjil. Kenapa Raldo harus mengurusi hal kecil tentang Airin? Kemarin gadis itu memang mengatakan jika kekasihnya memintanya untuk mundur dari pekerjaannya yang sekarang dan kembali menjadi pelayan restoran. Tapi bagaimana Raldo bisa tahu tentang hal itu, sedang Airin kemarin sengaja tidak masuk kerja selama dua hari? Apa mungkin ada hubungan antara Airin dan Raldo? Sesuatu yang lebih dari sebatas atasan dan bawahan? Tak ingin larut dalam pikirannya sendiri, Bayu segera menepis pertanyaan yang kini berputar di dalam kepalanya. Dan memilih fokus pada apa yang sedang mereka kerjakan sekarang. “Kita lanjutkan meeting hari ini!” pinta Bayu pada kepala bagian keuangan yang sedang memberikan presentasi di depan ruangan. Membuat semua orang yang hadir kembali fokus pada rapat yang tadi sempat tertunda. Kecuali Airin, gadis itu kini melihat ke arah kekasihnya yang juga sedang menatap dirinya. Mata Airin membulat sempurna ketika kedua tangan wanita cantik bernama Maura itu mulai melingkar di leher kekasihnya. “Sayang, apa kamu merindukanku? Karena aku sangat merindukanmu. Itu sebabnya aku sengaja datang menemuimu di sini,” bisik Maura di samping telinga Raldo, terdengar begitu sensual. Sepertinya wanita itu sama sekali tidak peduli dengan orang lain yang berada di ruangan itu. Baginya yang terpenting adalah Raldo, karena yang lain hanya numpang. "Bersikaplah yang sopan Maura, ada banyak orang di sini!” protes Raldo setengah berbisik. Merasa keberatan dengan apa yang tengah Maura lakukan. Apalagi dari posisinya sekarang, ia bisa melihat tatapan tajam dari sang kekasih yang terlihat begitu terluka. Bahkan manik mata cantik Airin kini terlihat berkaca-kaca. Terlihat jelas jika gadis itu merasa sangat terluka dengan apa yang sedang ia lihat sekarang. Gadis mana yang tidak merasa sakit jika melihat orang yang sangat ia cintai sedang berada dalam pelukan wanita lain tepat di depan kedua matanya sendiri. Menyadari apa yang sedang terjadi, Raldo memegang kedua telapak tangan Maura yang tengah menyentuh tubuhnya. Mengurai pelukan gadis itu yang masih saja berdiri di belakangnya. Maura terlihat kecewa dengan penolakan yang pria itu lakukan, tapi gadis itu berusaha untuk menahan emosinya dan memilih duduk di kursi samping Raldo. Tentunya setelah menyuruh Yasmin untuk pindah dan mengambil kursi yang lain untuk dirinya duduk. Airin merasa hatinya tertusuk pisau yang tajam. Sengaja menundukkan wajahnya sebentar untuk mengusap sudut matanya yang basah. Gadis itu berusaha menutupi kesedihannya agar tak terlihat dari semua orang. Tak ingin lebih terluka, Airin memilih untuk mengalihkan pandangannya ke depan. Berusaha sekeras mungkin untuk berkonsentrasi pada rapat yang sedang berlangsung. *** Airin mengambil segelas minuman untuk mendinginkan pikirannya yang sempat panas tadi. Juga agar dirinya merasa lebih tenang setelah melihat wanita yang akan menikah dengan kekasihnya itu mendadak hadir di meeting hari ini. Beberapa kali terdengar helaan nafas kasar. Airin berusaha menata hati, agar tidak terlihat hancur di hadapan orang lain, setidaknya selama ia masih berada di kantor. “Are you oke?” Suara bariton mengagetkannya. Membuat Airin segera berbalik dan mendapati Bayu sudah berdiri di belakangnya. “A-apa maksudmu?” tanya Airin terbata. Berpura-pura tak mengerti dengan maksud pertanyaan pria itu. “Kamu terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Apa sudah terjadi sesuatu yang mengganggumu? Atau kamu merasa sakit?” Pertanyaan Bayu terdengar bagai garam yang semakin melukai hatinya. Entah mengapa tapi Airin merasa Bayu terlalu memperhatikan dirinya. Hingga hal sekecil apa pun, pria itu mampu mengetahuinya. “Aku? Aku tidak apa-apa,” jawab Airin cepat dengan senyuman yang mengembang. Berusaha menghilangkan kecurigaan Bayu kepadanya. “Tapi tadi aku merasa jika kamu—“ “Dia tidak apa-apa!” potong Raldo cepat. Terdengar begitu dingin dan penuh emosi. Membuat Airin dan Bayu langsung menoleh ke arah sumber suara. Mendapati Raldo yang kini sudah berjalan ke arah mereka tanpa mengalihkan tatapannya sedikit pun dari wajah cantik gadisnya. Airin sedikit terkejut dengan kedatangan pria itu, sama sekali tidak mengira jika Raldo akan menyusulnya, tapi masih kalah cepat dengan Bayu. “Benarkan apa yang aku katakan, Ai?” tanya Raldo penuh penekanan saat dirinya sudah berhadapan dengan kedua orang berlainan jenis yang sudah memancing emosinya keluar. Melihat kekasihnya bicara dengan pria lain, tentu saja membuat pria mana pun akan merasa marah. Airin hanya diam, enggan untuk menjawab dan lebih memilih membuang pandangannya ke arah yang lain. Ke mana saja asal bukan wajah Raldo yang menyebalkan. “Maaf tapi itu bukan urusan Anda. Lagi pula saya bertanya pada Ai, bukan pada orang lain.” Ketus Bayu, terdengar tidak menyukai kehadiran Raldo diantara dirinya dan Airin. ‘Ai? Sejak kapan dia berani memanggilnya Ai? Hanya aku yang boleh memanggilnya begitu!’ geram Raldo yang kini melotot ke arah Airin. Mendengar ada pria lain yang cukup berani memanggil gadisnya dengan nama ‘Ai’ tentu saja semakin membakar hatinya. Wajah Raldo mengeras, bahkan memerah karena menahan marah. Giginya saling gemeretak, bahkan kedua tangannya sudah terkepal di samping tubuh. Rasanya ingin menghajar pria yang tingginya hampir sama dengan dirinya itu hingga babak belur. “Kamu—“ “Hai, apa kamu yang bernama Airin?” tanya seorang wanita, menghentikan Raldo yang belum selesai terucap, padahal pria itu sudah bersiap murka. Membuat ketiga orang itu serempak menoleh pada gadis cantik yang sedang berjalan mendekat. Maura tersenyum, terlihat cantik tapi tidak bagi Raldo dan Bayu. Karena bagi mereka berdua hanya Airin yang mampu membuat debaran dalam hati mereka. “Kamu pelayan di restoran Raldo yang diangkat menjadi pegawai perusahaan ini oleh Om Gunawan, bukan?” tebak Maura, terdengar merendahkan Airin. Tubuh Airin memanas, ingin rasanya ia menampar mulut lancang gadis yang ada di depannya itu. Tapi ketika teringat jika dia adalah orang yang akan menjadi istri dari atasannya, Airin berusaha menahan diri. Juga meredam emosi yang sempat terpancing tadi. “Ya, Nona! Saya Airin, pelayan restoran yang kini menjadi pegawai di BC Group,” balas Airin dengan anggun dan terdengar berkelas. Sengaja membalas sindiran Maura dengan sangat cantik. Mengetahui jika gadis di hadapannya adalah orang yang cerdas, Maura semakin tertarik untuk mengejeknya. “Kalau begitu kamu berhutang budi pada calon mertuaku untuk itu. Kamu tahukan, orang biasa tanpa kemampuan sepertimu akan sangat sulit berada di tempat ini jika bukan karena belas kasihan dari Om Gunawan.” Lagi Maura sengaja memancing kemarahan Airin. Tapi belum sempat Airin membalasnya, Bayu sudah lebih dulu pasang badan. “Jika kamu pikir Airin berada di sini karena belas kasihan Om Gunawan, maka kamu salah besar. Airin berada di sini karena memang dirinya mampu.” Suara Bayu terdengar sangat tegas. Airin menoleh, menatap Bayu yang berdiri di sampingnya dan sedang membela dirinya. Hal itu tentu saja semakin membuat Raldo semakin geram. Melihat gadis yang ia cintai justru menatap pria lain dan bukan dirinya, mampu meruntuhkan hati Raldo hingga berkeping-keping. Tapi marah pada Airin saat ini juga sama halnya bunuh diri. Ia akan membuka hubungannya dengan gadis itu yang sudah ia tutup rapat selama ini. Dan tentu saja akan membuatnya kehilangan segala fasilitas yang orang tuanya berikan. “Airin gadis yang cerdas, bahkan sepertinya lebih cerdas dari wanita sepertimu. Orang yang hanya bisa menilai seseorang dari penampilan dan pekerjaannya. Cobalah untuk melihat orang itu dari sudut yang lain. Karena aku yakin, kamu tidak akan jauh lebih baik dari orang yang kamu hina!” pungkas Bayu yang terlihat begitu gagah di mata Airin. Bahkan ia tidak sadar ketika Bayu meraih tangannya, menggenggamnya erat, lalu menariknya pergi dari tempat itu. Melewati Raldo dan Maura yang berdiri di depan mereka dengan rasa terkejut. “Kamu! Berani sekali berkata seperti itu kepadaku!” teriak Maura tanpa sadar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD