Maafkan, Mama.

1163 Words
Hari berlalu, Adam kembali menjadi kuli panggul dan Ara kembali menjadi buah bibir tetangga karena kembali sering ngutang. Selain itu tuntutan sang anak yang terus ingin mainan baru membuat kepala Ara semakin pening. "Ma ... Hapan Kay unya ainan halu?" Kaylani kembali menagih mainan yang beberapa hari lalu dijanjikan oleh kedua orang tuanya. "Kay, sabar ya Papa belum ada uang untuk membelikan Kay mainan baru. Nanti kalau sudah ada uang pasti Papa akan membelikan Kay mainan," papar Ara dengan nada lembut. "Janji ya Ma ...." Kaylani mengulurkan jari kelingkingnya di depan Ara. "Iya sayang janji." Ara menautkan jari kelingkingnya ke jari Kaylani. Pada saat yang sama bunyi orang jualan es krim pun melewati rumah Ara, membuat jantung Ara berdebar-debar tak karuan. Bagaimana nanti kalau Kaylani akan meminta dibelikan es krim? pasalnya makanan itu menjadi favorit anaknya. Sedangkan untuk saat ini, Ara sama sekali tidak memegang uang sepeser pun. Uang yang katanya masih sisa untuk sampai akhir bulan kemarin, sudah habis untuk membeli s**u Kaylani dan pampers. "Ma ... Ma es klim," ucap Kaylani sembari menarik-narik baju Ara. Ekspresi wajah Ara menjadi suram. Ketakutan yang menjadi kekhawatirannya kini menjadi kenyataan. Di dunia ini hal yang paling tidak bisa ditahan oleh seorang ibu adalah saat anaknya minta jajan. Perasaan bersalah pasti menghampiri jika tidak menurutinya. Namun, saat ini Ara sama sekali tidak memiliki uang. Mana mungkin penjual keliling mau memberikan ia kata hutang kan? "Ma es klim," ulang Kaylani saat melihat Ara tak bergeming. Ia tak sabar ingin berlari menghampiri sang penjual, tetapi Ara selalu mengajari Kaylani untuk tidak membeli sesuatu sebelum Ara memberinya secuil kertas yang dinamakan uang. "Sa ... yang." Ara membelai lembut puncak kepala Kaylani. Bibirnya terasa berat untuk berbicara. Kaylani menatap bingung ibunya. Anak-anak yang mengerumuni tukang penjual es krim semakin sedikit. ia takut penjual itu pergi dan pastinya jika penjual itu pergi ia tidak bisa menikmati rasa es krim yang ia sukai. "Mama, ayo, bulu." Kaylani menarik tangan Ara agar bangkit dan segera bergerak. Ara terpaksa menahan tangan anaknya sembari meneteskan air matanya. Jika selama ini dia bisa kuat untuk menghadapi kemiskinan bersama dengan Adam sebelum ada Kaylani, kini dirinya benar-benar tidak tahan lagi. Sebagai seorang ibu apalagi sudah dekat dengan sang anak dia menginginkan yang terbaik untuk sang anak. Dulu Ara berpikir jika Kaylani tidak membutuhkan materi, melainkan kasih sayangnya. Namun, sekarang sepertinya dua hal itu berjalan beriringan, dan tidak bisa salah satu saja. "Ma ... Ma bulu Ma, tukang es klimnya kebulu pelgi," oceh Kaylani membuat Ara gegas menghapus buliran bening yang sudah membasahi pipi mulusnya. "Kay, hari ini jangan makan es krim dulu ya. Lihat cuaca sedang tidak bagus, nanti kalau Kaylani sakit bagaimana? Mama kan jadi khawatir," ujar Ara memberikan penjelasan dan ini tidak bohong karena cuaca memang sedang tidak bagus, kadang panas dan kadang juga mendung. "Emang kalau cuaca huluk ndak holeh akan es klim?" tanya Kaylani lagi yang nampak belum percaya dengan penjelasan Ara. "Betul sekali," jawab Ara sembari tersenyum untuk menyakinkan Kay. "Mama ndak agi ohong kan? Itu emen-emen Kay pada heli es klim!" Kaylani menunjukan pada Ara, jika temen-temannya kini sedang memakan es krim dengan nikmatnya. Apalagi cuaca yang panas seperti ini. Ara menarik napas dalam-dalam. Mencari kata yang tepat untuk memberi penjelasan kepada Kaylani. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya kalau ia sama sekali tidak memiliki uang untuk membeli es krim itu. Entahlah, Ara sendiri malu untuk mengatakan hal itu. "Begini ya sayang nanti kalau cuacanya sudah bagus dan Papa sudah gajian Kaylani boleh beli es krim yang banyak," ucap Ara memberikan harapan pada Kaylani. "Ma ... Ma ndak ohong kan?" Gadis kecil seperti Kaylani yang baru berusia tiga tahun biasanya akan lebih percaya dengan ucapan sang ibu. Namun, nampaknya Kaylani kini sedikit tidak bisa percaya lagi dengan sang ibu. "Iya, Sayang. Ya sudah Kaylani main boneka barbie dulu sana, di dalam rumah. Mama buatkan s**u untuk Kay ya," perintah Ara. "Iya, Ma. Inget Ma ... dua janji Mama. Es klim dan ainan halu." Kaylani mengangkat dua jarinya lalu berlalu meninggalkan Ara yang masih berdiri di beranda rumah. "Iya," sahut Ara singkat. Dadanya terasa sesak kala mengingat wajah ceria Kaylani meski hanya diberikan janji manis. "Kay maafkan Mama, Nak. Mama belum bisa memberikan yang terbaik untukmu," ucap Ara sembari menatap punggung Kaylani yang kini mulai menghilang di balik pintu. Ara kembali lagi berpikir apakah beberapa tahun yang lalu ia salah dalam mengambil keputusan? Menolak untuk terjun ke dunia entertainment? Meskipun hanya mendapatkan peran pembantu harusnya ia terima karena hal itu juga bisa membantu keuangan keluarga? Memikirkan hal itu Ara kini bertekad seandainya ada lagi tawaran untuk menjadikan dia artis Ara akan langsung menerimanya. "Ya, sepertinya kau juga tidak hanya mengubah sikapmu, Ra. Tapi kau juga harus mengubah peruntunganmu." Tekad Ara kini sudah bulat. Ia sudah siap atas konsekuensi yang ia terima seandainya Adam akan melarangnya seperti dulu. "Ini demi, Kay," batin Ara menguatkan diri. Mungkin rumah tangganya akan sedikit retak, tetapi baginya tidak masalah. Ara yakin, kalau Adam melihat Kaylani senang suaminya pun akan luluh. Ara segera beranjak dari duduknya. Teringat dengan ucapannya yang akan membuatkan Kaylani s**u. Jemarinya cekatan meracik minuman berwarna putih itu. Lantas memberikannya pada Kaylani. "Kay, minum s**u dulu ya." Kaylani langsung menerima botol s**u dari Ara. Meminumnya cepat. Tidak ada es krim, s**u pun jadi. Ara menghela napas lega melihat Kaylani yang sepertinya sudah lupa dengan keinginannya beberapa menit lalu. Tidak ada lagi ekspresi merajuk, yang tercetak di wajah gadis kecil itu hanyalah seringai lebar sembari memainkan boneka barbie nya. "Bersyukur kau masih bisa membeli s**u. Tapi jika habis dan kau tidak punya uang? Apa yang akan kau gunakan untuk membujuknya?" "Kay." Suara teriakan nyaring yang sangat Ara kenal seketika membuat dirinya panik. Itu adalah suara teman sebaya Kay. Ia ingat betul, karena bocah tengik itulah Kaylani pulang-pulang bermain langsung meminta mainan baru. "Ma, Kay pamit pelgi ain hulu ya." "Sayang, Kay di rumah saja ya. Kan cuacanya sedang tidak bagus," bujuk Ara. "Tapi Alien uga boleh ain, Ma," sergah Kaylani. "Emm itu." Bibir Ara hanya terbuka sedikit, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. "Itu apa Ma?" Kaylani setia menunggu jawaban dari ibunya. "Itu karena Mama Alien tidak tahu kalau cuacanya sedang tidak bagus. Kalau tau, Alien juga akan dilarang bermain." Ara lagi-lagi terpaksa berbohong. "Mama ndak lagi ohong kan?" Deg. Pertanyaan Kaylani menampar keras hati Ara. Seharusnya ia mengajarkan sebuah kejujuran, bukan malah kebohongan! "Iya, Sayang. Besok kalau cuacanya bagus, pasti Kay boleh main." Kaylani tampak menimbang sebentar. Di liriknya teman sebayanya yang masih setia menunggunya di luar melalui jendela. "Kay tidur siang saja ya. Nanti kalau bangun, Mama belikan es krim." "Selius Ma?" Kaylani begitu tertarik dengan tawaran Ara. Ia kini tak lagi ragu untuk tetap berada di rumah saja. "Iya. Nanti setelah papa pulang." "Ya udah, Kay tidur aja." Bibir Ara mengulas senyuman. Lebih baik ia memotong jatah uang belanjanya untuk membelikan Kay es krim dari pada melihat anaknya menangis meminta mainan baru. "Mama ke luar dulu. Mau bilang kalau Kay sedang tidur." Kay menganggukkan kepalanya. Lalu membaringkan tubuh mungilnya di atas ranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD