Sisterhood: Sahabat Rasa Saudara

1567 Words
Terkadang orang asing itu bisa lebih peduli dan selalu ada di saat kita sangat membutuhkan support seseorang. [Jenna Himeka Saba — Irudimena: Fantasy]   "Yoyoyo, Jenno. Lo udah bosen belum bolak-balik dari rumah ke RS?" Suara cempreng Nasima makin tak enak didengar saat Jenna menekan tombol hijau di handphone canggihnya.  "Kok Jenno sih, Nas? Lo udah jadi jomlo desperate ya? Pakai ganti nama gue yang imut ini." "Somplak, Lo! Ngatain gue jomlo desperate. Gue bukan seperti yang Anda tuduhkan, ya. Nona Jenna Himeka Saba. Gue cuma lagi bales lo aja karena kemaren lo sengaja manggil gue Nas pas gue telpon lo, di depan cowok yang lagi pdkt sama lo itu."  "Hah?! Kapan? Jangan halu deh, Nas!"  "Tuh kan, gak usah ngeles deh. Gue tau banget lo luar dalam. Lagian sampe sekarang lo masih manggil gue dengan sebutan macho gitu." "Maksud gue, Dio itu gak lagi PDKT sama gue. Ya udah sih, kalo lo gak mau dipanggil pakai nama kesayangan. Gue ganti nama panggilan lo jadi Nasi." "Sekate-kate ni bocah. Kok malah jadi Nasi sih, Jen?! Gak bisa apa lo manggilnya yang normal-normal aja gitu kayak orang lain?" "Ya karena gue bukan orang lain. Lo lupa Mami kemaren bilang apa pas di RS? Kita itu saudara ketemu gede, Makanya Mami bilang lo harus ikutan manggil Mami sama Papi. Bukan Om Tante kayak tamu aja. Lagian jangan salah, Nasi itu ‘kan makanan yang penting buat orang Asia. Itu artinya lo juga penting buat gue." "Lo makin ngaco Jenno. Ya udah, gue batalin aja jemput lo. Padahal gue sekedip mata udah nyampe rumah lo, nih. Katanya lo pengen dikenalin sama orang-orang penting. Tadinya daripada lo bete 'kan di rumah gak ada kerjaan," celoteh Nasima pura-pura merajuk. "Yaelah, gitu doang pake ngambek kayak bocah! Udah tinggal sekedip mata doang, ‘kan? Masa malah mau puter balik. Gue langsung siap-siap nih. Kita pergi sekarang aja ya, Nasima yang paling baik sedunia." "Dunia maya, apa dunia fana nih? Jangan bilang dunia astral. Dasar lo! kalau ada maunya aja, langsung ngerayu ngomongnya semanis madu pada akhirnya gak jarang beracooon! Tapi mau gimana lagi, berhubung gue udah ikutan nyumbang polusi hari ini jadinya sayang banget 'kan kalau gue gak lanjut. Lagian gue sebenernya lebih kangen minum jus istimewa buatan tante Machiko daripada ketemu sama lo, sih. Muehehehee," oceh Nasima diakhiri dengan tawa menyebalkan sebelum menutup sambungan teleponnya. ✧✧✧ "Loh, Nasima kapan dateng? Kata Mama Oryz teh kalian lagi pada liburan ke Turki?" tanya mami Machiko terkejut saat melihat Nasima baru memasuki pintu rumah keluarga Saba. "Hehehe iya nih, Mih. Kemarin pagi baru aja landing dari Turki. Agak molor dari jadwal karena ternyata Kak Zamina ngenalin calon suaminya gitu deh," jawab Nasima setelah mencium punggung tangan mami Machiko. "Jadi, Zamina teh serius sama pacarnya yang orang Turki itu, Nas? Bagus atuh, kembali ke kampung halaman jadinya." "Kok Mamih tau sih? Mama aja baru tau kemarin pas kami liburan." Nasima dibuat terheran-heran dengan pertanyaan mami Machiko. “Mamih teh kebetulan dikenalin sama Zamina pas ada meeting sama client di Turki. Itu juga mendadak di luar jadwal kunjungan Papih ke kantor cabang di Eropa, ketemu juga teu lama cuma beberapa jam aja." "Ooohh, ternyata Mamih emang selalu selangkah di depan dibandingkan Mama. Terus menurut Mamih, pacar kak Zamina husband material gak sih, Mih?" Nasima mulai penasaran dengan pendapat orang-orang terdekatnya tentang calon kakak iparnya. "Anaknya baik kok. Yah, have manner-lah atau kalau mau lebih yakin, bilang Mamah kamu gak usah sungkan minta bantuin anak buahnya Bunda Cle buat selidikin calon kakak iparmu itu," ucap mami sambil mengerlingkan mata kanannya. "Siap, Mih. Kalau soal bersekutu gini Mamih emang paling bisa diandelin. Tiada ragu, tiada bandinglah pokonya mah," ujar Nasima sambil terkekeh. "Tentu dong. Ya udah, Mamih ambilin jus favorit kamu dulu ya. Kebetulan Mamih baru bikin banyak." "Ouch! Mamih emang yang paling pengertian di keluarga Saba."  "Ya, ya, terusin dah tuh bermanis-manis di depan Mami. Begini nih kalau ada maunya. Ketauan banget mau habisin jus sama kue spesial bikinan Nyonya Besar Saba." Jenna yang baru turun dari kamarnya pura-pura merajuk melihat kedekatan maminya dan Nasima. “Yaelah, Jenn. Gini doang lo udah ngambek? Lo ‘kan tau jam segini jalanan macet. Cairan tubuh gue udah habis karena dari tadi gue meleleh di sepanjang jalan menuju ke sini. Kalau kata Kak Diba, ‘Tak ada logika tanpa logistik’. Gue gak mau jadi bego gara-gara kekurangan cairan."  "Iya deh, temanku tersayang yang hobi ngeles dan bermulut pedas. Lo puas-puasin deh minum jusnya. Asal jangan sampai pipis di celana pas macet di jalan ntar." "Dikira gue bocah apa?!" hardik Nasima sambil mencebikkan bibirnya mendengar kata-kata Jenna. ✧✧✧ Perjalanan hampir satu jam tiga puluh menit dari rumah Jenna ke rumah Farahdiba siang itu tak terasa lama karena Nasima menanggapi setiap ocehan Jenna yang terlalu excited saat membayangkan betapa menyenangkannya orang-orang yang akan dia temui beberapa saat lagi. "Tuh, bocah paling ribut sedunia udah dateng," kata Mauza kepada Farah dan Bella saat mendengar suara mobil memasuki carport rumah utama keluarga Aryasatya. "Bell, adek lo udah dateng tuh. Buruan samperin gih. Kue-kuenya biar gue yang atur di dessert stand." "Oke, lagian itu bocah bisa mecahin kaca kalau udah mulai teriak-teriak pakai suara cempreng falsetto-nya ...," Belum juga Bella selesai bicara. Tiba-tiba terdengar teriakan khas Nasima dari arah pintu utama rumah. "Kakaaaaak, Princess Jenna udah berhasil gue culik niiih." "Ampun deh, Nas! Lo bikin gue kalah lawan boss dungeon! Nyawa gue ilang sia-sia dah!" protes Mauza jutek hampir membanting ponselnya. "Dih, Bang Mauza kok jutek gitu sih? Ada temen gue loh, Bang. Jangan marah-marah, ntar dia shock lihat Abang." Nasima terkekeh geli saat melihat ekspresi terkejut Mauza yang sedang memandangi wajah imut Jenna.  Mauza hanya membalas dengan lemparan cushion ke arah Nasima karena dia sudah dibuat salah tingkah di depan teman baru Nasima itu. "Udah jangan mulai berantem. Lo juga, Dek. Masuk rumah bukannya salam malah teriak-teriak," omel Bella. "Kok cuma Nasima aja yang disalahin sih, Kak? Bang Mauza tuh, udah jutek KDRT lagi." "KDRT dari mana bocah? Lemparan gue tadi perasaan gak kenceng deh, sampai bisa bikin otak lo geser." "Mauza! Mulut lo jahat banget, sih! Mending lo bangun dan bantuin gue bawa stand cake dari bar. Lo juga bantuin Mauza gih, Kakak tadi udah bikinin kue kesukaan Nasima loh." Sekarang giliran Farah yang menengahi adu mulut Nasima dan Mauza. Nasima dan Mauza masih tetap saja ribut kecil sambil berjalan ke arah meja bar di area pantry. "Hai, Jenna. Kenapa berdiri aja? Duduk sini deket Kak Bella," panggil Bella menyadarkan Jenna yang kelihatan kaget melihat level pertengkaran Mauza dan Nasima yang tampak sedikit brutal. “Jangan kaget ya, Jenn. Mereka kalau ketemu emang suka gitu, keluar semua barbarnya. Oh iya, panggil aja gue Kak Farah atau Diba kayak yang lain juga boleh." “Hai, Kak Bella, Kak Diba. Aku Jenna Himeka Saba. Sorry ya, Kak. Gara-gara aku kemarin Nasima jadi kena skors padahal aku udah coba jelasin ke pihak sekolah," ucap Jenna sungkan. "Gak usah merasa bersalah gitu, Jenn. Nasima emang pantes kok diskors. Biar dia bisa agak jinakan dikit, dan panggil aja aku Mauza," kata Mauza sambil mengerling ke arah Jenna. "Ahahahaha, AKU?!" respon para ketiga gadis bebarengan sambil menertawakan Mauza, kecuali Jenna tentunya. "Bang Mauza kelamaan ngegame nih, jadi kena efek radiasi." Nasima terbahak-bahak mendengar cara Mauza memperkenalkan diri. "Tamtam, Jenna masih SMP juga mau lo embat? Gue gak nyangka sepupu gue pedhopil." Farah berbicara sambil tergagap disela-sela tawa yang tidak bisa dia kendalikan, sedangkan Bella masih terpingkal sambil memegangi perutnya sambil sesekali menyusut air mata gelinya. "Gue bukannya pencitraan! Kali aja Jenna canggung gitu di depan kita yang ajaib ini modelannya." "Tamtam, semakin lo ngeles malah semakin gak masuk akal jadinya." Sekarang Bella sudah bisa meredakan tawanya dan bisa ikut serta membuat Mauza menjadi semakin salah tingkah, "dan gak usah khawatir, Jenn. Nasima dari kecil emang gitu. Mungkin karena Papa dari dulu pengen banget punya anak cowok. Lo tau ‘kan kami ini empat bersaudari. Jadi, dari kecil Nasima emang beliau didik seperti anak cowok. Kalau bukan Nonna yang kasih nama dia, mungkin dia bakal jadi lebih parah dari sekedar jago berantem," terang Bella setelah tawanya benar-benar reda. "Oh iya, mulai sekarang jangan sungkan kalau lo butuh apa pun. Lo orang yang berhasil menjinakkan Nasima dengan segala kejutekannya. Itu artinya lo juga adik yang pasti akan kami lindungi," timpal Farah. Jenna hanya bisa tersenyum malu-malu, 'emang bener kata Nasima. Mereka ini orang-orang yang menyenangkan. Mana Bang Mauza ternyata suka ngegame juga. Gue jadi ada temennya selain Nasima deh,' monolog Jenna dalam hati. ✧✧✧ Berkat Nasima, Jenna akhirnya mengerti apa arti persahabatan dan mengenalkannya pada orang-orang yang memiliki sifat tulus dalam pertemanan. Bahkan bisa dijadikan role model saat dirinya dalam masa mencari jati diri seperti saat ini. Sahabat-sahabat dari kakak Nasima pula yang menyadarkan Jenna untuk mengenali dirinya sendiri dan memintanya berhenti berpura-pura menjadi gadis yang terlihat mudah dimanfaatkan hanya karena ingin memiliki teman. Sebab pemikiran yang seperti ini malah benar-benar membuatnya di kelilingi orang-orang yang mempunyai motif tak baik. Mereka juga yang membuat Jenna akhirnya memilih melanjutkan kuliahnya bersama Nasima dan kakak-kakak mereka di bagian benua lain yang membawa Jenna bertemu dengan seseorang yang tak pernah dia duga sebelumnya, dalam keadaan dan waktu yang tak pernah dia sangka. Seseorang yang sebelumnya hanya ada dalam imajinasi dan halusinasinya. Sosok yang terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan seperti yang ada di drama Korea yang akhir-akhir ini sering dia tonton.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD