bc

My CEO, My Worst Love

book_age18+
6.8K
FOLLOW
97.3K
READ
arranged marriage
badboy
CEO
drama
twisted
bxg
office/work place
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

WARNING :

MENGANDUNG KONTEN 21+

HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN

***

Wanita mana yang bisa menolak pesona Enzi Cavero, seorang CEO tampan yang terkenal sebagai playboy kelas kakap. Menunggu giliran untuk bisa berkencan dengannya adalah hal yang lumrah bagi pemuja Enzi. Namun, sayangnya tidak begitu dengan Iva Kalila.

Iva Kalila adalah satu-satunya gadis yang menolak pesona Enzi. Bahkan Iva membenci sifat Enzi yang playboy itu. Namun, bukanlah playboy kelas kakap jika Enzi tidak bisa menaklukan Iva.

Namun, perasaan cinta lama-lama tumbuh dan berkembang untuk Enzi. Meski menampiknya, tetapi Enzi yang berjanji berubah demi dirinya membuat Iva perlahan luluh.

Perebutan kekuasaan di CAVE Company membuat Iva terlibat dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan baginya. Jatuh cinta pada Enzi yang adalah pewaris CAVE Company hanya akan membuat posisinya semakin terancam, sekaligus membuatnya merasakan cinta yang terburuk dalam hidupnya.

Bagaimanakah perjalanan cinta Iva dan Enzi?

Akankah Enzi selalu menjadi cinta terburuk dalam kehidupan Iva?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Membuatmu Bertekuk Lutut
Enzi mendorong tubuh Iva hingga punggungnya merapat ke dinding. Tatapan mata lelaki itu sangat tajam seolah ingin menguliti Iva. Kedua tangan Iva ditahannya di atas kepala hanya dengan satu tangan Enzi. Perlahan Enzi mendekatkan wajahnya pada gadis cantik itu, hingga jarak antara wajah mereka hanya tersisa beberapa inchi saja. “Kamu sudah berani melawanku, Iva?” tanya Enzi dengan nada suara beratnya. Iva memalingkan wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan mata yang tajam dari lelaki berengsek di hadapannya. Iva tidak sudi harus bertatapan dengan lelaki yang sangat hobi mempermainkan perasaannya itu. “Lihat aku, Iva!” seru Enzi seraya menarik dagu Iva dengan satu tangannya yang menganggur. “Jawab pertanyaanku tadi, apa kamu sudah berani melawanku?” Dengan sinis Enzi menanyakan kembali pertanyaannya tadi. “Untuk apa aku takut? Aku pun tidak akan mau bertekuk lutut padamu. Sungguh sangat menyesal aku pernah mengenal lelaki sepertimu!” Iva berteriak dengan lantang. “Huh!” Enzi mendengkus mendengar jawaban Iva. “Kamu tidak akan bertekuk lutut lagi padaku? Kita akan buktikan nanti Nona Iva Kalila,” sambung Enzi. Kedua tangan Iva dilepaskan, lalu tubuh Iva meluruh ke lantai karena kedua lututnya yang terasa lemas. Ditengadahkan wajahnya pada Enzi yang berdiri tegak di depannya. Tersungging senyum miring dari lelaki itu sebelum akhirnya Enzi melangkah dengan angkuh menjauh dari Iva, meninggalkan Iva sendirian di dalam ruang kerjanya. Iva bisa menghela napas lega setelah terbebas dari lelaki yang dianggapnya berengsek itu. Dia mencoba berdiri dengan kedua lutut yang masih terasa sedikit lemas. Kemudian dilangkahkan kakinya ke arah pintu, merasa dia juga harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Saat pintu terbuka, Iva melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Enzi kini sedang merangkul Rachel, sekretarisnya, dengan mesra. Tangan Enzi meraba punggung Rachel, kemudian bergerak turun lalu meraba dan meremas bokkong montok Rachel. Enzi menyadari kehadiran Iva di belakang mereka. Namun dengan sengaja Enzi menarik bokkong Rachel sehingga membuatnya semakin menempel, lalu Enzi mulai membisikkan sesuatu yang menggoda di telinga Rachel dilanjut dengan mendaratkan kecupan di pipi Rachel. “Cih, dasar lelaki berengsek!” seru Iva dengan suara pelan. Iva membutakan kedua matanya berpura-pura tidak melihat ada orang lain di sana. Suasana kantor malam ini sudah sangat sepi. Di ruangan lantai tiga belas kini hanya tertinggal dirinya, Enzi, dan juga sekretarisnya, Rachel. Enzi sengaja mengadakan lembur mendadak malam ini. Bukan karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, namun lelaki itu hanya ingin bermain-main dengan Iva. Di saat gagal mendapatkan Iva, lelaki itu mendekati mangsa yang tidak lain adalah sekretarisnya. *** Keesokan harinya, Iva bersikap professional dalam pekerjaannya dan tetap kembali ke kantor tepat waktu seperti biasa. “Selamat pagi, Ibu Iva.” Dari belakang terdengar suara seorang lelaki menyapanya. Lelaki yang sangat tidak ingin dia temui. Iva sedikit memutar tubuhnya dan membalas sapaan lelaki tersebut, “Selamat Pagi, Pak Enzi.” “Bagaimana hasil lembur semalam, Bu?” tanya Enzi berlagak tidak tahu menahu tentang apa yang sudah dilakukannya semalam. Iva membungkam mulutnya, melangkahkan kakinya menuju barisan karyawan yang sedang menunggu pintu lift terbuka. Semua karyawan yang berada di sana langsung membungkukkan tubuh mereka saat menyadari kedatangan Iva dan Enzi. Iva hanya menganggukkan kepalanya satu kali membalas hormat mereka. Sedangkan Enzi, dia bersikap acuh dan tidak mengindahkan karyawannya. Pintu lift di sebelah kanan sudah terbuka, semua karyawan mempersilahkan Iva dan Enzi untuk masuk terlebih dahulu ke dalam ruangan besi berbentuk balok tersebut. Setelah itu dengan santainya Enzi menghalau karyawan lainnya yang ingin menyusul masuk dan langsung memencet tombol agar pintu lift tertutup. “Kalian tunggu lift yang satunya lagi saja, atau pakai lift khusus tamu juga boleh. Saya dan Ibu Iva sedang terburu-buru!” seru Enzi saat pintu lift perlahan menutup. Enzi menghadapkan tubuhnya pada Iva. Kebetulan lift yang mereka naiki akan membawa mereka ke lantai tiga belas, tempat dimana ruangan para petinggi perusahaan berada. Ditatapnya Iva dari ujung kaki naik sampai ke ujung rambut. Kemudian Enzi tampak menyunggingkan senyum sambil melangkah mendekati Iva. Saat Enzi melangkah maju satu langkah, Iva melangkah mundur satu langkah. Begitu seterusnya sampai Iva terpojok dan tidak bisa kemana-kemana. “Anda mau apa, Pak?” tanya Iva. “Kita hanya berdua saja, jadi kamu tak perlu memanggilku dengan sebutan formal seperti itu,” pinta Enzi. “Tolong mundur, saya sudah terpojok.” Iva membalas tatapan Enzi dengan sangat sinis, namun malah membuat Enzi semakin ingin mendekatinya. “Kemarin malam kita sudah gagal untuk bermesraan, apa kamu tidak tahu kalau aku sangat kecewa?” Enzi mengambil beberapa helai rambut Iva yang tergerai lalu didekatkan ke bibirnya. Dikecupnya helaian rambut tersebut sambil melempar pandangan menggoda pada Iva. “Bukannya kemarin malam anda sudah mendapatkannya dari sekretaris cantik anda itu?” balas Iva. Enzi terkekeh, “ternyata kamu melihatku dengan Rachel? Kamu cemburu?” Enzi berharap Iva akan menjawab jika dia cemburu, namun Enzi tahu jika hal itu sangatlah mustahil. “Dalam mimpimu!” jawab Iva dengan lantang. Dug. Enzi memukul dinding lift di belakang Iva dengan tangan terkepal. Tatapan matanya sama seperti yang semalam, tajam seperti ingin menguliti Iva. Namun kini Iva bertekad akan melawannya. Dia tidak mau lagi dipandang lemah di hadapan lelaki tak berperasaan ini. “Kamu, satu-satunya wanita yang terlalu jual mahal padaku. Aku tahu sebenarnya di dalam hatimu, kamu sangatlah memuja dan menginginkanku. Hanya saja kamu tidak bisa memiliku sepenuhnya, karena aku bukanlah tipe lelaki yang cukup dengan satu wanita saja. Benar ‘kan!” Sangat percaya diri Enzi mengatakan semua itu di hadapan Iva, membuat dahi Iva langsung berkernyit. Belum sempat Iva membalas ucapan Enzi, lift yang mereka tumpangi sudah tiba di lantai tujuan mereka. Pintu lift terbuka, dan dengan segera Iva menerobos tubuh Enzi, menabrak bahu kanannya menuju keluar lift. “Cih, dasar wanita sok jual mahal!” Enzi berdecak kesal. Iva masuk ke ruangannya, begitu juga dengan Enzi. Saat jam kerja dimulai, maka mereka pun harus professional melakukan pekerjaan mereka. Ternyata di dalam ruangan Enzi sudah ada Rachel yang menunggu. Dengan senyum terkembang Rachel menghampiri Enzi, menyodorkan beberapa dokumen yang sudah selesai dia koreksi. “Ini dokumen yang kemarin kamu minta untuk dikoreksi. Dari semua dokumen tersebut hanya ada satu yang harus diperbaiki, selebihnya sudah oke dan bisa langsung kamu tandatangani,” ucap Rachel. Enzi mengernyitkan dahinya pada Rachel. “Apa tadi? Kamu? Kita sedang bekerja dan tolong tunjukkan sikap profesionalmu!” tegas Enzi. “Ma-maaf, Pak.” Rachel menundukan kepalanya. Dia sangat takut jika Enzi memarahinya. “Apa semua sudah ditandatangani oleh Ibu Iva?” Enzi duduk di kursinya kemudian menghidupkan laptopnya. “Belum, Pak,” jawab Rachel. “Kenapa kamu berikan pada saya kalau kamu belum meminta tanda tangan dari Ibu Iva!” bentak Enzi. Rachel sampai terkejut hingga ingin melompat. “Ma-maaf, Pak. Saya akan ke ruangan Ibu Iva untuk meminta tanda tangannya.” Suara Rachel terdengar bergetar. Kedua tangannya memeluk erat dokumen yang tadi disodorkan dan membawanya keluar dari ruangan Enzi. Enzi Cavero terkenal sebagai CEO muda yang sangat tegas dan dingin. Mayoritas karyawan di perusahaan ini mempunyai ketakutan yang sama, yaitu takut melakukan kesalahan sekecil apapun dalam bekerja. Karena Enzi tidak akan segan-segan untuk memecat mereka yang melakukan kesalahan apalagi sampai tidak teliti atau ceroboh dalam melakukan pekerjaannya. Namun, walaupun Enzi terkenal dingin, sifatnya berubah saat jam kerja sudah berakhir. Sudah bukan rahasia umum lagi jika Enzi sangat suka bergonta-ganti wanita setiap harinya. Bahkan seluruh wanita di perusahaan Enzi ini sangat antusias menunggu giliran mereka untuk menjadi pasangan satu malamnya Enzi. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku pada Iva Kalila. Sikap penolakkan dari Iva yang terus menerus membuat Enzi menjadi semakin penasaran padanya. Enzi bertekad akan mendapatkan Iva sepenuhnya suatu saat nanti. Jika perlu, Enzi juga akan membuat Iva bertekuk lutut di hadapannya, memujanya dan juga meminta Enzi agar menjadi miliknya. “Sebentar lagi, Ya … sebentar lagi kamu akan bertekuk lutut padaku, Iva!” seru Enzi sambil menatap foto Iva yang terpampang jelas di layar laptopnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook