Seusai skenario

1516 Words
Pekatnya malam tanpa terasa telah berganti dengan fajar yang menyingsing. Kabut pagi yang perlahan menguap menjadi saksi atas perpisahan yang sebentar lagi terjadi. "Neng, kau serius hendak pergi?" tanya Adam sekali lagi. Berharap istrinya sudah merubah keputusannya. Ara yang tengah menyisir rambutnya berhenti sejenak. Ia menatap pantulan suaminya melalui cermin besar di meja riasnya. "Kita sudah mendebatkan ini sejak kemarin Bang," cetus Ara. "Kau sudah berpikir matang, Neng?" Adam menatap punggung Ara pilu. Bahkan sebelum kepergiannya, dirinya sudah merasa hampa. "Keputusanku sudah bulat, Bang. Aku mohon Abang berpikir positif saja, dari pada kita berseteru terus," tandas Ara tegas. Kalau perdebatan ini diteruskan, bisa-bisa dirinya akan goyah, sedangkan Yuanita dan Brian sudah dalam perjalanan kemari. Suara sautan keduanya membuat Kaylani menggeliatkan tubuhnya. Indra pendengarannya merasa terusik. Ia hanya membuka matanya sedikit, kembali tidur saat tak lagi mendengar suara keras dari kedua orang tuanya. "Diamlah, Bang. Nanti Kay bangun," ucap Ara menceramahi. Tangannya cekatan merapikan rambut ikalnya kembali. Adam melirik ke arah jam dinding. Pukul delapan pagi, masih ada waktu dua jam lagi sampai Yuanita tiba. Perlahan kaki Adam mendekat pada Ara, memeluk istrinya dari belakang. "Ya sudah, kau hati-hati ya di sana," putus Adam mengalah. Ia ingin menciptakan momen manis sebelum istrinya pergi dan entah kapan akan pulang. "Terima kasih, Bang." Ara tersenyum simpul. Ucapan Adam melegakan hatinya. Kaylani yang sudah terlanjur terbangun kini mengucek matanya. Beranjak turun dan mendekati tempat di mana Ara dan Adam berada. "Mama enelan mau pelgi?" timpal Kaylani. Kali ini ia sependapat dengan Adam. Hatinya terasa kosong saat Ara kemarin berpamitan hendak pergi lagi. "Iya, Sayang. Besok kalau Mama pulang, Mama bisa belikan es krimm yang banyak untukmu," bujuk Ara. Adam menatap Kaylani penuh harap. Tatapan matanya seolah mengisyaratkan agar Kaylani mencegah kepergian Ara. "Mama juga bisa belikan Kay maina baru yang banyak. Kay nggak apa-apakan Mama tinggal?" Ara mencoba memprovokasi Kaylani. Sekali anaknya keberatan dengan kepergiannya, maka batal sudah niatnya. Sejak ia mengurusi Kaylani dari bayi, hatinya selalu tak bisa menolak apa pun permintaan Kaylani. Kaylani terdiam sesaat. Perasaannya bergejolak hebat. Berat rasanya melepas Ara, tetapi ia pun tak sanggup untuk menahan godaan yang ditawarkan Ara. "Mama enggak lama kan?" tanya Kaylani memastikan. "Enggak dong, Sayang. Pokoknya, setelah Mama punya uang banyak, Mama pasti akan langsung pulang dan mengajak Kaylani jalan-jalan." Ucapan Ara terdengar menjanjikan. Kecemasan Kaylani kini sedikit berkurang. "Mama janji kan?" Kaylani mengulurkan jari kelingkingnya di depan wajah Ara. "Iya, Sayang. Mama janji." Melihat kedua jemari yang saling bertautan, Adam menelan kuat-kuat harapannya. Dua banding satu, Adam hanya bisa pasrah dengan apa yang nanti akan terjadi. "Ya sudah, sekarang Kay mandi dulu ya. Nanti ante Yun dan om Brian akan datang. Malu kalau masih bau asem." Ara menggendong Kaylani menuju kamar mandi. Meninggalkan Adam yang masih terpaku di tempatya. "Oke Ma." Kaylani hanya menurut dengan semua perkataan Ara. Di tempatnya, Adam teruduk lesu. Ia berdoa agar Ara diberikan jalan yang terbaik oleh Yang Maha Kuasa. "Semoga feeling Abang tentang Brian salah, Neng." *** Waktu dua jam tanpa terasa telah berlalu. Pukul sepuluh lebih lima, Yuanita sudah tersenyum lebar di depan pintu rumah Ara. "Ara, kau sudah siapkan?" tanya Yuanita begitu pintu kayu jati di depannya terbuka lebar. Menampilkan sosok yang dulu pernah dirinya usir secara halus. "Iya, Yun. Brian mana," tanya Ara yang tak melihat sosok yang kemarin berjanji akan menjemputnya. "Dia sedang ada projek makanya aku yang diminta untuk menjemputmu," jelas Yuanita. "Oh, ya sudah Ayo masuk. Biar aku pamitan dulu pada bang Adam dan Kaylani." Ara mempersilahkan Yuanita masuk. Dirinya lantas menuju kamar di mana Adam tengah menemani Kaylani bermain. "Bang, Yuanita sudah sampai," tutur Ara. "Iya, Neng." Adam memaksakan bibirnya yang terasa berat untuk menyenangkan Ara. Ia menuntun Kaylani keluar kamar. Adam menyalami Yuanita. Mengulas senyuman sebagai bentuk penghormatan. "Bisa kita langsung berangkat, Ra? Agar nanti kita tidak kemalaman sampainya," pinta Yuanita. Ara mengangguk setuju. Ia menoleh pada Adam. "Bang, Neng pergi dulu ya. Titip Kaylani, tolong jaga baik-baik." Ara menelan ludah gusar. Kalimat itu lolos begitu saja dari bibirnya. "Iya, Neng. Jaga diri Neng di sana. Kabari kalau nanti sudah sampai." Adam mengulurkan telapak tangannya, membiarkan Ara menciumnya sebagai salam perpisahan. "Kay, anak baik. Jangan nakal ya." Ara mengecup puncak kepala Kaylani cukup lama. Ia menghirup dalam-dalam aroma wangi dari rambut Kaylani, menyimpan baik di memorinya. "Iya, Ma." Kaylani tak banyak bicara. Diirnya tak begitu pandai merangkai kata. Setelah drama perpisahan kembali terjadi antara Ara dan juga keluarga sekarang di sinilah Ara berada, di dalam mobil Yuanita yang akan segera melaju ke Jakarta. "Sudah, Ra. Kau pergi hanya untuk sebentar dan untuk mengubah nasib perekonomian keluargamu, tidak perlu kau bersedih seperti ini," ungkap Yuanita mencoba untuk mengembalikan mood Ara. "Iya Yun kau benar, hanya saja aku masih belum bisa berpisah dengannya Kaylani, kalau dengan bang Adam sudah sejak kemarin. Kau tahu dia melarang aku untuk bermain film," jelas Ara. "Kenapa begitu?" "Entahlah." "Eh, Ra. Aku juga tidak menyangka jika dirimu bisa diterima oleh sutradara. Maaf ya, kemarin aku meninggalkan dirimu saat kau membutuhkan aku," ucap Yuanita mengalihkan pembicaraan. Yuanita benar-benar berubah menjadi hangat kembali pada Ara, agar dirinya bisa lebih mudah untuk membujuk wanita itu kapan pun jika berurusan dengan pekerjaan. "Tidak apa-apa, Yun. Kau mungkin terlalu kecewa denganku. Wajar saja jika kau bersikap seperti itu," ungkap Ara. Tidak masalah bagi Ara, toh dirinya juga sudah tahu bahwa di dunia ini jika nasib keberuntungan berpihak pada dirinya tentu saja semua yang dulunya menjauh akan mendekat, ini sudah menjadi hukum alam. "Aku tidak menyangka, jika pada saat kau casting di sana ada sutradara bukan hanya si Rayhan." "Sama aku juga gak nyangka, Yun. Aku kira hanya si mulut j*****m itu saja yang berada di sana dengan beberapa orang. Eh nyatanya ada sutradara," ucap Ara. "Apa kau tahu, Ra. Selain syuting film di percepat, sutradara akan membagikan peran untuk orang-orang yang sudah lolos casting, tapi sebelum itu dia akan mencoba kembali bakat dari masing-masing. Aku rasa sutradara tidak begitu percaya dengan Rayhan." Yuanita memberikan informasi pada Ara, informasi itu benar-benar seperti angin segar untuk wanita beranak satu itu. "Kau yakin, gak salah informasi?" "Tentu saja tidak. Ah ... Jika aku tidak ada kegiatan bermain film di tempat yang lain mungkin aku juga ingin mengambil kesempatan yang langka waktu itu, tapi aku rasa ini memang sudah rejeki untukmu, Ra. Janji padaku kau harus menunjukkan bakat yang kau miliki itu di depan sutradara. Karena ini benar-benar kesempatan langka!" "Tentu saja, Yun." Ara menjawab dengan penuh semangat. Kini Ara semakin yakin dengan keputusan yang telah ia ambil, bahwa tidak ada yang salah jalan. Semua terasa seperti keberuntungan yang memang sudah ditakdirkan oleh Sang Halik untuk merubah semuanya. Kini Ara berpikir kembali, apa mungkin dirinya belum bisa kembali ke masa depan karena yang digariskan Sang Halik belum ia jalankan, ya takdir sebagai seorang artis. Dirinya selama tiga tahun sudah berubah menjadi seorang ibu yang baik sekaligus istri yang baik, seharusnya jika seperti yang ada di dalam film-film yang ia tonton, dia sudah kembali ke masa depan. Namun, nyatanya sekarang ia masih terkurung dalam masa lalu. Beberapa jam perjalanan yang ditempuh Yuanita dan juga Ara menuju Jakarta kini mereka sudah sampai ditempat tujuan. Ara tersenyum sengit saat sampai di depan bangunan yang tergolong kecil seperti kost-kostan, ia berpikir kenapa tidak berada di apartemen Yuanita kembali. Lama dirinya berpikir, ini masih sama seperti kejadian waktu dulu dia berada di Jakarta, dia ditempatkan di kost-kostan jika memang kamar 7A adalah tempat tinggalnya, berarti semua kembali ke skenario awal. "Nah, Ra. Kau bisa tinggal di kost-kostan ini nomor 7A. Maaf aku hanya bisa mencarikan tempat tinggal seadanya, dan ini kuncinya," jelas Yuanita sembari memberikan kunci kamar untuk Ara. Ara sempat tercengang sebentar membenarkan semua hal yang berada di dalam benaknya. Dirinya lalu menerima kunci itu dan bersikap seolah-olah mempertanyakan pada Yuanita kenapa dirinya di berikan tempat tinggal kost-kostan. "Tidak masalah Yun, yang penting aku masih ada tempat tinggal. Jadi kau masih tinggal di apartemen atau juga turun kasta?" tanya Ara yang berakhir dengan tawa Yuanita. "Kenapa kau tertawa?" tanya Ara lagi saat wanita di hadapannya ini tidak berhenti tertawa. "Pertanyaan kau lucu, Ra. Aku sudah tidak tinggal di apartemen, karena tempat itu tidak lagi nyaman untuk ditinggali," jawab Yuanita. "Lalu sekarang kau tinggal di mana?" "Aku tinggal bersama dengan pacarku, kenapa kau mau ikut juga?" tanya Yuanita. Beberapa hari yang lalu memang Yuanita tinggal bersama dengan Brian agar memangkas biaya pengeluaran kehidupan mereka, selain itu mereka juga ingin lebih dekat agar bisa selalu berdiskusi untuk rencana ke depannya. "Tidak usah, terima kasih. Aku di sini saja dari pada menjadi obat nyamuk!" tolak Ara. "Baiklah, baiklah. Ayo, kau masuk dan beristirahat. Besok pagi kau harus berjuang lebih keras untuk menggapai impianmu," perintah Yuanita. "Kau tak ingin masuk?" "Tidak, di sini juga banyak kok calon artis yang ngekost. Kau bisa mencari teman yang lain biar kau tidak bosan," ungkap Yuanita. "Baiklah, jadi kau langsung pulang?" tanya Ara yang mendapatkan anggukan dari Yuanita. "Baiklah kau hati-hati," ucap Ara lagi. Ara memandangi Yuanita yang berjalan menuju kemudi, hingga mobil itu berjalan lalu menghilang, baru Ara masuk ke dalam kost-kostan. Baru dirinya sampai di pintu masuk kamarnya, Ara seperti melihat sosok yang sangat dia kenal. "Sas ... Sasmita?" gumam Ara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD