Maksud Terselubung

1114 Words
Ara menghela napas lega saat melihat tubuh mungil Aline kian menjauhi rumahnya. Sebenarnya ia tak hanya ingin mengusir halus bocah itu, tetapi juga memarahinya karena telah membuat Kaylani menangis meminta mainan baru. Namun, ia takut kalau Aline mengadukkan pada ibunya yang mungkin akan mendampratnya balik. Masih untung kalau ibunya hanya mengajaknya beradu mulut, tapi kalau sampai mengungkit hutangnya di warung, atau lebih parah menghina kemelaratannya, itulah yang membuat Ara hanya bisa diam tak melawan. Ara membalik tubuhnya, bersiap kembali masuk. Namun, gerakan tubuhnya mendadak berhenti ketika mendengar suara menggelegar memanggil namanya. "Ara," panggil Yuanita dari kejauhan sana. Tidak mau kehilangan jejak Ara, ia pun terpaksa berteriak untuk mencegahnya. Ara tertegun saat melihat siapa yang memanggil dirinya. Inikah yang dinamakan, pucuk dicinta ulam pun tiba? "Hai, Yun!" seru Ara melambaikan tangannya. Bersemangat menyambut Yuanita setelah tiga tahun tidak menampakkan batang hidungnya. Yuanita dengan gaya bak model kini melangkah menuju rumah Ara. Ara melongo cantik melihat barang-barang yang digunakan Yuanita. Tanpa perlu bertanya, Ara sudah bisa menebaknya jika barang itu branded semua. Sifat buruk Ara yang iri semakin bertambah kala melihat perhiasan yang melekat di leher dan tangan Yuanita. Ia tiba-tiba terbayang saat dirinya memakai barang-barang seperti Yuanita. Anggun dan elegan, itulah kesan pertama yang orang lihat tentangnya. "Kenapa melihatku seperti itu?" Yuanita mengibas-ngibaskan tangan kanan yang dilingkari emas di depan wajah Ara. Menyadarkan sahabatnya sembari sedikit pamer. "Eh tidak apa-apa," sahut Ara tersenyum simpul. Bisa mencium maksud terselebung Yuanita. "Ada apa kemari?" "Aku hanya ingin singgah. Rasanya sudah lama aku tidak ke sini. Kalau dihitung, sepertinya sudah tiga tahun. Wah, waktu yang lumayan ya." Yuanita berkata dengan penuh kekaguman untuk menghidupkan suasana. "Oh, Astaga. Kau masih tetap sama, menjadi rakyat jelatah." Netra Yuanita bergerak kesana-kemari meneliti setiap inci sudut rumah Ara, membuat sang pemilik jengah. "Duh, kupingku tadi menjadi panas saat mendengar para tetangga membicarakan dirimu, Ra. Ku pikir mereka sedang membual, ternyata benar." Aura wajah Ara berubah menggelap. Inilah yang tidak ia sukai ketika keluar rumah. Pertama, tetangganya pasti akan mengajaknya bergosip. Lalu yang kedua, ketika ada seseorang yang tidak ikut berkumpul, maka ibu-ibu itu akan menjadikannya bahan untuk bergosip. Sama seperti sekarang, entah apa yang ibu-ibu kampung bicarakan tentangnya. "Kau tau apa yang mereka bicarakan, Ra?" ujar Yuanita. Ara membuang napas dalam-dalam. "Hah, sudahlah. Pasti mereka juga membicarakan aibku." Yuanita terkekeh pelan. "Mana ada sih, orang yang mau bergosip membicarakan kebaikan orang lain? Kalau pun ada, biasanya sih karena dia penjilat." Ara memutar bola matanya malas. Sudah hafal dengan tabiat mereka. "Kau serius hanya ingin singgah? Rasanya aneh kalau kau datang tanpa maksud tertentu," ujar Ara heran. "Serius, Ra. Aku kangen denganmu," jawab Yuanita berbohong. Ia tak mau mengatakan bila ia ingin menawari Ara untuk bergabung ke dunia entertainment yang bisa saja membuat Ara ilfeel dan malah berubah pikiran kalau dia ada niat mau ke dunia itu. "Ku pikir kau sudah lupa denganku," ucap Ara sembari menggandeng Yuanita untuk masuk kedalam rumahnya. "Kita lanjutkan ngobrolnya di dalam." "Rumahmu sedikit ada perubahan ya, Ra. Dulu seperti hanya semen dan tidak ada keramik," ujar Yuanita. "Ini bukan rumahku, Yun, tapi kontrakan. Aku belum sekaya itu untuk bisa membeli rumah sendiri. Saat bang Adam memiliki pekerjaan, uang kita habis untuk membayar hutang dan keperluan sehari-hari. Baru kemarin niatnya mau mencari ART, tapi bang Adam sudah kena PHK," papar Ara menceritakan kehidupannya. Sedikit diberi bumbu, sepertinya tidak masalahkan? Agar Yuanita semakin yakin untuk menawarkan dirinya kembali terjun ke dunia entertainment. "Astaga, Ra. Aku kira selama ini kau tidak menghubungi diriku lagi karena sudah berkecukupan, ternyata sama sekali belum berubah?" tandas Yuanita. "Hais, jangan bicarakan hal itu lagi. Kau sudah melihatnya sendiri kan?" balas Ara acuh. Baginya hanya membuang tenaga menjawab pertanyaan yang jawabannya sendiri sudah di depan mata. "Ya ya ya. Tak perlu emosi aku hanya bertanya." "Hmm," gumam Ara pendek. "Apa kau panas, Yun? Aku ambilkan kipas ya," tawar Ara. Sedikit mengumbar kemiskinannya kalau di rumahnya tidak ada AC agar Yuanita membujuknya lagi untuk terjun ke dunia entertainment. "Lagian kenapa dulu kau menolak tawaranku sih? Andaikan kau mau menerima mungkin sekarang kau bisa mengenakan barang-barang mewah sepertiku dan membuat para tetanggamu bertekuk lutut di bawah kakimu," celoteh Yuanita panjang lebar. Ara tersenyum menanggapi celotehan dari sahabatnya itu, tiga tahun berlalu juga dia sama sekali belum berubah. "Kau benar, Yun. Sepertinya aku sekarang menyesal dengan keputusanku waktu itu," ucap Ara dengan nada sendu. "Namanya juga penyesalan, pasti datangnya di akhir. Kalau di depan, namanya pendaftaran, ye kan!" jawab Yuanita puas berhasil menggoyahkan Ara. "Jadi apa aku bisa mendapatkan kesempatan itu lagi?" tanya Ara yang tak ingin berlama-lama berakting. "Seharusnya tidak, tapi karena aku baik dan kau sahabatku, jadi aku akan memberikanmu kesempatan kedua." Binar mata Ara terlihat bahagia. Refleks ia memeluk Yuanita. "Syukurlah. Terima kasih." "Kembali kasih." Yuanita membalas pelukan Ara erat. "Sebenarnya aku kemari tidak sendirian tetapi dengan managerku," ucap Yuanita akhirnya memilih jujur. "Manager?" tanya Ara bingung. "Iya, karena dulu kau menolak tawaran yang aku berikan, sekarang manager datang sendiri untuk memberikan tawaran untukmu masuk ke dunia entertainment," bisik Yuanita di gendang telinga Ara. "Kau serius?" ucap Ara yang nampak tidak percaya dengan kalimat yang baru saja keluar dari bibir berwarna merah bata itu. "Kau kira, aku berbohong? Tunggu sebentar dia akan kemari nanti, soalnya dia juga sedang mencari orang-orang yang berbakat untuk masuk ke dunia entertainment, takutnya kau akan menolak tawaran yang ia berikan," ungkap Yuanita. "Yun, aku mau sekarang masuk dunia entertainment, coba segera hubungi manager untuk datang kemari," perintah Ara. Yuanita pun mengangguk, ia segera mengeluarkan ponsel limited edition yang baru saja ia beli, dengan bergaya centil ia pun menekan nomor milik manager. Butuh waktu tiga sampai empat menit Yuanita berbincang dengan sang manager dan akhirnya selesai. "Ara, coba ganti bajumu itu. Manager akan segera ke sini, biar dia bisa melihat kecantikan yang kau miliki, dunia entertainment itu yang paling penting adalah cantik dan tentu punya bakat. Jangan hanya bakat saja, tapi penampilan acak adul," ujar Yunita. "Oke, Yun. Tapi kau jangan berisik ya, soalnya Kaylani sedang tidur," ujar Ara yang mendapatkan anggukan dari Yuanita. Ara pun dengan perasaan senang berganti pakaian terbaik yang ia miliki, ia seakan lupa siapa manager yang akan ia temui. Tak hanya berganti pakaian, Ara pun sedikit memoles wajahnya agar lebih nyaman dipandang. "Bagaimana, Yun. Apa penampilanku bagus?" ucap Ara meminta pendapat Yuanita. Ia memutar tubuhnya, memperlihatkan penampilannya dari segala sisi. "Tidak terlalu buruk, lumayanlah," komentar Yuanita dengan mengacungkan dua ibu jarinya. "Oke." Ara kembali duduk di dekat Yuanita. "Kapan dia datang?" Tanyanya. "Issh. Kau tak sabaran sekali. Tunggu sebentar lagi." Yuanita memeriksa ponselnya, berjaga kalau managernya mengabari jika ia tersesat atau ada kendala lainnya. Ara nyengir lebar. Ia memilih merapikan rambutnya. Suara deru kendaraan sontak membuat Ara dan Yuanita bangkit dari tempat duduknya. "Nah, itu dia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD