Kesalahpahaman

1343 Words
Ara berjalan gontai menenteng plastik belanjaannya. Rasa lapar yang ia rasakan mendadak sirna ketika melihat Adam sedang kumpul bersama dengan para teman-temannya. "Dia bisa tertawa lepas, padahal aku tengah merasa kecewa atas kegagalanku. Apa kau juga akan berubah seperti Yuanita, Bang?" Kepala Ara terasa pening. Pikirannya kalut memikirkan sekenario yang tengah diberikan Sang Halik, kenapa rasanya semua berubah tidak seperti yang ia bayangkan dulu waktu pertama kali terjebak dalam keajaiban yang ia dapatkan. Benar-benar semua di luar nalarnya. Pertikaiannya dengan Adam tadi malam terngiang kembali. Itu pertama kalinya Adam membentaknya. Bentakan yang hanya beberapa kalimat, tapi untuk menyembuhkan rasa sakit akibat itu butuh waktu yang entah sampai kapan. "Bang," gumam Ara dengan mata yang berair. Di saat terpuruk seperti ini perasaannya berubah menjadi sensitif. Langkah kaki Ara melambat, dirimya yang berada di ujung jalan merasa ragu hendak pulang. Malas rasanya mau bertatap muka dengan Adam. Ara menghela napas pelan. Dirinya belum siap kembali pulang. Ia memutar tubuhnya, hendak kembali pergi. Namun, suara Adam lebih dulu mencegah pergerakannya. "Neng?" Panggil Adam heran melihat Ara hendak berputar balik. Ara diam tak menyahut. Bibirnya terasa kelu untuk menjawab seperti ada lem yang menempel dengan erat di sana. "Kau mau kemana Neng?" tanya Adam perlahan melangkah mendekati Ara yang hanya mematung. Mendengar jejak kaki Adam, Ara langsung tersadar. Ia melangkahkan kakinya menjauh. Ara ingin pergi barang sejenak, menenangkan pikirannya dengan bersenang-senang. Sama seperti Adam tadi pagi. Adam dibuat kebingungan dengan tingkah Ara. Ia berlari kecil mengejar istrinya. "Neng, kau mau ke mana?" seru Adam sekali lagi. Kaki mungil Ara kalah gesit. Adam telah berhasil menjangkaunya. "Berhenti, Neng." Adam meraih tangan Ara. Membuat istrinya berhenti. Ara menghentak tangan yang dipegang Adam tanpa suara. Tatapan matanya mengisyaratkan kalau dirinyan tampak tidak suka dengan perbuatan Adam. "Kenapa kau tidak mengindahkan ucapan Abang?" "Memangnya kau tak sadar, bahkan semalam kau meninggalkanku!" batin Ara memalingkan wajahnya. Rasanya kalimat itu yang ingin Ara lontarkan. Namun, kini yang keluar dari mulutnya adalah kalimat, "Aku ingin berjalan-jalan sejenak." Adam tercengang saat mendengar jawaban yang tidak masuk akal yang keluar dari mulut Ara. Apakah Ara tidak tahu jika sejak tadi dirinya dan juga Kaylani terus mencarinya, bahkan Adam sudah mempersiapkan makanan agar bisa makan bersama? Adam tahu Ara juga sudah mengambil uang belanja dan terbukti uang itu sudah ia gunakan membeli keperluan dapur, tapi kenapa saat ditegur dia justru bilang ingin jalan-jalan, dan lagi matahari sudah meninggi Adam harus segera pergi untuk mencari uang agar bisa terus membiayai kebutuhan rumah tangga. "Kau mau pergi ke mana? Abang mau ke pasar. Siapa yang akan mengurus Kay?" ucap Adam. Ara mengangkat kepalanya. Pandangannya mengarah pada manik hitam milik Adam. "Hanya itukah yang ada dalam pikiranmu, Bang? Kau tidak bertanya mengapa aku ingim melakukan itu?" cecar Ara semakin tak mengerti dengan sikap Adam. Bukankah semalam ia sudah mengatakan kalau ia telah GAGAL? Apa Adam sama sekali tidak mengerti perasaannya? Dan setelah membentaknya, tidakkah Adam merasa bersalah? "Kau itu bicara apa, Neng? Seharusnya Abang yang bertanya. Apa di dalam benakmu hanya ada kesenanganmu? Apa kah kau tidak memikirkan Kay?" Ara mengedipkan matanya beberapa kali. Mencoba menahan air matanya. "Kalau kau bisa bersenang-senang, kenapa aku tidak?" "Apa maksudmu?" Adam menatap Ara intens. Ingin mencari kejelasan atas apa yang terjadi. Tatapan keduanya bertemu. Namun, keduanya juga tak menemukan apa yang mereka cari. "Sudahlah, Bang. Aku ingin menenangkan pikiranku sejenak." Ara menyerahkan kantong kresek yang sedari tadi ia pegang pada Adam. "Neng!" Adam berteriak memanggil Ara. Dirinya kini bimbang, haruskah ia mengejar Ara? Tapi Kaylani bagaimana? Ia berjanji hanya keluar sebentar. Ia pikir, akan menemukan Ara di warung depan karena uang belanja yang ia sediakan sudah raib. Meskipun suara Adam masuk ke gendang telinga Ara, tapi wanita itu tak bergeming. Ia santai melangkah ke mana ia mau. Adam melirik ke arah rumahnya. Berharap Kay datang dan mereka mengejar Ara bersama. Namun, harapan Adam sia-sia Kaylani tak muncul dan Ara semakin jauh meninggalkan dirinya. "Ya ampun, Neng. Kau itu sebenarnya kenapa?" lirih Adam. Setelah menimbang, ia memutuskan untuk kembali ke menemui Kaylani. Membiarkan Ara pergi semaunya untuk menenangkan diri. Adam beranjak dari tempatnya. Ia cepat mengganti ekspresi ceria saat melihat Kay menunggunya di beranda rumah. "Papa, Mama ana?" tanya Kaylani menjulurkan kepala ke arah belakang Adam, mencari Ara. "Sayang, Mama Ara sedang ada urusan di luar. Jadi dia belum pulang," pungkas Adam. "Mama uau eliin Kay ainan balu?" ucap Kaylani. Adam tampak berat hendak menyangkal ucapan Kaylani. Namun, dari manakah ia mendapat uang untuk membeli boneka panda yang tinggi satu meter lebih? Adam berjongkok untuk menyamai tinggi badan Kaylani, jemarinya mengusap lembut rambut panjang sang anak sembari berkata, "Kay, anak Papa yang manis. Kay sayangkan sama Mama?" Mendengar ucapan Adam, Kaylani hanya bisa mengangguk, dan mendengarkan kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut sang papa. "Jika Kay sayang sama mama. Kay jangan berbicara tentang mainan baru lagu ya," sambung Adam. "Napa Pa? Mama udah anji ama Kay mau eliin aninan halu, napa Kay ndak oleh bicara agi? Kata mama anji adalah hutang yang alus diayar, Kay hanya tak au mana lupa dengan hutangnya." Gadis kecil itu melemparkan pertanyaan pada Papanya dan sebuah statement. Ibarat kata Kaylani adalah kertas putih yang belum ada coretan tinta, gadis itu begitu polos dan menerima setiap ajaran yang diberikan oleh orang tuanya. Namun, Adam tak pernah menyangka ajaran baik akan menjadi bumerang untuknya, selain itu jika Adam jujur dengan kondisi keluarga terlebih pada keuangannya apakah gadis itu akan mengerti juga? Tapi Adam sama sekali tidak ingin kehidupan masa kecil sang anak harus ikut merasakan beban kemiskinan yang didera orang tuanya. "Kay, apa Kay tahu? saat membeli mainan atau barang yang lain harus menggunakan uang?" ucap Adam berhati-hati ia takut jika salah berucap dan diartikan yang lain oleh sang anak. "Iya, Pa. Mama celalu ajalin Kay jika au eli halus pakai uang," jawab Kaylani dengan ciri khasnya cadel. "Anak pintar." Adam mengelus pipi Kaylani lalu ia melanjutkan ucapannya, "karena mama Ara tidak punya uang Sayang, jadi mama tidak bisa membelikan mainan baru untuk Kaylani. Jadi Kay tidak boleh lagi ya merengek pada mama untuk meminta mainan." Kaylani mengangguk mengerti dengan apa yang dijelaskan Adam, ia pun langsung menjawab, "Anti Kay au inta maaf ama mama, Kay udah salah." "Nah, gitu Sayang. Anak Papa memang pintar," puji Adam yang disambut senyuman dari Kaylani. "Kay, Papa ingin pergi ke pasar buat mencari uang, agar Kay bisa jajan. Kaylani tunggu Mama pulang ya, di rumah saja jangan ke mana-mana. Agar Kay bisa langsung minta maaf saat Mama sampai nanti," imbuh Adam. Adam terpaksa harus meninggalkan Kaylani, kemarin dia sudah tidak bekerja karena harus melakukan pendekatan pada sang anak agar terbiasa dekat dengan dirinya, walau bagaimana pun sejak Ara berpamitan ingin bekerja menjadi artis, Adam harus menggantikan posisi Ara. Namun, sekarang Ara sudah kembali dan dia harus melakukan rutinitas seperti biasa agar kebutuhan rumah tangganya dapat terpenuhi. "Baik, Pa." Kaylani mengecup punggung tangan Adam, ia langsung pergi masuk ke kamar, hal itu cukup membuat Adam tersenyum. Anaknya benar-benar sangat pengertian dengan kondisi dirinya saat ini. Tanpa membuang waktu Adam langsung pergi menuju pasar. Sementara itu, Ara baru saja sampai di beranda rumah miliknya. Niat ingin pergi bersenang-senang seperti yang dilakukan Adam, ia urungkan. Bukan tanpa sebab selama perjalanan banyak ibu-ibu yang menggunjingkan dirinya hingga mood untuk menenangkan dirinya hilang seketika dan ia kembali ke rumah. Ara melihat keadaan rumahnya sepi, ia pun bergumam, "Apa bang Adam pergi lagi?" Ara langsung masuk ke dalam rumah, ia bersyukur nyatanya sang anak Kaylani ada di dalam kamar dan dengan rutinitas yang sama memainkan boneka kesayangannya. "Ma ... Ma ... Mama udah ulang? Kay au inta maaf ama Mama," ucap Kaylani sembari berhamburan memeluk tubuh Ara yang hanya bisa sampai di perut Ara. "Kay minta maaf kenapa, Sayang?" tanya Ara heran. "Papa ilang ama Kay, katanya Kay ndak holeh inta ainan telus ama Mama, soalnya Mama endak ada uang. Aaf ya Ma," jelas Kaylani. "Papa hilang begitu? Mama tidak bisa beli Kay mainan karena gak punya uang?" ulang Ara. Entah mengapa ucapan Kaylani justru membuat Ara semakin terluka dan tega, teganya Adam mengatakan semua itu pada sang anak. Apakah itu artinya Adam mengatakan jika dia tidak pecus mencari uang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD