“sayang... gimana tadi reuninya?”
Tanya Mas Rama padaku, moodku tiba-tiba down mengingat reuni tadi. Ucapan Linda dan soal adu mulutnya dengan Cika tadi membuat perasaanku... tak enak.
“rempong... kaya biasa aja Mas, ada yang pamerin udah jadi ini... udah dapet itu, yang pamer anak kembarnya juga riweeeuuuh banget”
Mas Rama tertawa mendengar jawabanku itu.
“terus?”
Tanyanya kembali, lalu aku berjalan mengahmpiri Mas Rama yang kini sedang duduk atas ranjang tempat tidurku dengannya.
“ehm... terus... ada yang tanya juga... ‘Shinta kemana aja? sibuk urus anak-anaknya yaa?’... gitu”
Kataku sambil berdiri di hadapannya dengan wajah yang kutundukan. kumainkan jari-jariku sebagai pengalihan badmoodku kini.
“hhh.... sayang...”
Mas Rama menarikku untuk duduk di atas pangkuannya. Ia tahu suasana hatiku kini sedang buruk dan akan selalu buruk jika menyangkut soal ‘anak’.
“hey.... jangan murung gini dong, nanti cantiknya ilang loh...”
“Mas... kalo aku sampe nanti keburu tua terus keriput, terus masih belum bisa kasih kamu anak gimana?”
Tanyaku pada Mas Rama, karena jujur saja setiap tahunnya aku usiaku terus bertambah, aku akan jadi tak muda lagi. aku dengar semakin bertambahnya usia tubuh kita, maka semakin menurun kesuburan seorang wanita.
“kamu itu baru 26 tahun sayang... mikirnya kejauhan deh”
Balas Mas Rama
“Mas... empat tahun lagi aku kepala tiga... gimana kalo-“
“suutttt... udah ah, kamu ini terlalu parnoan tau gak”
“bukan parnoan Mas... aku ini perempuan... dan aku denger katanya sejatinya perempuan itu kalau dia sudah berkeluarga, menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anaknya...”
kataku mengutip sedikit kata-kata Linda saat reuni tadi
“kata siapa? engga... engga gitu sayang, kamu adalah perempuan paling hebat, paling cantik paling sempurna di hidup Mas... lagian ngaco aja itu yang bikin kutipan itu... siapa orangnya bilang sama Mas”
aku bisa sedikit tersenyum menatap Mas Rama yang kini jadi sedikit emosi
“Linda...”
“hahahahh...”
Mas Rama tertawa keras sekali,
“sutt... Mas kalo ketawa keras banget ih, tetangga pada potes ke sini nanti, gimana?”
kataku sambil kupukul dadanya pelan.
“ya lagian, kata-kata ibu upin ipin itu kamu denger ah, ada-ada aja kamu ini...”
“gak boleh gitu eh, Linda itu wanita, ibu juga dari dua anaknya lagi... harus di hormati, seengganya dia lebih baik dari pada aku yang masih belum bisa kasih Mas keturunan”
aku selalu merasa kalah kalau harus menyangkut soal anak, rasanya percaya diriku langsung drop seketika.
“sayang dengerin Mas...”
Mas Rama menegakan wajahku yang kubuat tertunduk kembali.
“sayang... banyak wanita wanita hebat di luar sana, banyak banget wanita sejati yang bisa menginspirasi dengan jalan yang bahkan bukan menjadi seorang istri ataupun seorang ibu dari anak-anaknya... mereka hanya jadi wanita terbaik versi mereka, menjalani hari dengan barani dan bangga atas apa yang mereka kerjakan, terus berusaha yang terbaik untuk kisah hidup mereka”
Ucap Mas Rama padaku. aku sadar betapa hebatnya suamiku, tak ayal kalau kini perusahaan startup nya sedang melejit di kalangan kaum muda, karena jelas suamiku itu adalah pria yang bisa mendorong mereka semua yang tengah berjuang untuk hidupnya agar terus bersemangat meraih mimpinya. seperti yang ia lakukan padaku saat ini.
“kamu harus tegakin kepala kamu, balikin kepercayaan diri kamu... kamu emang belum bisa kasih Mas keturunan, tapi sampai detik ini pun hidup Mas yang hanya berdua bersamamu, Mas ngerasa udah lengkap sayang... gak kurang apapun... semua perempuan itu sempurna bagaimana pun keadaannya, begitupun dengan kamu sayang...”
“sempurna? Mas ini... jago banget gombalin aku...”
kataku pada Mas Rama
“kamu sempurna dengan apa adanya dirimu... sebagai manusia, sebagai seorang istri, dalam artian bukan tanpa celah dan salah... tapi sebagai seorang manusia yang utuh dengan kelebihan dan kekurangan itu yang namanya sempurna...”
jelasnya padaku, begitukah arti kalimat sempurna? aku baru mendengar yang seperti itu.
“aku pikir sempurna itu selalu baik, selalu cantic, tanpa cacat dan tanpa kurang...”
“malaikat itu namanya...”
cup
cup
cup
Mas Rama memberiku kiss attack tiba-tiba
“ahhh... pipi aku abis nanti Mas...”
“nanti Mas tambal pake mochi di sini biar bisa di gigitin”
aku tertawa mendnegarnya, Mas Rama memang paling hebat mengembalikan moodku.
***
@Rumah Ibu
“....”
“huffttt...”
Aku selalu jadi tegang saat mengunjungi acara keluarga besar Mas Rama, termasuk hari ini.
“sayang ayo...”
“ehm iya Mas...”
Mas Rama langsung menggandeng tanganku setelah selesai memarkirkan mobilnya. Dan begitu kakiku kulangkahkan masuk ke dalam rumah Ibu mertuaku, sudah cukup ramai, anak-anak kakak iparku yang menggemaskan tengah berlarian ke sana kemari mengidupkan suasana pagi ini.
“waahh... anak ibu baru dateng?”
Ibu langsung memelukku begitu melihatku yang kini berdiri di ambang pintu masuk.
“Ibu... maaf Shinta sama Mas Rama dateng telat”
kataku pada Ibu mertuaku, karena sepertinya semua anak, menantu juga cucu-cucunya sudah berkumpul sedari tadi di rumah ini.
“gak papa pasti Rama ngelamain ya?”
“ehmm... gitulah Bu, susah banget di bangunin”
Mas Rama kemudian bergantian denganku untuk memeluk Ibu,
“ish... kamu ini jadi suami kok manja banget Ramaa.... banyak nyusahin Shinta ya? liat istri kamu jadi kurus gitu”
Ibu jadi memarahi anaknya yang sudah besar itu.
“kata siapa kurus, badan istriku ini bagus Ibuu... langsing bodynya eerrr-”
“suttt ih Mas ini bikin malu aja...”
kataku sambil menyenggol Mas Rama, untuk menghentikan bicaranya yang mulai melantur itu, hhh buat aku malu saja.
“ahahahahh... Rama Ramaaa... ada ada aja sih... masih kebo aja ya Shin?”
Ucap Mas Putra sambil menghampiri dan langsung memeluk adiknya itu.
“eh, bro... gimana kabarnya baik? makin berisi aja nih badan...”
“haloo Mas... iya tuh belum berubah”
Sapaku padanya kakaknya Mas Rama yang wajahnya mirip sekali dengan suamiku.
“enak aja kebo, udah jadi kuda yaa sekarang perusahaanku udah G-e-d-e...”
Semua orang langsung riuh kini, bersorak untuk Mas Rama yang tengah memamerkan perusahaannya. beberapa bersiul dan bertepuk tangan untuk kesuksesannya yang di bangga-banggakannya itu.
“terimakasih terimakasih terimakasih”
Ucapnya tanpa malu, kenapa dia berlagak seperti itu dan kenapa di sini aku yang harus malu sendiri ya? aku bahkan menundukan kepalaku untuk menyembunyikan wajah memerahku.
“Mas... udah ih”
Ingatku padanya.
“gak papa Shin, si bungsu emang gitu tingkahnya... hahahh...”
Ucap Mas Dewa padaku.
Aku menunduk untuk menyapa kakak tertua Mas Rama itu sambil tersenyum malu karena tingkahnya itu.
“udah udah... duduk kita makan dulu ibu udah bikin makanan yang enak buat kalian semua”
“yuhuuuu love you Ibuuu...”
Ucap Mas Rama, aku hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat dia seperti itu,
Dan sampai acara makan-makan untuk tiga orang anak, tiga cucu dan menantu menantu Ibu mertuaku itu selesai, kini giliran kami semua yang menyambut sanak suudara Ibuku dari jauh.
Hari ini kebetulan adalah perayaan milad ibuku yang ke-57 tahun, jadi rumah ini nanti akan di padati oleh paman dan bibi-bibi Mas Rama. aku dan kakak iparku kini bahkan di sibukan untuk persiapannya di dapur yang di penuhi untuk makanan-makanan untuk di sajikan untuk mereka semua.
“Shinta... jaga Evan sama Karin aja di atas gimana? soal ini biar Mbak Jeje aja sama aku yang urus”
Ucap Mbak Lina padaku, dia adalah menantu dari anak tertua di keluarga ini, istrinya Mas Dewa.
“ah iya, satu lagi sebisa mungkin gak usah ketemu atau nyapa bibi Hani okey...”
“hahahaa... Mbak Lina ada-ada aja sih, mana boleh aku kaya gitu, makin sebel aja nanti dia sama aku yang jadi satu-satunya menantu yang belum bisa kasih cucu di kaluarga ini...”
“sshh udah turutin aja, nanti yang ada kamu stress dengerin omongannya bibi Hani, udah buruan naik gih”
Mbak Lina sampai mewanti-wanitu begitu, ia tahu aku akan mendapat ocehan panjang dari salah satu bibi Mas Rama.
“yaudah Mba, aku naik ya... terus Mbak Jejenya?”
“dia lagi di luar dulu nyuapin Aldy, udah naik aja...”
“yaudah Mba... aku jaga anak-anak di atas”
kataku sebelum pergi meninggalkan dapur dan beberapa makanan untuk di sajikan nanti.
Tapi begitu aku berjalan akan menaiki tangga, sialnya aku langsung bertatapan dengan seseorang yang baru saja sudah di wanti-wanti untuk kuhindari itu.
“eehh... Shintaa... cantik sekalii... apa kabarmu sayang?”
Sapa bibi Hani padaku dengan nada suaranya yang dibuat terdengar manis sekali, ia berjalan dan langsung memelukku kini. aku hanya bisa berusaha tersenyum semanis mungkin padanya.
“gimana? udah hamil? cewek apa cowok? ehm???”
Tapi pertanyaan selanjutnya langsung nyelikit di hati.
“masih belum Bi... Mas Rama sama Shinta masih berusaha...”
jawabku, raut kecewa kini langsung menggantikan wajah berseri-serinya yang tadi di tampilkannya padaku,
“loh kok gitu... kamu seharusnya perhatiin kesehatan kamu Shinta... kamu pasti kekurusan makanya susah punya anak... inget kamu itu gak selamanya muda, dan jam biologis kamu itu terus berjalan”
aku sudah mendengar itu untuk kesekian kalinya, setiap bertemu dengannya. aku sudah sangat hapal, dan kebetulan sempat-sempatnya semalam aku sampai membicarakan soal usia dan jam biologis itu dengan Mas Rama.
“minggu depan kita jalani perawatan IVF aja, kasian Rama, dia juga pasti kesal menunggu kamu yang gak hamil hamil”
*(IVF adalah in verto fertilization, sejenis perawatan kesuburan)
“duh Bi, udah deh jangan ganggu Shinta, lagian Rama itu masih butuh perhatian penuh dari dia”
Mas Rama menyela dan berkata tak sopan begitu pada bibinya sendiri.
“alesan kamu, gak usah bela-bela istri kamu ini yang emang susah bauat punya anak”
“Bi, perusahaan aku emang lagi naik-naiknya, kalo aku sampe punya anak, nanti kasian Shintanya... terus nanti aku gimana? aku bakal gak di perhatiin sama Shinta... Bibi Hani nanti harus liat aku yang saingan, harus rebutan perhatiannya Shinta sama anak aku sendiri...”
balas Mas Rama,
‘ya ampun aku tak menyangka Mas Rama bisa seegois itu, apa katanya saingan? rebutan perhatian? ya ampun hhh...’
“ah Shinta lupa, Shinta harus jagain Evan sama Karin di atas, Shinta naik dulu ya, Permisi semua”
Kataku langsung melarikan diri menaiki tangga ke atas untuk menjaga anak-anaknya Mas Dewa dan Mbak Lina.
....