Jalani hingga akhir

1128 Words
"Lihatlah." Ara menyodorkan ponselnya pada Adam. "Besok kau diundang untuk interview," imbuh Ara sebelum Adam selesai membaca isi pesan yang baru diterimanya. "Alhamdulillah." Bibir Adam tak luput mengucap syukur. Meski hanya mendaftar di sebuah dealer motor, tetapi pekerjaan itu sangat berarti baginya. "Usaha tidak akan mengkhianati hasil ya, Neng," imbuh Adam sembari mengulas senyumannya. "Iya, Bang." Ara balas melempar senyum manisnya. Dulu, Adam butuh waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan pekerjaan. Namun, sekarang justru hanya hitungan jam, dirinya sudah mendapat panggilan. "Ternyata memang benar, buah dari kesabaran akan terasa manis setelahnya," batin Ara semringah. "Mungkin ini juga sebagai pertanda, kalau kau harus menolak tawaran Yuanita," ujar Adam. "Kita lanjut makan dulu, Bang. Neng sudah lapar." Ara cepat mengganti topik pembicaraan. Meski Adam sudah mendapat pekerjaan yang gajinya lebih besar dari hasil menjadi kuli panggul di pasar, tetapi uang itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka saat Kay masih balita. Ketika Kay menginjak usia sekolah, kebutuhannya pun semakin bertambah. Sehingga mereka kembali terjerat kemiskinan. "Aah ya, Abang sampai lupa." Adam kembali fokus pada makanannya. Suasana menjadi lenggang. Ara lebih memilih menutup rapat mulutnya. Pikirannya masih terus menimbang tawaran Yuanita. Sungguh, ia tak bisa mengabaikan ucapan sahabatnnya begitu saja. Dadanya terasa sesak untuk menolak. "Neng?" Panggil Adam menepuk lembut pundak Ara. "Melamunkan apa?" Imbuhnya. "Tidak, Bang. Aku hanya sedang berpikir. Besok Abang harus memakai baju yang mana," jawab Ara berbohong. Adam terkekeh kecil. Kalimat Ara terdengar lucu di telinganya. "Pakai seadanya saja, Neng." "Besok interview, Bang. Abang harus berpenampilan rapi agar bos itu tertarik memeperkerjakan Abang." "Posisi Abang nantinya bukan dibagian marketing atau pun seorang kepala manager, tapi sebagai tukang bengkel," sahut Adam. "Mau dibagian apa pun kesan pertama yang dinilai adalah penampilan. Jika penampilan kurang rapi dan cakap, tidak mungkin akan melihat keahlian, Bang. Jangan pun melihat keahlian bertanya saya akan mereka urungkan," tutur Ara. "Baiklah, baik. Istri Abang ini memang tahulah jika masalah penampilan seperti ini," ucap Adam mengalah. Berdebat dengan Ara tentang penampilan tentu saja dia tidak akan mampu. Sebab Ara dahulu sebelum bersama dengannya adalah wanita modis, terkadang Adam sangat menyesal karena membuat hidup Ara sengsara. "Sudah Bang. Ayo, kita lanjutkan makannya," ajak Ara. Ara mempercepat suapannya. Feelingnya mengatakan kalau Kay sebentar lagi akan terbangun. Karena terburu-buru, Ara tersedak makanan bunyi khas orang batuk keluar dari mulut Ara, dengan cepat ia meraih minumannya. Belum juga batuk itu reda Ara langsung melirik jarum jam yang bertengger manis di dinding ruang makan. "Pelan-pelan, Ra. Kau jangan buru-buru, aku tidak akan menghabiskan makanan ini meskipun makanan favoritku." Adam mengelus-elus pundak Ara, berharap sentuhannya bisa membuat batuk istrinya mereda. "Abang jangan bercanda. Aku buru-buru karena takut Kay terbangun." Ara cepat menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Beberapa hari tinggal bersama Kay, membuatnya sedikit tau kebiasaan sang anak. Ara cepat menumpuk piring dan gelas kotor miliknya. Hal itu tak luput dari pandangan Adam. Sungguh istrinya itu sangat cekatan, meskipun dulunya ia wanita yang manja. "Biar Abang saja yang mencuci. Kau temuilah Kay," ucap Adam. Ia menyingkirkn tangan Ara. Lalu membawanya ke wastafel. "Terima kasih, Bang." Ara menyeringai lebar, satu beban pekerjaannya telah berkurang. Ara lekas menuju kamarnya. Tepat saat itu, Ara baru saja membuka pintu, suara nyaring tangis Kay menyeruak masuk ke gendang telinganya. "Sayang, kau kenapa?" ucap Ara sontak berlari kecil menuju keranjang box di dekat timpar tidurnya. "Sayang, diamlah." Kedua tangan Ara memeluk erat sang bayi. Kemudiam merengkuhnya ke dalam pelukannya. Tangis Kay belum juga reda. Ara telaten memeriksa setiap inci tubuh Kaylani, takut jika sang bayi digigit semut atau serangga yang lainnya, sebab sang bayi tidak buang air kecil atau air besar. Merasa semua baik-baik saja Ara berinisiatif untuk membuatkan Kay s**u. Di dapur, Ara bertemu dengan Adam yang tengah menata piring di rak. "Kay kenapa Neng?" tanya Adam tanpa menolehkan pandangannya karena tengah sembari menata gelas.i "Dia menangis," jawab Ara tersenyum tipis, sedikit mencibir Adam. Suara tangisan Kay bahkan terdengar keras di telinganya. Tidakkah Adam mendengarnya? "Iya, Neng. Abang tahu jika Kay menangi, tapi kenapa?" jelas Adam dengan terperinci. "Sepertinya dia haus Bang, boleh minta tolong buatkan s**u terlebih dahulu sebelum Abang mau bersih-bersih dan tidur?" ucap Ara dengan memasang wajah memelas Tanpa banyak berucap lagi, Adam langsung membuatkan s**u untuk Kaylani. Agar sang anak bisa segera diam. *** Malam-malam panjang penuh penat telah berlalu begitu saja. Bola raksasa itu kembali terbit dari arah timur. Suara kokok ayam menyapa gendang telinga setiap insan yang masih terlelap. Suaranya yang lantang mengisyaratkan seolah membangunkan mereka. Adzan subuh berkumandang merdu. Ara perlahan terbangun dari mimpi indahnya. Rasa kantuk masih menyerangnya, tetapi mengingat jika hari ini Adam akan melakukan interview, ia pun mengubur keinginannya untuk merajut mimpi. "Ayo, semangat, Ra," ujarnya sembari mengucek matanya mengusir kantuk karena semalam Kaylani terus mengajaknya bermain hingga larut malam. Kaki jenjang Ara mengarah pada kamar mandi. Sejak ia berjanji akan merubah sikapnya, hal pertama yang ia lakukan setelah bangun adalah membasuh wajahnya agar lebih segar. Cara ini cukup ampuh untuk mengendalikan dirinya agar tetap terjaga. "Bang Adam pakai baju mana ya untuk interview?" gumam Ara sembari berpikir. Ara membulatkan bola matanya menatap isi lemari kayu. Di sana ia menelisik satu persatu pakaian Adam. "Ck, kenapa pakaian bang Adam tidak ada yang cocok?" Jemari Ara kembali meniti tumpukan pakaian Adam dari atas. "Semiskin itu kah kehidupan kami," gumam Ara lirih dengan desahan berat. Pakaian Adam yang di lemari hanya ada baju kaos yang warnanya hampir sama semua, hitam dengan warna yang sudah sedikit memudar. Meskipun pakaian itu wangi karena bau pewangi tapi apakah layak digunakan untuk interview? Ara menunduk lesu, niat hati ingin memermak sang suami agar terlihat sedikit rapi seperti harus ia kubur dalam-dalam. Apalagi semalam Adam sudah bilang untuk berpenampilan biasa saja, sangat mendukung dengan kondisi saat ini. "Bang Adam benar, sepertinya memang harus seadanya." Ara menutup kembali lemari itu dengan tatapan sendu. "Ah, lebih baik aku mandi dulu," ucap Ara kembali membuka pintu lemari. Untuk menyambut perayaan hari pertama Adam interview, Ara berinisiatif untuk memakai daster dengan motif kesukaan Adam. Berharap penampilannya bisa menggugah semangat Adam. "Waaah. Sepertinya takdir baik selalu membersamaimu asal kau mau bersabar." Manik mata Ara berbinar bahagia seperti memenangkan undian. "Ah, benar baju ini bisa bang Adam pakai." Ara pelan menarik kemeja putih yang masih terlihat begitu bersih keluar dari tumpukan baju. Bibir Ara tersenyum simpul, teringat dengan kenangan manis dengan kemeja itu. Kemeja yang dulu dipakai Adam saat mengucapkan ijab kabul. Ara mengorek lebih dalam ingatannya pada saat ia menikah dengan Adam. Pernikahan yang ia diimpikan adalah pernikahan mewah Yang bertaburan hiburan dan satu artis idolanya bisa menghadiri pernikahannya, tapi sayangnya itu hanya impian kenyataan yang harus Ara hadapi. Ia menikah di depan penghulu dan sang ayah sebagai walinya saja. Sejak awal Ara sudah tahu jika Adam bukan dari kalangan orang berada. Namun, dirinya percaya menikah akan mendapatkan rejekinya, tapi Ara tidak menyangka dalam mendapatkan rejeki yang dijanjikan sang halik akan seberat ini. Suara ayam yang berkokok menyadarkan Ara agar kembali ke dunia nyatanya. Ara langsung menepis segera penyesalannya tentang menikah dengan Adam. "Tidak, Ra. Ini sudah jalan yang kau ambil, kenapa kau harus menyesal sekarang? Tidak akan ada yang berubah jika buka kau yang merubahnya. Bersikaplah dewasa lalu jalanin semua hingga akhir." Ara langsung mengambil kemeja itu untuk disetrika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD