Inilah Akting

1130 Words
Ara ingat dengan betul, dulu dirinya bertemu dengan Sasmita bukan di kost-kostan seperti ini melainkan di tempat syuting. Apa dulu dirinya tidak terlalu peka dengan sekitar? Ara lalu mengejar Sasmita hingga tubuh kecilnya sekarang berhadapan dengan wanita itu. "Sas," teriak Ara berusaha menghentikan langkah wanita yang seusainya. Merasa namanya dipanggil, wanita itu pun membalik tubuhnya. Bola matanya menyipit melihat Ara yang tergopoh berlari ke arahnya. "Kau siapa?" tanya Sasmita heran. Ara terengah pelan. Ia menetralkan desahan napasnya yang tak beraturan. Sasmita dengan sabar menunggu Ara menyahut. Sekilas ia meniti penampilan Ara, berusaha mengingat apakah mereka saling mengenal. "Jadi benar kau Sasmita?" ulang Ara. "Iya. Kau siapa? Apa kita saling mengenal?" tanya Sasmita beruntun. Penasaran dengan nada suara Ara yang seperti orang yang sudah mengenal lama. Ara menepuk jidatnya. Merasa bodoh karena langsung menyapa Sasmita. Tentu saja Sasmita tidak mengenali dirinya, Karena memang belum pernah bertemu sama sekali. Ara memutar otaknya cepat. Bibirnya sedikit terbuka, namun tidak ada kalimat yang terlontar. "Sepertinya kau salah orang," tandas Sasmita. Perutnya sudah lapar, ia tak mau terkena tipes hanya karena meladeni orang asing. Sasmita bersiap pergi, tetapi seruan Ara menghentikan langkahnya. "Eh, maaf, aku hanya pernah melihat fotomu di beberapa majalah. Aku hanya ingin memastikannya saja kalau aku tidak salah mengenali orang," ungkap Ara dengan sedikit berbohong. Di masa depan, Sasmita adalah temannya yang juga baik. Bahkan dia lebih tulus dari pada Yuanita. Kesempatan yang bagus untuknya bisa bertemu dengannya. "Oh, tidak masalah, kau penghuni baru di sini?" tanya Sasmita mencairkan suasana "Iya, kenalkan aku Maharani Putri panggil saja aku Ara." Ara mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Sasmita. "Aku Sasmita, panggil saja aku Mita. Apa kau calon artis juga?" tanya Sasmita setelah menerima uluran tangan Ara untuk berjabat tangan. Ara tersenyum tanggung saat diberikan pertanyaan itu oleh Sasmita, dirinya bingung mau menjawab apa. Ia masih takut kalau kegagalan kemarin sampai terulang lagi. "Aku tahu orang baru memang seperti itu, sedikit malu-malu," ucap Sasmita sembari menepuk-nepuk pundak Ara, mengisyaratkan agar dirinya bisa lebih percaya diri. "Kau tenang saja, semua yang tinggal di sini memang calon artis dengan bakatnya masing-masing dan semua di bawah naungan agensi Brian," jelas Sasmita berucap kembali. Ia mengira Ara membutuhkan teman, dan masih takut untuk tinggal sendirian. Setelah berucap seperti itu dan tidak mendapatkan balasan kata dari Ara. Sasmita membalikkan tubuhnya untuk segera pergi. "Kau mau ke mana?" Ara bertanya, setelah sadar dari lamunannya. "Aku mau mencari makan, apa kau mau ikut?" Ara menggelengkan kepalanya kecewa. Padahal ia masih ingin nostalgia dengan berbincang lama. Ia sebenarnya ingin ikut makan, tetapi Brian sepertinya lupa akan janjinya yang akan memenuhi kebutuhan finansialnya. "Ya sudah. Kalau begitu aku masuk dulu ya, salam kenal," balas Ara sebelum Sasmita ikut menwarinya pergi bersama dan menanggung makanya. Sungkan rasanya hendak menolak, lebih baik mencegahnya bukan? Setelah mendapatkan anggukan dari Sasmita Ara melangkahkan masuk menuju kamarnya. Manik hitam Ara menyusuri setiap inci ruangan yang hanya berukuran dua kali tiga meter. Di lantai keramik putih itu hanya tersedia kasur lantai dan lemari pakaian. Di sudut ruangan, beruntung di sana bertengger sebatang sapu. "Aah ternyata Yuanita tak mau rugi kali ini," batin Ara miris. Ara meletakan tas ranselnya, memindahkan semua pakaiannya dan membersihkan ruangan sebelum mengsitirahatkan tubuhnya. *** Semalaman berteman sepi di ruang yang tergolong sempit, kini Ara sudah berada di sebuah ruangan luas, tempat khusus teater di mana yang dijadikan sebagai tes untuk mendapatkan peran ulang. Ara menarik napasnya dalam-dalam. Merilekskan dirinya agar nanti tidak terlalu tegang dalam berakting. Perlahan-lahan ruangan teater kecil itu penuh dengan orang-orang yang sepertinya kemarin terpilih untuk mendapatkan peran. Ara duduk berdampingan dengan Brian. Laki-laki itu pagi-pagi sekali sudah datang menjemput dirinya. Ara yang kini menggunakan baju bermotif bunga-bunga dan rambut tergerai terlihat begitu cantik, wajah polosnya seakan bisa menghipnotis siapa saja yang akan melihat dirinya. Para lelaki mungkin tidak akan sadar jika Ara sudah memiliki seorang anak. Brian berkata pada Ara, "Kau jangan grogi, ini kesempatan langka kau harus bisa membuktikan bakat akting yang kau miliki agar bisa mendapatkan peran penting dalam film ini." "Aku tahu itu, aku akan mendapatkan peran penting dalam film ini," ucap Ara dengan penuh percaya diri. Kesempatan ini tidak akan disia-siakan olehnya. "Baiklah, aku mengandalkan dirimu, Ara." Sutradara datang bersama dengan Rayhan di sampingnya. Nampak sekali jika Rayhan saat melihat Ara ada rasa yang tidak ia sukai. Rayhan mempersilahkan sutradara untuk duduk terlebih dahulu, sedangkan dirinya menghampiri Ara lalu berkata, "Kau rupanya datang juga, aku kira kau akan langsung menolak tawaran sutradara karena kau sama sekali tidak berbakat." "Aku memiliki bakat yang tidak pernah kau duga, Pak." Ara melotot saat berucap pada Rayhan. "Aku rasa bukan bakat tapi keberuntungan," cibir Rayhan merendahkan. Gara-gara Ara, kemarin ia sempat beradu mulut dengan sutradara. Perdebatan mereka berujung pada cacian sang sutradara yang mengatakan kalau dirinya kurang lihai dalam melihat bakat seseorang. Membuat harga dirinya sedikit tergores. "Apa pun itu, membuktikan bahwa aku memang pantas di sini," cetus Ara penuh keyakinan. "Baiklah. Tak perlu banyak bicara." Rayhan memberikan beberapa lembas naskah yang sama seperti kemarin. Meminta Ara untuk mempelajarinya. Wanita itu berkonsentrasi penuh, diingat-ingatnya kembali ucapan Rayhan yang mencemoohnya, serta cacian para tetangga. Dalam benak Ara dia memberikan satu kalimat untuk dirinya sendiri sebagai motivasi, "Percayalah semua akan menjadi memilikimu." Waktu untuk penampilan sudah dimulai, satu persatu yang melakukan akting kini silih berganti dan langsung mendapatkan peran dari sang sutradara yang sejak tadi nampak serius melihat bakat masing-masing. "Maharani Putri." Rayhan memanggil nama Ara agar segera tampil di atas panggung teater. Merasa namanya di panggil, Ara langsung bangkit dari tempat duduknya, berjalan layaknya model dengan aura angkuh untuk sampai di atas panggung teater. Bukan karena sombong, tapi Ara ingin langsung menunjukkan bakat akting untuk memerankan karakter permen utama. Film yang berjudul sebuah penyesalan ini, kisahnya sama seperti yang dia alami sekarang. Setelah sampai panggung Ara menarik napasnya dalam-dalam, diliriknya kembali wajah Rayhan yang masih setia memandang rendah dirinya. Lama sekali Ara berada di atas panggung, tapi dirinya sama sekali tidak melakukan apa pun hingga akhirnya suara Rayhan yang berbicara pada sutradara terdengar di gendang telinganya, "Pak, saya sudah mengatakan pada Anda jika wanita itu sama sekali tidak berbakat." Saat mendengar kata-kata itu, Ara langsung berlutut lalu dirinya mulai menangis, suara lemas miliknya kini berubah menjadi keras, bahunya ikut bergetar disertai suaranya yang kini mengeluarkan isak tangis, dari tenggorokannya ia mengeluarkan kata, "Tuhan, penyesalanku ini memang sudah terlambat. Namun, aku mohon padamu berikan aku kesempatan sekali lagi." Ara kemudian berdiri, menatap ke sembarang arah dengan mata berkaca-kaca, tak lama kemudian air mata mengalir deras membasahi pipinya. Sutradara beserta orang-orang yang berada dalam ruangan itu ikut merasakan kesedihan yang Ara tampilkan. Mereka semua terharu, Ara membawakan akting pemeran utama dengan sangat baik. "Inilah akting! kau bilang dia tidak berbakat?" ungkap sutradara pada Rayhan. Rayhan yang masih syok dengan akting Ara dia hanya bisa menundukkan kepalanya, menelan ucapan yang dilontarkan ke Ara dengan kasar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD