Miniera - 2

1707 Words
Satu minggu kemudian, Alexa sudah berhasil sembuh karena pertolongan dari pemilik golden blood. Gadis itu terlihat lebih segar setelah menjalani beberapa tahap untuk bisa benar-benar dinyatakan sembuh. Saat ini, Zeon sedang mengemas barang-barang mereka untuk dapat kembali ke Amerika.  "Zeon, kau yakin tidak perlu aku bantu?" tanya Alexa. "Tidak ,Nona. Sebaiknya kau simpan tenagamu untuk perjalanan jauh setelah ini," ujar pria mutan itu. Setelah selesai mengemas barang-barangnya, mereka akhirnya keluar dari kamar itu dan menemui Sean. "Kami akan kembali ke Amerika," pamit Zeon. "Senang melihatmu sudah pulih kembali," ujar Sean. "Terima kasih ,Paman. Karena kau, aku bisa kembali bertemu dengan keluargaku," ujar Alexa dengan senyumannya. "Baiklah, kita berpisah di sini. Maaf jika aku tidak bisa mengantarkan kalian ke bandara." "Tidak apa-apa ,Paman. Jangan khawatir, Zeon bisa diandalkan untuk menjaga aku," terang Alexa. Sean mengangguk mengerti, ia melepas kepergian anak perempuan yang beberapa hari lalu masih dalam kondisi sekarat. Namun, dengan bantuan Sera , akhirnya Alexa bisa sembuh dari penyakit itu. Mobil berwarna hitam itu melaju meninggalkan gedung Elias Grup. Zeon segera melajukan mobil itu menuju bandara agar segera sampai di Amerika. *** "Nona, sebaiknya kau istirahat dulu di kamar," ujar Zeon. "Baiklah," jawab Alexa yang terlihat kecewa. Saat Alexa akan membuka pintu kamarnya, ia melihat seorang anak laki-laki yang usianya tidak jauh darinya. Alexa menatap anak itu dan sedikit bertanya-tanya. "Zeon, siapa anak itu? Kenapa aku baru melihatnya?" tanya Alexa. "Entahlah, Nona, apa kau ingin aku bertanya padanya?" "Tidak perlu, aku akan mencari tahu sendiri." Alexa melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sangat senang saat bisa kembali ke dalam kamar itu. Beberapa hari di Italia sungguh membuatnya jenuh ,karena harus menjadi bahan uji coba. Gadis itu melempar tubuhnya ke atas ranjang, dan mencoba untuk memejamkan mata. "Nona, aku permisi dulu," pamit Zeon. "Terima kasih, karena kau sudah menemaniku selama pengobatan itu berlangsung," ujar Paula dengan menampilkan senyum manisnya. "Sama-sama ,Nona." Zeon berjalan keluar dari sana, ia bertemu Darren yang baru saja tiba di mansion. Darren terlihat tergesa-gesa, karena mengetahui jika adiknya itu sudah kembali. "Apa ia di dalam?" tanya Darren. "Iya, Tuan Muda." Darren langsung saja melewati Zeon dan masuk ke dalam kamar Alexa. Darren melompat ke atas ranjang lalu memeluk adiknya itu. Merasa terganggu dengan aksi kakaknya, Alexa berteriak kesal. "Kau membuatku sakit, Kakak!" protes Alexa. "Aku hanya merasa senang karena kau sudah kembali," ujar Darren. "Benarkah? Lalu darimana saja kau? Kenapa tidak menyambut aku?" tanya Alexa. "Aku baru saja tiba, ada banyak hal yang perlu kulakukan, dan kau tahu itu." "Kakak, siapa anak lelaki yang ada di dalam mansion ini?" tanya Alexa. "Alvard ... anak Paman Gary," jelas Darren. "Sejak kapan Luca memiliki saudara? Yang aku tahu, Luca tidak memiliki adik," ujar Alexa. "Alvard anak dari istri lain, aku juga tidak tahu karena datanya disembunyikan, dan aku tidak dapat melihatnya," ujar Darren. "Terkadang aku berfikir jika kau ini adalah orang yang paling jenius di mansion ini, tetapi sekarang aku akan menarik ucapanku itu, kau kini tampak seperti orang bodoh," celoteh Alexa. "Apa maksudmu?" Alexa terkekeh melihat raut wajah Darren yang tidak terima dengan ucapan adiknya itu. Alexa menarik hidung Darren ,lalu mendorong tubuhnya hingga terjatuh dari atas ranjang miliknya. "Hei! Kenapa kau begitu?" tanya Darren yang tidak mengerti dengan sikap adiknya. "Kau sudah mengganggu jam istirahatku ,Kakak. Sebaiknya kau segera pergi dari kamar ini!" usir Alexa. "Cih, jika bukan karena aku yang melakukan tes itu, mungkin kau sudah tidak bernyawa," celetuk Darren. Perkataan anak itu membuat Alexa larut dalam kesedihan. Gadis itu kembali mengingat jika ia sudah kehilangan Kakak angkatnya satu minggu lalu. Alexa tidak menggubris ucapan Darren ,ia langsung menutup tubuhnya dengan selimut dan terpejam. "Hei, maaf ...." Darren menyesali perkataannya , ia memilih untuk melangkah keluar dari kamar Alexa. Untuk beberapa waktu, mungkin ia tidak akan bisa melihat senyum adiknya itu. "Dasar Bodoh!" maki Darren pada dirinya sendiri. Setelah kepergian Darren, Alexa merenungi semuanya. Ingatan tentang Luca kembali menyiksa dirinya. Mimpi tentang Luca semakin sering ia dapatkan, entah apa yang ingin Luca katakan pada Alexa. "Luca ... aku merindukan dirimu," gumam Alexa sembari memejamkan matanya. *** Hunt dan Paula baru saja datang dari perjalanan bisnis di Rusia. Mendengar bahwa Alexa sudah kembali, Paula berlari mencari keberadaan anak perempuannya itu. Paula masuk begitu saja ke dalam kamar Alexa, dan mendapati anak itu sedang berada di dalam balutan selimutnya.  Paula berjalan mendekat, lalu ikut berbaring di samping anaknya. Ia membelai rambut panjang anaknya itu, dan berkata ," hei, cantik ... bangun." "Ehm, Mommy ... ini masih sangat pagi, biarkan aku tidur lebih lama lagi," rengek Alexa. "Ayolah, Al. Kita sarapan bersama, Mommy sangat merindukan anak gadis yang baru saja sembuh dari virus j*****m itu," ujar Paula. "Mom." Ucapan Alexa terhenti saat melihat wajah Paula lebih muda dari sebelumnya. "Kau sungguh Mommy-ku?" tanya Alexa. "Jahat sekali kau, sayang! Ibumu sendiri kau lupakan," protes Paula. "Mom, kau bahkan kelihatan seperti gadis berusia tujuh belas tahun," celetuk Alexa. "Apakah itu sebuah pujian atau sebuah makian?" "Mom, jangan bercanda denganku. Apa sekarang aku bisa memanggil Mommy dengan sebutan kakak?" Plak ... "Auh!" Sebuah pukulan Paula berikan pada Alexa, hingga anak itu mengeluh kesakitan. "Jangan kurang ajar pada ibumu ini!" tegas Paula. "Aku merindukanmu ,Mom." Alexa memeluk tubuh Paula dengan sangat erat. Mereka saling melepaskan kerinduan karena sudah satu minggu lebih berpisah. Ceklek ... Pintu kamar Alexa terbuka dan menampilkan Hunt yang sedang berdiri dengan seringaiannya. Hunt berjalan mendekati kedua wanita yang ia cintai itu. Lalu berhenti tepat di hadapan keduanya. "Daddy," panggil Alexa dengan nada manja. Hunt merentangkan tangannya ,lalu menyambut pelukan Alexa. Anak itu terlihat sedikit lebih kurus dari sebelumnya, karena virus itu membuat Alexa harus ekstra ketat dalam mengkonsumsi apapun.  "Sebaiknya kita segera sarapan, lihatlah badanmu sekarang, kurus dan seperti tidak memiliki tenaga," celetuk Hunt. "Aku ingin makan bersama kalian, ayo kita pergi ke ruang makan bersama," ujar Alexa dengan riang. Anak itu menarik tangan kedua orang tuanya dan melangkah bersama menuju ruang makan yang letaknya berada di lantai satu mansion. "Sayang, apa kakakmu tidak kemari?" tanya Paula. "Kemarin kakak ada di sini, lalu ia tersinggung dengan sikapku dan akhirnya pergi, mungkin saat ini ia sedang berada di mansion Fjord miliknya," jelas Alexa. "Apa yang terjadi diantara kalian?" tanya Hunt. "Hanya sebuah salah paham kecil saja , Dad. Kalian tidak perlu khawatir, mungkin sebentar lagi ia akan datang dan berteriak memanggil namaku," ujar Alexa penuh percaya diri. "Ya, Darren adalah orang yang paling mengkhawatirkan dirimu, apalagi ia tidak dapat memantau perkembangan kesehatanmu di Italia. Entah apa yang sedang ia kerjakan di mansion miliknya itu," celoteh Hunt. "Benarkah? Aku akan memberikan sebuah hadiah untuk Kakak," ujar Alexa. "Ya, kakakmu memang seharusnya mendapatkan sebuah hadiah," sahut Paula. Mereka kini duduk bersama dalam satu meja besar di ruangan itu. Para pelayan berdatangan membawa hidangan untuk ketiga orang itu.  "Apa aku terlambat untuk sarapan?" sela Alvard yang datang entah dari mana. "Siapa kau? Berani sekali mengganggu acara makanku bersama Daddy dan Mommy!" omel Alexa. "Perkenalkan, namaku Alvard , Tuan Putri Alexa. Aku adalah anak dari Gary Hawkins dan Angel," ujar Alvard memperkenalkan dirinya. "Dad, kau tidak ingin mengusirnya? Aku terganggu," ujar Alexa kesal. DOR "Oh, s**t!" umpat Alvard yang terkejut dengan suara tembakan itu. "Apa yang kau lakukan?" tanya Gary dari arah pintu utama. "Dad! Kau ingin membunuh anakmu sendiri?" tanya Alvard. "Kau sudah mengganggu mereka! Jika kau masih saja berulah, aku tidak akan segan-segan untuk menembak dan mengeluarkan isi kepalamu," ujar Gary. "Sudahlah, jangan membuat keributan di pagi yang indah ini. Gary, duduklah! kita makan bersama. Dan kau juga anak muda," ujar Hunt. Kedua orang itu akhirnya ikut bergabung bersama Hunt dan yang lainnya. Mereka menikmati hidangan itu bersama, hingga akhirnya selesai dan memulai sebuah obrolan ringan setelahnya. "Nona Muda, bagaimana keadaanmu? maaf aku tidak sempat menyambut kedatanganmu kemarin," ujar Gary sedikit menyesal. "Tidak apa-apa ,Paman. Lagi pula aku sudah terbiasa seperti ini," jawab Alexa. Gary tersenyum mendengar jawaban anak itu. Ia kembali melontarkan pertanyaan pada Alexa. "Bagaimana Itali? Apa kau sempat berkeliling di sana?" "Tidak ,Paman." "Ah ... sayang sekali, padahal Italia juga memiliki pemandangan yang indah," jelas Gary. "Aku masih memiliki waktu yang cukup banyak untuk dapat kembali kesana, Paman. Berlibur untuk beberapa waktu mungkin bisa saja aku lakukan, tetapi ... untuk saat ini, aku ingin bersama keluargaku terlebih dahulu," terang Alexa. Alvard menyela perbincangan mereka dengan memberikan pertanyaan bodoh pada ALexa, sehingga membuat gadis itu menatap tajam pada Alvard. "Kau menyebalkan! Bahkan kau lebih menyebalkan lagi dari kakak, dan Luca," celetuk Alexa. Tiba-tiba saja wajahnya menjadi sedih, lalu ia beranjak dari tempat itu,dan berlari keluar dari mansion. Plak ... "Anak bodoh!" maki Gary. Alexa berlari menuju tempat pemakaman luca, Ia duduk di sana dan bersandar pada batu nisan bertuliskan nama Luca Vladimir. "Luca, apa yang sedang kau lakukan di sana?" Air matanya mulai mengalir dari ujung mata. Alexa tidak dapat menahan kesedihannya saat ini. Ia hanya bisa memandang foto dan batu nisan itu. "Luca, aku merindukanmu, sangat merindukanmu. Kau bilang akan melindungiku ,dan terus bersamaku. Tapi kenapa sekarang kau pergi terlebih dahulu? Apa kau sengaja melakukannya? Aku benar-benar akan memukul kepalamu jika semua itu benar," gerutu Alexa. Saat itu, cuaca mendadak mendung ... langit juga ingin menangis melihat kesedihan yang sedang dirasakan oleh gadis itu. Hingga akhirnya gemericik air terdengar, Alexa merasa bingung kenapa tubuhnya tidak basah? "Kau baru saja sembuh, apa kau sangat suka jika jatuh sakit?" Suara Alvard membuat Alexa menengok ke belakang. "Kau!" "Ya, aku." "Untuk apa kau kemari? Aku tidak ingin diganggu untuk saat ini," ujar Alexa. "Aku tidak akan mengganggumu, aku akan menjadi sebuah tiang yang dengan setiap melindungimu dari rintikan air hujan," ujar Alvard. "Apa maumu?" "Tidak ada, di sini hanya kita yang usianya terpaut tidak terlalu jauh, aku hanya ingin bisa dekat dengan anak yang seusia denganku," jelas Alvard. "Pergilah ...." Tubuh Alexa melemah, ia jatuh diatas makam Luca ,dan tidak sadarkan diri. Alvard menggendong Alexa menuju kamarnya lalu memberitahu pelayan untuk mengganti pakaiannya yang basah karena air hujan.  "Apa yang terjadi?" tanya Hunt. "Tubuhnya masih dalam masa pemulihan, ia harus banyak istirahat agar bisa kembali ke kondisi normalnya," jelas Alvard. "Jaga Alexa, pantau kesehatannya," titah Hunt. "Baik ,Tuan." ALvard adalah seorang ilmuwan muda yang sudah memiliki sertifikat dari Harvard dan Oxford. Alvard mendapatkan semua itu dengan mudah ,karena Angel juga bergelut dibidang itu. Kali ini Alexa mendapatkan dokter pribadinya yang akan terus menjaga dan memantau kesehatannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD