bc

Rama & Shinta

book_age18+
179
FOLLOW
1.1K
READ
love after marriage
goodgirl
sensitive
drama
sweet
bxg
office/work place
self discover
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Ini adalah kisah pernikahanku dengan Mas Rama. Kami selalu bahagia, sampai pada akhirnya aku merasa selalu hampa tanpa kehadiran seorang anak dalam biduk rumah tangga yang sudah empat tahun lamanya kulewati bersama Mas Rama.

Segala macam cara kucoba untuk bisa memiliki buah hati, dalam banyak ketakutan yang semakin memenuhi diri ini.

“Aku bukan istri yang baik”

“Aku bukan wanita yang sempurna karena tak bisa memberikan keturunan untuknya”

“dia pantas memiliki istri yang lebih baik dariku”

Meski begitu aku tak ingin Mas Rama pergi dariku karena kurangku itu. Sampai aku berusaha mati-matian untuk menjadi istri yang baik untuknya, sebagai ganti karena aku yang belum bisa memiliki keturunan untuknya.

Aku yang jadi selalu membandingkan diri dan mengiri pada banyak istri juga wanita di luar sana yang menurutku memiliki kehidupan yang lebih baik, yang tanpa sadar aku sudah memiliki suami yang begitu setia dan sangat sempurna.

Aku adalah Shinta, istri dari Mas Rama yang sangat kucintai dan mencintaiku.

chap-preview
Free preview
Prologue : Sejatinya Perempuan
“Shinta…” Seseorang memanggilku hingga aku langsung berbalik dan ku temukan siapa orang yang baru saja memanggil namaku itu. “Lisaa… hay…” Sapaku balik, pada wanita yang ku panggil Lisa itu. Lisa, ia adalah sahabat baikku sejak saat masih SMA dulu. Sampai saat ini usiaku yang sudah menginjak 26 tahun, aku masih setia dan dekat dengan wanita yang baru saja menjadi seorang Ibu 4 bulan yang lalu itu. Ia kemudian menghampiriku inginnya bisa cepat, tapi yang ada ia malah hanya bisa berjalan kecil-kecil karena bayi yang ada dalam pangkuannya saat ini. “kenapa lari… kasian bayi kamunya…” Kataku, dan aku langsung menyapa bayi kecil yang sangat menggemaskan itu. “pagi Bayu ganteng… ih, udah gede aja ya… kemarin waktu ketemu masih kecil bangett” Kataku, saat kulihat dan kusentuhkan jari-jariku pada lengan-lengan mungil yang terakhir kali kulihat masih sangat kecil, namun hari ini terlihat sudah jauh lebih berisi. Aku memang selalu berhasil dibuat takjub dengan semua hal tentang malaikat kecil, seperti bayi Lisa yang beri nama Bayu ini. Sebagai seorang wanita yang sudah menikah, tentu aku juga sangat ingin memilikinya. Namun karunia tuhan yang satu itu, rupanya tak bisa dengan mudahnya di dapatkan untuk beberapa pasangan yang ingin segera memilikinya seperti diriku, dan suamiku, Mas Rama. “Ehmm… anak-anak sekarang cepet banget gedenya” Balas Lisa sambil tersenyum-senyum, menatapi anak dalam pangkuannya itu. Aku tebak ia sendiri sepertinya merasa bangga pada pertumbuhan Bayu yang bisa di katakan cukup pesat itu. “Tapi … kamu sendiri aja? Ayahnya kemana?” Tanyaku, karena kuperhatikan ia sedikit kerepotan saat ini yang harus memangku bayinya di tambah juga menenteng satu tas tangan yang sudah pasti berisi semua alat-alat kebutuhan si kecil. “Tau deh tiba-tiba Mas Doni di telpon harus ketemu klient dulu, dan karena barusan itu tanggung udah sampe depan Mall juga, jadi mau gak mau aku naik sendiri deh, terus Mas Doni ke gedung kafe di sebelah… hahhh… kalo niatnya bukan beli kado buat Vio yang bentar lagi mau lahiran, jujur aja sih aku ogah banget harus belanja sambil gendongin Bayu kaya gini” “Oh? udah mau lahiran toh? perasaan baru kemaren aku denger kabar dia hamil… ehmm yaudah bareng aku aja sekalian belinya… biar nanti kalo mau jenguk, aku udah ada hadiah juga buat anaknya Vio” Kataku mengusulkan begitu. Meski sesungguhnya dalam hati aku merasa begitu iri ketika harus mendengar berita bahwa ada satu lagi temanku yang sedang menanti kelahiran bayi mereka saat ini. karena jujur saja itu selalu berhasil membuat aku merasa seperti telah tertinggal jauh di belakang mereka semua yang sudah lebih dulu menjadi para ibu muda itu. “ini biar aku yang bawa… “ Kataku, sambil kuambil tas jinjingan bayi berwarna biru muda dari tangan Lisa. “kamu gak berat apa, udah harus gendong bayi plus tenteng tas kaya ginian pula…” Tanyaku pada Lisa, “berat… tapi mau gimana lagi… harus jadi strong buat anakku ini, tapi untung aja ketemu kamu Shinta… jadi aku gak sendiri dan ada yang bantuin bawa juga hehe” Balasnya, aku tersenyum saja ke arahnya yang sedang cengengesan saat ini. Entah kenapa kini aku merasa geli melihat penampilan Lisa. Dalam waktu empat bulan saja, aku bisa melihat perubahan Lisa yang cukup drastis di mataku. Dulu tas yang selalu ada di tangannya saja, itu haruslah brand fashion kenamaan di tambah designnya yang cukup trendy, tapi sekarang anehnya dia justru tengah membawa jinjingan bayi yang sudah pasti berisi popok, s**u, dan semua tentang anak pertamanya itu. Belum lagi dulu ia selalu harus tampil modis untuk sekedar berjalan-jalan di Mall seperti sekarang ini, tapi kini Lisa tampil lebih simple dengan celana rumahan yang cukup nyaman di tambah blush kebesaran dengan belahan khusus ibu menyusui. Sepertinya kehadiran anak itu benar-benar bisa merubah kehidupan seorang wanita, begitu pikirku. “jangan liatin aku kaya gitu Shintaaa… aku tahu penampilan aku udah kaya ibu-ibu komplek di perumahan kita kan sekarang… hhh untung aja aku gak sampe cuma dasteran doang ke Mall ini” Balasnya, ia pasti sadar aku yang sedari tadi tengah memperhatikan penampilannya itu. aku tertawa saja jadinya, membayangkan kalau Lisa sampai benar-benar yang ‘cuma dasteran aja’ ke Mall saat ini. “hahahahhh yang bener ajaa… Mas Doni nanti pasti uring-uringan pas tau istrinya cuma dasteran doang ke Mall…” “bener tuh, dan tau gak Shin dia tuh parah banget, kalo aku lagi dasteran doang yaa… bawaannya mau nambah anak mulu katanya” “serius? Hahahha…. Tapi Lis, kamu sekarang beda banget loh, aku ngeliatnya…ehmm gimana ya … cantiknya kamu yang sekarang tuh di level berbeda aja gitu… aura cantik keibuannya udah kepancar banget. padahal cuma pake gaya simple, terus juga gak pake make-up-an tebel, tapi cantiknya tuh udah pooool banget… emang bener yaa pesona mama muda tuh… errr menggoda…” Pujiku padanya, jujur ia memang terlihat seperti apa yang ku katakan tanpa sedikitpun ku lebih-lebihkan. “hahahhhh bisa aja sihh… cepet jadi mama muda makanya… usaha sana sama Mas Rama” Ia malah tertawa dengan sangat keras dan berkata begitu padaku, setelah ku puji barusan itu. “halahh tiap malem juga usaha, tapi tau deh gak gol mulu, heran aku…” Balasku, “sabaaaar….” “ayo ah… ke buru siang nanti” Kataku, dan barulah aku dengan Lisa mulai mencari-cari hadiah untuk kado kelahiran anak vio, di beberapa outilit yang ada di mall di tempat ku berada bersama Lisa saat ini. Setelah hampir setengah jam lamanya aku dengan Lisa berputar-putar mengunjungi toko satu ke toko lainnya, akhirnya aku sudah mendapat satu yang sudah di bungkus cantic siap ku berikan sebagai hadiah kelahiran anak Vio, sementara Lisa masih harus membayar di meja kasir karena ia menambah daftar belanjanya untuk anaknya itu. Sambil menunggu Lisa, aku tertarik untuk melihat-lihat lebih banyak lagi perlengkapan bayi yang ada di store baby and kids sekarang ini. Semua benda yang terpajang di sekelilingku tentu sudah di pastikan terbuat dari bahan-bahan yang lembut dan teruji keamanannya untuk di gunakan oleh si kecil. Belum lagi perpaduan warna-warna yang manis dan jangan lupakan soal aroma aroma khas bayi yang tercium kuat di sekitarku ini, ahhh… membuatku semakin betah saja untuk berlama-lama di area ini. meskipun untuk sekarang aku hanya bisa sekedar melihat-lihat saja dan belum bisa membeli apapun, tapi rasanya aku begitu dekat dengan sosok bayi yang masih belum juga hadir di antara aku dan Mas Rama. Kini mataku tertuju pada sepasang sepatu bayi berwarna broken white yang sangat manis, sampai tak sadar aku dibuat senyum-senyum sendiri memandangi itu. sepertinya aku sudah jatuh cinta pada sepatu mungil itu. kurasakan kelembutnya dengan jari-jariku ini. “jadi mau tambah sama itu juga?” Tanya Lisa padaku, “Ehm engga sih… ini… lucu ya” Kataku sambil menujukan sepasang sepatu yang mencuri hatiku itu. “ehm… nanti kalo anak kamu lahir aku beliin selusin sepatu bayi kaya gitu buat anak kamu deehhh..” Ucapnya, “serius loooh yaa…” “seriuss…” Balasnya, dia itu memang sahabatku yang paling baik, pikirku. Setelah selesai dengan acara belanja itu, aku menuju Starbucks yang ada di area mall bersama Lisa dan bayinya. “aiuuuuhhh… berat banget” Ucapnya begitu mendudukan dirinya di kursi. Aku tertawa saja mendengarnya berkata seperti itu. “eehhhh... ngetawain… nanti kalo udah beranak baru aja tau, gimana rasanya bahu kamu itu berasa mau copot gara-gara gendongin bayimu…” “maaf maaf dehh… mama muda kalo marah nyeremin yaah” Candaku pada Lisa. “ini itu… sumpah perjuangan banget” Ucapnya sambil melonggarkan gendongan bayinya. “kenapa gak bawa kereta dorong bayi sii… jadi biar gak terlalu cape kaya gitu juga kan jadinya…” Tanyaku pada Lisa “Bayu ini anaknya yang gak bisa anteng di kereta dorong gitu loh Shin… pengennya tuh di gendooong mulu… kalo mau tidur aja nih ya, selama dianya belum nyenyak banget, sampe aku pegel-pegel juga gak bisa di turunin, soalnya pas di tidurin di kasurnya pasti langsung nangis minta di gendong lagi…” “gitu yaa… ehmm… sahabat aku hidupnya perjuangan banget sekarang” “gitulaah pokonya..” “yaudah mau pesen apa? aku yang traktir deh hari inii…” Kataku ingin sedikit menyenangkan hatinya, “ehmm… padahal pengen banget mimum minuman bersoda siang-siang gini, tapi gara-gara harus kasih ASI hhh…” Keluhnya, “ah, iya makan pedes juga gak boleh ya padahal favorit kamu banget…” “gitu deh… mau gimana lagi, aku pengen jus aja deh sama cemilan apa aja buat ganjel perut” “yaudah bentar” Aku kemudian menuju tempat pemesanan di depan. sambil menunggu pesananku dan Lisa di buatkan, ku lirik Lisa yang kini tengah sibuk menenangkan si kecil Bayu yang sepertinya sudah mulai sedikit rewel. Lisa mencoba mengajak bayi manisnya itu untuk berbicara sampai berusaha membuatnya tertawa. Pemandangan yang sungguh indah di mataku. Dan tiba-tiba saja aku jadi membayangkan diriku saat harus menjadi seperti dirinya kelak. Mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama dengannya. “Mbak… Mbak… Mbak ini pesanan anda” “oh… iya terimakasih” Aku hanyut dalam lamunanku sampai tak sadar pesananku sudah siap. Aku kemudian kembali menghampiri Lisa dan bayinya. “hey… anteng banget si berdua… bikin aku berasa jomblo deh, sendiri gini” “Shin… mau gendongin Bayu sebentar gak?” Tanyanya padaku, “tentu boleh dong… sini sayang…” Meskipun aku sedikit ragu dan masih takut takut karena tak terlalu terbiasa menggendong bayi, tapi aku sangat senang bisa memiliki kesempatan untuk memangku bayi Lisa ini. “hay… sama aunty dulu yaa… duh Lisa, gemesin bangett siii Bayu ini” Kataku, begitu kulihat ia tersenyum setelah kini berada dalam pangkuanku. “yaa gemesin waktu diem sama anteng kaya gini…. belum tau aja rasanya pengen marah tapi cuma bisa remes-remes bantal waktu tidur dan anak ini pengen susulah, ganti popoklah, kegerahanlahh… aiuhhh manjanya…. “ Aku tersenyum saja ternyata bayi mungil ini bisa membuat Lisa kerepotan sampai seperti itu. “Bapaknya ngapain ajaaa…” “Bapaknya-“ “Bapaknya begadang cari duit Shin” Mas Doni muncul dan menyela jawaban Lisa. Ia langsung berjongkok untuk menyapa anaknya yang berada dalam pangkuanku. “heyy… sini sama ayah nak” Ucap Mas Doni dan langsung mengambil Bayu yang masih belum lama ada dalam pangkuanku itu. sedikit kecewa jadinya, padahal aku masih ingin bersama makhluk kecil menggemaskan itu. aku jadi benar-benar ingin memiliki satu yang seperti bayi Lisa itu. “Oh iya nanti sore reuni, kalian dateng?” Tanyaku pada Mas Dony dan Lisa yang merupakan satu alumni SMA denganku. “hmmm… males sih sebenernya, dari pada dateng ke acara reuni cuma buat dengerin manusia-manusia riweuh, mending istirahat nidurin ini anak” Balas Lisa. “Terus kelonan deh… bener gak yang” Tambah Mas Dony. “husss… gak tau malu banget si Yah… jangan dengerin ayahmu ya nak…” “yaaa kan nanti bayu juga ngerti kalo udah gede, kalo ayahnya ini juga perlu di manjain selain dia” Aku hanya tertawa saja mendengar drama keluarga kecil Lisa. Drttt drttt drttt Handphoneku berbunyi dan kulihat itu adalah pangggilan masuk dari Mas Rama. “ehmmm… kayanya Mas Rama udah jemput deh… ini udah nelponin” “yaudah giih pergi, salam buat Mas Rama yaaa… “ “iya… dah Bayuu… aunty pergi dulu yaaa…” Setelah berpamitan akhirnya aku pergi menemui Mas Rama di parkiran. “hey sayang…” “Masss….” Panggilku saat ku temukan dirinya berdiri di depan mobilnya. Dan langsung ku hamburkan diriku ke dalam pelukannya. “loh lohh… kok tiba-tiba peluk gini toh..” “ehmmm… tadi aku ketemu Lisa sama Bayu, dia tuh lucuuuu banget…” Kataku pada Mas Rama. “terus?” “terus pengen…” “pengen apa? bayu? Kamu mau anaknya Lisa?” Mas Rama suka tiba-tiba gak peka gini, sebel deh. “ya engga maksudnya… punya sendiri Mas Ramaaa… ayo punya satu, aku pengen, kebelet pengennya…” Kataku, kemudian Mas Rama tertawa dengan suara yang terdengar keras sekali. “hahahhh… sayang kamu ini ada-ada aja deh, jadi kebelet banget pengen punya anak gitu? Terus mau bikin? Di sini? Ayoooo… Mas juga kebelet, soalnya gak dapet jatah dari kamu semalem” Mas Rama malah berbicara nakal begitu. “iihhh… Mas mah malah becanda… aku seriusss” “yaaa iya ayo punya satu, kita bikin” Aku tersenyum padanya, aku tahu apa yang ada di pikirannya itu. tapi aku inginnya bukan hanya untuk sekedar take pleasure, tapi sungguh-sungguh dengan sepenuh hati di niatkan untuk membuahkan keturunan darinya. “gak jadi deh… aku kan lagi dapet sekarang” kataku dan langsung saja masuk mobil meninggalkan Mas Rama. “hey… sayang.. yang bener aja padahal udah high banget ini…” “ayooo… Shinta harus ke acara reuni Masss…” ……. Mas Rama kemudian mengantarku namun sayangnya tak bisa menemaniku di acara reuni yang di adakan di salah satu hotel resto, dan di sana sudah banyak sekali wajah - wajah yang ku kenal tapi rasanya sudah sangat berbeda sejak terakhir bertemu. “Shintaaa…” “hey Cikaaa….” Cika langsung memelukku begitu melihat diriku yang baru saja memasuki area tempat acara reuni berlangsung. “kangenn bangett ya ampuun… kemana ajaaa… sibuk yaa” “ada aja tuh di rumah” “urusin anak-anak yaa… jadi gak punya waktu gitu buat sekedar kabarin akuuu…” Cika menebak kalau aku tak menghubunginya karena sibuk mengurus anak, jamak pula ‘anak-anak’ padahal satu saja belum ada hingga detik ini. Cika ini adalah satu dari tiga sahabatku yang paling dekat denganku, namun setelah lulus ia jadi orang yang paling tak tahu banyak tentang kabarku kini, karena ia juga memutuskan untuk stay di Paris jadilah untuk beberapa alasan seperti waktu mengabari dan jadwalnya yang aku tahu sangat sangat sibuk dia di sana aku jadi segan sampai akhirnya tak pernah lagi mengabarinya. “ehmm… engga kok aku masih urusin satu aja, Si Mas Rama sampe sekarang… dan memang aku yang gak hubungin kamu itu karena perbedaan waktun Jakarta sama Paris ajaa yang bikin aku segan hubungin kamu cikaaa” “serius selama ini belum ada? kirain udah sampe 4 tiap tahun beranak gitu” Candanya, “yang bener aja, di kira aku ini apaan beranak sesering itu…” “yeeeh siapa tau aja kan… tau sendiri Mas Rama tuh ngebetnya gimana sama kamu itu” Tambahnya. Sedang asik-asiknya mengobrol tiba-tiba kudengar dari ujung sana ada ribut-ribut, jerit-jerit manja ibu-ibu muda. “apa sih… ribut banget” “tau tuh…” Aku di buat penasaran sampai aku berjinjit untuk melihat apa yang terjadi di sana. Dan kutemukan di sana ada Linda dan dua troli bayinya yang memang baru saja melahirkan sapasang bayi kembar yang kini tengah di kerumuni tamu-tamu yang merasa gemas pada bayinya itu. “waah… si Linda jackpot tuh, sekali bikin dapet dua…” “ehmm, lucu lucu banget lagi…” Aku merasa sangat iri pada hidupnya, dia seperti telah di berkati banyak cinta. Di percaya tuhan untuk langsung menjaga dan membesarkan dua orang anak sekaligus, sementara aku yang ingin satu saja selama ini hanya di buat terus berharap. “aahh pasti ribet banget tuh urusin dua bayi kaya gitu, aku si males, kawin aja males” “masih Cik? Jadi beneran mau jadi perempuan Independent seumur hidup gitu?” “tentu laah… I’ am a Badass Women married it’s not my priority” Aku hanya tersenyum padanya, ia benar-benar memiliki tujuan hidup yang berbeda dari kebanyakan wanita. Di saat wanita lain termasuk aku, ingin memiliki suami penyayang yang bisa di andalkan dan anak-anak yang menggamaskan dalam keluarga yang penuh kasih dan di limpahi banyak kebahagiaan. Ia justru ingin menjadi seorang pengusaha sukses dengan kemampuannya sendiri, dan terus menghasilkan karya-karya hebatnya. Ia tak tertarik untuk menikah apalagi memiliki anak, berbeda sekali denganku yang kini sedang terobsesi dengan yang satu itu. “eh, bukannya dia itu tentanggaan sama kamu Shin?” “ehmm… jadi aku tiap hari tuh yaa tontonin mereka yang selalu mendadak adain pemotretan gitu, mulai di jalanan komplek sampe taman bahkan pintu masuk komplek tuh pernah di jadiin spot buat pemotretan anak-anaknya itu. pokoknya di fotooooooin mulu tiap hari, gak pernah absen deh kayanya tuh orang. Liat aja akun instagramnya update all the time” “apa… dia mau jadiin bayinya selebgram gitu?” “mungkin…” “dasar emang DNA-nya aja tukang pamer si tu orang dari jaman sekolah juga udah gitu, inget kan” Aku mengangguk setuju pada Cika soal Linda yang memang seperti itu orangnya. Namun dalam hati aku juga membalas, kalau aku jadi dirinya juga aku mungkin akan melakukan hal yang lebih parah dari apa yang dia lakukannya itu. aku akan memamerkannya dan menujukan betapa bahagianya aku memiliki anakku di hidupku pada satu dunia. Aku dan Cika kemudian menikmati beberapa cemilan sambil mengenang beberapa momen tak terlupakan saat masih bersekolah dulu. Sampai tertawa-tawa aku dengannya karena asik sekali bernostalgia. “hay… Cik, makin macho aja sih” Sapa Linda yang tiba-tiba mendekat dengan menggendong salah satu bayinya, ia bertingkah bak pemeran utama di reuni sore ini. Macho katanya pada Cika, itu mungkin karena kini rambut Cika yang di pangkas sampai pendek sekali dan tak seperti yang lainnya yang mengenakan dress atau pakaian anggun yang menggambarkan kesan femininenya. Cika memiliki stylenya sendiri, yang lebih memilih tampil simple dengan kaus, celana basic, dan tambahan jas sebagai outer yang membuatnya tampak maskulin malam ini. “hay juga Lin, gak ketemu udah beranak dua aja, gak ribet tuh punya upin ipin di rumah” Balas Cika asal, aku sampai harus menyenggol lengannya. Dia memang orangnya selalu berani dan kata-katanya itu yang terkadang tidak di filter dulu malah langsung di ucapkan saja seperti itu. “yahh… laki kaya kamumah mana ngerti gimana perasaan ibu muda kaya aku, mau seribet apapun itu kalo buat anakmah aku rela..” Balasnya “laki? Di jaga yaa… gue ini perempuan tulen tau!” “oh ya? Aku pikir… yah mungkin perempuan tapi…. yang gak punya rasa keibuan aja kali yaa… sampe-sampe punya mimpi tinggi tapi malah lupain kodratnya sebagai perempuan yang takdirnya itu buat jadi tulang rusuk pria dan melahirkan keturunan…” Linda terbilang jenis orang yang mengikuti stigma soal perempuan itu harus seperti itu. “ngaco!” Balas Cika tak mau kalah. “aku kasih tau yaa… perempuan itu harus mengurus keluarganya, jadi istri yang berbakti sama suaminya dan ibu yang baik untuk anak-anaknya baru bisa di katakan perempuan sejati… bukan kaya… ehem…situ” Ucapnya, aku pikir Linda sudah benar-benar keterlaluan, dia sampai berani men-judge pilihan hidup Cika seperti itu. “gue acak-acak juga tu mulut lo Lin” Ucap Cika yang mulai emosi pada Linda, aku berusaha menenangkannya dengan menahan tangannya yang sudah di kepalkannya itu, aku takut jika sampai Cika melayangkan tinju pada Linda. “iih… kasar banget si ngomongnya gak sadar apa ini ada anak aku, Shin jangan deket-deket dia ih jadi kasar kamu nanti, eh… lupa kamu jugakan belum punya anak yaa… jadi gak akan ngerti” Ucapnya sambil pergi begitu saja dengan bayinya yang selalu di bangga-banggakannya itu. “aauuhhhh… nyebelin banget siii…” “itu ajaran siapa siiii… dari mana asal usulnya coba…. perempuan itu harus punya mimpi yang tinggi, punya banyak mahakarya, bukannya cuma sekedar di sibukin urus keluarga sama rumah tangga…” Cika mulai ngedumel. Perbedaan yang besar antara pandangan hidup dua orang ini benar-benar sangat jelas ketara, Cika sedari dulu menganggap perempuan sejati adalah mereka yang bisa menjadi versi terbaik dirinya, hidup dengan bangga dengan memilih menjadi dirinya sendiri, dan mereka yang tentunya bisa membagikan cinta, kebaikan juga karya pada dunia. Berbeda dengan Linda yang menganggap bahwa perempuan sejati itu adalah mereka yang sudah menjadi istri dan ibu yang baik. “laki? Waaah… gue tunjukin juga nih punya gue sama dia… biar melek tuh matanya, kalo gue ini PE-REM-PU-AN !!!” Aku melihatnya dengan perasaan takut, lucu, dan sedikit aneh saat ini. “apa? mau liat juga Shin? sini aku tunjukin” “aah..engga engga percaya kok, perempuan… asli deh” “nyebelin banget siii… tu orang” “udahlah… biarin aja apa katanya…” Kataku, padahal dalam hati aku merekam dan menyimpan semua perkataannya dalam ingatanku. Bahkan diam-diam kini aku memikirkan semua perkataannya itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Oh, My Boss

read
386.9K
bc

Beautiful Pain

read
13.6K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

Revenge

read
35.4K
bc

MY LITTLE BRIDE (Rahasia Istri Pengganti)

read
19.3K
bc

Penghangat Ranjang Tuan CEO

read
33.7K
bc

Hati Yang Tersakiti

read
6.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook