Flashback on,
Sebuah taksi baru saja berhenti di depan Cafe yang bertulis Bunga di papan depan bangunannya. Airin membenarkan bandana yang menghias rambut sebelum melangkah masuk ke dalam bangunan berlantai dua dan tampak asri dengan banyak tanaman sebagai hiasannya. Sungguh serasi sesuai namanya.
Langkah Airin terhenti saat baru saja melewati pintu depan Cafe. Pandangannya menyisir semua arah, mencari seseorang yang sejak semalam membuat janji bertemu dengannya di tempat itu. Seorang gadis dengan pakaian khas pegawai kantor dan rambut yang digelung rapi ke atas tampak melambaikan tangan kepadanya.
Bibir Airin tertarik ke atas ketika mendapati sosok yang sejak tadi ia cari-cari, Imelda -sahabatnya- sudah sampai lebih dulu di tempat itu. Segera saja kakinya melangkah cepat menuju bangku di sudut ruangan tempat sahabatnya itu duduk.
“Hai! Maaf aku terlambat,” sapa Airin ketika berada di samping meja yang Imelda tempati.
“Aku juga baru sampai kok, baru lima belas menit,” balas gadis cantik berkaca mata itu sambil meletakkan ponsel yang sejak tadi ia pegang ke atas meja.
Airin mengambil tempat, duduk di depan sahabatnya. Tanpa basa basi gadis itu langsung mengambil gelas minuman yang ada di atas meja tepat di depannya dan langsung ia minum hingga tinggal separo. Airin mengira jika sahabatnya itu sudah lebih dulu memesankan minuman untuk mereka sebelum ia datang.
Padahal Imelda sendiri saat ini tercengang melihat Airin dengan santainya menikmati minuman berwarna kuning segar tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya. Ingin mencegah tapi terlambat, karena isi gelas itu kini sudah tinggal separo.
“Duh, makasih loh Mel, udah pesenin aku minuman. Tahu aja kalo aku udah haus banget tadi.” Airin berterima kasih sambil meletakkan kembali gelas yang ia pegang ke atas meja.
“Tapi ... itu bukan aku yang pesan. Lagi pula minuman itu bukan untuk kamu ...,” Imelda menghentikan ucapannya ketika matanya melihat ke arah belakang Airin sambil tersenyum canggung.
“Bukan buat aku? Terus ini minuman punya siapa?” tanya Airin bingung.
“Minuman itu punya saya!” jawab seseorang tapi bukan Imelda. Karena suara yang telinga Airin tangkap adalah suara laki-laki.
Sontak saja gadis itu membalikkan tubuhnya dan melihat ke belakang. Merasa sangat terkejut karena saat ini sudah ada seorang pria tampan yang berdiri tepat di belakang tempatnya duduk. Tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi, Airin menatap Imelda dan pria itu secara bergantian beberapa kali. Hingga akhirnya ia sadar jika yang ia minum tadi adalah minuman milik pria itu.
Wajah Airin langsung bersemu merah, merasa sangat malu dengan apa yang baru saja ia lakukan. Perlahan gadis itu berdiri dari duduknya begitu juga dengan Imelda.
“Ai, kenalkan, ini Tuan Bayu, atasan aku di kantor,” Imelda memperkenalkan pria berwajah dingin itu kepada Airin.
Airin berbalik dan berusaha tersenyum untuk menutupi rasa malunya, walau akhirnya malah terlihat sangat lucu di mata Bayu.
“Maaf Tuan, saya nggak tahu kalau itu ... minuman Tuan!” cicit Airin dengan wajah yang memerah.
“Kalau Tuan mau, saya bisa ganti minuman milik Tuan yang sudah saya minum dengan yang baru!" tawarnya kemudian.
Airin merasa harus bertanggung jawab dengan cara mengganti minuman tadi dengan yang baru. Tapi bukannya menjawab, pria bernama Bayu itu justru berjalan mendekat ke arah meja. Melewati Airin begitu saja yang sedang berdiri di depannya. Tangannya mengambil gelas yang isinya tinggal separo, lalu meminum sisa minuman yang diminum Airin tadi hingga habis.
Sontak saja sikap yang Bayu tunjukan itu membuat Airin dan Imelda tercengang kaget. Tidak menyangka CEO di kantor sahabatnya itu akan bertingkah absurb seperti itu. Bayu langsung meletakkan kembali gelas yang sudah kosong itu ke atas meja. Lalu menatap Airin dengan pandangan yang sangat tajam.
“Ini saya anggap hutang, satu saat kamu harus membayarnya!” tandas Bayu sebelum pria itu berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Airin dan Imelda dengan wajah kagetnya.
“Mel, aku tadi nggak salah liat kan? Bos kamu nggak gila kan?” tanya Airin lirih.
Yang langsung dijawab dengan gelengan kepala Imelda, dengan pandangan kedua gadis itu masih tertuju pada punggung Bayu yang sudah melangkah pergi dari Cafe tempat mereka berada sekarang.
Flashback off
Airin menundukkan wajahnya sambil menghela nafas kasar setelah paham dengan maksud perkataan pria yang sedang makan bersama keluarga Raldo. Pantas saja sejak bertabrakan dengannya tadi, gadis itu sudah merasa jika ia pernah bertemu dengan pria itu tapi entah dimana.
Apalagi kekesalan yang ia rasakan karena sikap Raldo yang menyebalkan, membuatnya tidak begitu memperdulikan apa pun yang terjadi di sekitarnya.
“Sudah ingat sekarang?” tanya Bayu sambil mengulum senyum.
Airin mengangguk cepat tapi wajahnya tampak cemberut karena merasa kesal bercampur malu. Kenapa pria itu harus mengatakannya di depan keluarga kekasihnya. Harusnya masalah ini bisa dibicarakan nanti, tidak di depan Raldo maupun kedua orang tuanya. Entah apa yang mereka pikirkan tentang Airin sekarang. Sial!
“Maaf Tuan, saya memang salah! Saya pasti akan membayar hutang saya kepada Tuan!” jawab Airin dengan nada kesal.
Diam-diam Gunawan dan Sinta saling pandang sambil tersenyum tipis. Sepertinya ada sesuatu yang sedang mereka rencanakan, meski hanya lewat tatapan mata saja. Yang pasti suatu rencana yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan milik Gunawan.
Berbeda dengan yang Raldo rasakan saat ini. Tanpa mereka sadari, pemilik resto itu tampak kesal melihat interaksi kekasihnya dengan pria lain tepat di depan matanya. Kedua tangannya bahkan sudah terkepal, menahan rasa marah bercampur cemburu yang mulai memenuhi isi kepala.
Tatapan dingin yang tajam rasanya menusuk ke dalam manik hitam Airin yang tak sengaja melirik kekasihnya itu. Menyadari kemarahan dalam wajah kekasihnya, membuat gadis itu tidak sadar menelan ludahnya sendiri dengan kasar.
“Maaf, saya permisi!” pamit Airin cepat.
Gadis itu buru-buru pergi dari meja itu sebelum kemarahan Raldo meledak dan membuat mereka berdua terjebak dalam masalah yang lebih rumit. Melihat kepergian wanita yang ia cintai, Raldo segera berdiri dari duduknya.
“Maaf, saya permisi ke kamar mandi!” pamitnya tanpa sedikit pun menoleh ke arah Bayu maupun pada kedua orang tuanya.
Pria itu berniat ingin menyusul Airin dan menanyakan pertanyaan yang sangat mengganggu dirinya saat ini. Selama ini ia tidak pernah membiarkan Airin dekat dengan pria mana pun. Tapi hari ini Raldo malah melihat seorang pria yang baru ia kenal tampak begitu akrab bicara dengan kekasihnya. Tentu saja hal itu membuatnya merasa sangat marah dan terbakar api cemburu.
Dengan langkah besarnya, Raldo berhasil menyusul Airin yang sedang berjalan hendak kembali ke ruangan pekerja. Tapi pria itu sudah lebih dulu mencekal lengan Airin ketika gadis itu berada di depannya. Dengan kasar Raldo menyeret kekasinya dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi.
Airin yang terkejut hampir saja berteriak, tapi saat menoleh dan melihat jika orang yang sedang memegang lengannya adalah Raldo, gadis itu mengurungkan niatnya dan hanya menurut saja. Meski harus meringis menahan rasa sakit di lengannya yang memerah.
Raldo mendorong dengan kasar tubuh Airin masuk ke kamar mandi hingga tubuh mungil gadis itu membentur tembok dan langsung mengunci pintunya dari dalam. Tentu saja sikap yang Raldo tunjukan itu membuat Airin merasa heran. Apalagi kini pria itu sudah menatapnya tajam sambil mengungkung Airin dengan kedua tangannya.
“Ada hubungan apa kamu dengan pria bernama Bayu itu?” desis Raldo terdengar sangat dingin dan menakutkan.
Membuat Airin bergidik ngeri karena rasa cemburu berlebih yang kekasihnya itu tunjukan.
“A-aku tidak punya hubungan apa-apa dengan pria itu,” suara Airin terdengar bergetar.
Bukan karena berbohong, tapi takut dengan sikap posesif yang Raldo miliki. Tentu saja bukan jawaban itu yang ingin kekasihnya dengar. Wajah Raldo kini mengeras dan matanya memerah. Bahkan tangannya mulai mengepal karena menahan emosi bercampur cemburu yang mulai membutakan matanya.
“Bohong!” teriak Raldo sambil menghantamkan kepalan tangannya ke tembok, tepat di samping kepala Airin.
Gadis itu langsung memejamkan kedua matanya. Dadanya sudah berdetak tak karuan, menyadari jika kekasihnya itu saat ini sedang terbakar api cemburu. Tentu saja Raldo tidak percaya begitu saja jika diantara mereka tidak ada hubungan apa-apa, setelah melihat Bayu tampak akrab bicara dengan gadis itu tadi.
“Jawab jujur Airin, jangan pernah membohongiku! Sejak kapan kamu berhubungan dengannya?” tekan Raldo dengan nada tinggi.
Rasanya terdengar seperti tuduhan jika Airin sudah berkhianat di belakangnya. Padahal gadis itu tidak pernah memandang pria lain selain kekasihnya itu saja. Gadis lugu itu selalu berusaha menjaga kesetiaan dan rasa cintanya hanya untuk Raldo seorang.
Jika ada orang yang harus marah, seharusnya Airin lah yang berhak marah setelah mendengar ucapan pedas yang Raldo tujukan kepadanya tadi.
“Aku sudah jujur, memang tidak ada hubungan apa-apa aku dengannya. Orang itu atasan Imel dan aku tidak sengaja meminum minumannya. Mungkin karena itu, dia menganggap aku mempunyai hutang kepadanya!” teriak Airin menjelaskan duduk permasalahan dalam satu helaan nafas.
Kedua matanya memanas dan butir bening menyusup keluar dari sudut matanya yang indah. Di tuduh berselingkuh tentu saja membuat hatinya terasa sakit. Belum lagi rasa kecewa yang ia dapat dari hinaan Raldo tadi, semakin membuat Airin tidak mampu lagi menahan tangisnya.
Kedua tangan gadis itu mendorong d**a Raldo agar menjauh darinya sambil terisak.
“Aku tidak pernah berkhianat, Raldo! Tidak akan pernah!” isaknya lemah.
"Harusnya aku yang marah terhadapmu! Terima kasih sudah mengingatkan jika aku ini hanya seorang pelayan di matamu!” sindir Airin sambil mengusap pipinya yang basah dengan punggung tangan.
Melihat Airin yang terluka membuat hati Raldo terbuka dan sadar jika gadis itu memang tidak mempunyai hubungan apa pun dengan kolega bisnis ayahnya itu. Ia hanya merasa cemburu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka. Raldo merasa menyesal karena sudah membuat gadis itu menangis.
Tangan kekarnya yang tadi mengepal, kini merengkuh tubuh lemah Airin ke dalam pelukannya dan mendekapnya erat. Mendengar sindiran dari mulut gadis yang sangat dicintainya itu tentu saja membuat hati Raldo sedih. Tapi tetap saja pria itu menganggap tindakan yang ia lakukan tadi adalah benar. Raldo hanya tidak ingin melihat Airin lebih terluka lagi jika mamanya meminta gadis itu sebagai EO di acara pertunangannya.
“Maaf, a-aku sama sekali tidak bermaksud curiga terhadapmu, sayang! Airin, aku sangat mencintaimu! Aku tidak rela melihatmu dekat dengan pria lain selain diriku. Tolong mengertilah, aku cemburu melihatmu bicara dengannya tadi!” aku Raldo sambil membiarkan kekasihnya itu menangis di dadanya.
Meski akhirnya jas yang Raldo kenakan jadi basah karena air mata gadis itu.
***
Raldo kembali bergabung bersama orang tua dan Bayu dengan wajah yang berbeda, tidak seperti saat ia pergi tadi. Kini perasaannya lebih tenang setelah yakin jika kekasihnya memang tidak memiliki hubungan apa pun dengan pria yang bernama Bayu itu.
“Dari mana saja kamu, lama sekali ke kamar mandi?” tegur Sinta saat Raldo kembali duduk di kursinya.
Tidak menjawab, pria itu hanya mengulas senyum tipis lalu mengambil gelas minuman miliknya yang ada di atas meja. Bibirnya menikmati segarnya orange jus yang kini membasahi kerongkongannya.
“Baiklah, karena kamu sudah kembali, Raldo ada yang ingin Papa katakan kepadamu!” Gunawan terdengar serius berbicara dengan putranya itu.
Raldo meletakkan kembali gelas yang isinya tinggal separo itu ke atas meja, kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
“Ada apa, Pa?” tanyanya enteng.
“Tadi Papa dan Tuan Bayu sudah sepakat, jika mulai besok orang yang mewakili perusahaan Papa untuk tender proyek bersama perusahaan milik Tuan Bayu adalah Airin!” tandas Gunawan yang langsung membuat wajah Raldo seketika menegang.
“What?”