BAD MOOD
2479 Words
“Say“Sayang, kamu masih marah sama aku? Nanti kita ke butik Almira ya,” ucap Pandu sembari menyamakan langkahnya dengan Larissa yang berjalan cepat kearah lift untuk naik ke ruang kerjanya. Larissa sedari tadi memilih untuk mendiamkan Pandu karena ia masih kesal dengan Pandu yang kemaren menghilang dan membuatnya harus terjebak dengan pria sombong yang seenaknya kepadanya. Walaupun lumayan juga ia mendapatkan uang tiga ratus ribu dari pria itu. Tapi ia juga kesal dirinya hanya diberi harga segitu. Padahal dia sudah membantu sandiwara pria itu dengan baik.
“Jangan diemin aku kayak gini dong, Yang! Maafin aku kemaren nggak jadi nyusul kamu karena ada pekerjaan mendadak yang mengharuskan aku untuk ke Bogor,” ucap Pandu lagi sembari mengatupkan kedua tangannya dihadapan Larissa.
“Minggir! Aku mau naik ke ruanganku!” jawab Larissa sembari menatap tajam kearah Pandu untuk menyingkir dari pintu lift yang sudah terbuka. Untung saja lift tersebut kosong dan hanya mereka berdua yang akan menaikinya. Jadi ia tidak harus bersikap profesional kepada Pandu.
“Yang, Jangan gini dong! Kan aku juga bukan karena sengaja mau mangkir dari janjian kita,” ucap Pandu dengan lesu.
“Terus fungsi kamu punya hand-phone buat apa? Kenapa nggak ngasih kabar ke aku?” jawab Larissa dengan dingin.
“Aku kemaren buru-buru ke Bogor nya dan nyetir sendiri. Jadi charger ku nggak kebawa dan baterai hand phone ku waktu berangkat juga tinggal 35%,” terang Pandu dengan gelisah.
“Alasan!” ucap Larissa tegas dan langsung keluar dari lift setelah lift tersebut sampai di lantai ruang kerjanya.
“Sayang! Please lah maafin aku!” mohon Pandu sembari mencengkram pergelangan tangan Larissa.
“Ini udah di kantor. Nggak usah bahas yang diluar kerjaan,” jawab Larissa dengan melepaskan tangannya dan melangkah ke ruangan divisinya.
Larissa membuka pintu ruangan divisinya dan ternyata sudah terdapat 1 nyawa yang sedang duduk di meja kerjanya dengan dua cup pop mie menemaninya. Ia langsung berjalan menghampiri mejanya yang berada di depan meja rekannya itu.
"Dah dateng lu, Sa? Tumben pagi amat! Lu bawa bekal kagak?" ucap Dandi dengan meregangkan tubuhnya.
"Lu ngelembur ya, Dan! Kucel banget tampilan lu sekarang. Ngerjain apa lu? apa numpang tidur disini doang? Sarapan yuk! kebetulan banget gue kagak sempat sarapan di rumah tadi," jawab Larissa sembari mengeluarkan hand-phone dan dompetnya.
"Ngelembur lah gue. Pegawai teladan ya gini. Emang elu yang kemaren ijin pulang duluan. Lu mau sarapan apa?" ucap Dandi sembari menyimpan file yang tadi ia lembur.
"Gue pingin makan nasi uduk langganan kita. Mumpung masih ada waktu satu jam nih," jawab Larissa dengan mata berbinar.
"Ayoklah! gue dari tadi malem cuma ngemil micin sama makan pop mie doang. Keroncongan nih perut gue," ucap Dandi sembari membenarkan kemejanya yang sudah ia keluarkan dan kusut.
"Lu kagak mandi, Dan? Lu mau langsung ngantor pake itu lagi?" tanya Larissa dengan memicingkan matanya.
"Mandilah! Ntar abis sarapan mampir ke kosan gue buat mandi sama ganti baju," jawab Dandi enteng.
"Ogah gue jadi kecengan temen-temen kos lu. Habis ini lo ambil baju di kosan terus mandi di kantor aja!" tolak Larissa, "Buruan ih! Ntar kita malah telat kena omelan Bu Indira," lanjutnya.
"Iye ah, Sabar dikit napa! Gue beresin dulu nih meja sama barang-barang gue. Lu buangin cup pop mie gue aja nih biar berguna dikit," protes Dandi.
Larissa langsung mengambil dua cup pop-mie dan sampah wadah jajanan micin yang ada. Lalu berjalan kearah tong sampah yang berada di sudut pintu ruangan tersebut, "Cepetan, Dan!" perintahnya.
"Iya-iya ini udah selesai. Lu lagi PMS ya? Mood-swing banget pagi ini. Ngeselin!," ucap Dandi sembari merangkul Larissa dan memainkan kunci motornya.
"Nggak usah deket-deket. Bau asem badan lu!," ucap Larissa dengan nyinyir dan melepaskan rangkulan Dandi. Lalu ia berjalan lebih dulu kearah lift.
Tiba-tiba Dandi mengapit kepalanya dengan ketiaknya, "Makan tuh bau asem!" ucap Dandi dengan puas. Mereka berdua memang sudah sangat akrab karena berasal dari almamater yang sama.
Sesampainya di warung tenda nasi uduk langganan mereka Larissa langsung turun dari motor Dandi dan langsung mengikuti antrian yang ada. Sedangkan Dandi memarkirkan motornya dan mencari tempat untuk mereka makan.
"Jadi gimana kemaren? Lu jadi pesen baju nikahan?" tanya Dandi sembari menyantap sate telur puyuhnya.
"Gagal total! Mana gue malah jadi wanita bayaran cowok aneh plus songongnya nggak ketulungan. Sumpah sial banget gue kemaren," jawab Larissa dengan merengut dan menghela napasnya.
"Pandu kagak dateng? Kok lu bisa jadi wanita bayaran? Odong banget jadi cewek mau-maunya," ucap Dandi dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dia menghilang kemaren dan tadi pagi dengan tanpa merasa bersalahanya dia udah jemput gue aja. Kesel gue sama dia. Males gue nyeritainnya. Nggak bakal mau gue ketemu dia lagi. Lagian gue sebagai orang baik ya membantu aja lah. Eh malah gue nemu duit tiga ratus ribu di saku gue plus kartu namanya dia. Padal gue udah bilang kagak butuh upah dari dia," terang Larissa dengan menggebu-gebu.
"Pantesan lu ngeselin banget sekarang! Ternyata karena dihargain tiga ratus ribu doang sama doi. Lu lebih murah dari sugar babbynya pejabat ya, Sa. Haha," ucap Dandi dengan tawanya.
"Bangke lu!" umpat Larissa dengan kesal lalu menyeruput es jeruknya.
"Haha, Canda ah elah Malika kedelai hitam. Baper banget lu!" ucap Dandi dengan geli, "Pandu kenapa nggak dateng?" lanjutnya.
"Katanya ke Bogor karena ada kerjaan mendadak gitu dan hand-phone nya terus mati karena lupa bawa charger. Klise banget nggak sih? emang pulang dari Bogor kagak bisa nge charge buat ngabarin gue gitu," dumel Larissa dengan lesu.
"Tapi gue kemaren ketemu dia sama Gina di parkiran jam dua-an deh. Lu janjian sama dia habis makan siang kan?" ucap Dandi dengan mengelus dagunya.
"Dia katanya ada rapat sama klien dari jam sepuluh. Tahu sendiri kalau rapat jam segitu pasti bakalan bablas sampe jam makan siang. Makanya dia bilang mau nyusul. Berarti dia baru mau berangkat jam dua-an?" jawab Larissa dengan penasaran.
"Feeling gue gitu. Soalnya mereka baru jalan mau ke mobil sedangkan gue baru mau masuk ke lobby," terang Dandi sembari menghabiskan nasi uduknya.
"Mereka cuma berdua doang? kalau ada Gina seharusnya tuh hand-phone masih bisa hidup dong. Kan dia punya tas doraemon," ucap Larissa dengan mengernyitkan dahinya.
"Ya, Kalau sepenglihatan gue cuma berdua. Tapi nggak tahu juga kalau staf yang lain mungkin udah disana duluan. Kan tadi lu bilang dadakan juga kan? mungkin mereka nyusul," ujar Dandi dengan positif thinking nya.
"Iya juga sih. Tapi perkara hand phone mati seharian tetep mustahil menurut gue," ucap Larissa dengan ragu.
"Ya siapa tahu Gina kepasan kagak bawa dan Pandu sampai rumah langsung tidur secara dia nyetir sendiri bolak balik," beber Dandi dengan meyakinkan, "cepetan habisin! ntar kita telat gue ogah kebut-kebutan di jalan. Pusing pala gue kurang tidur nih."
Setelah membayar sarapan mereka, Dandi langsung melesatkan motornya pada jalanan Ibu Kota Jakarta. Banyak kendaraan yang sudah mulai memadati setiap ruas jalan. Untung saja warung nasi uduk itu tidak terlalu jauh dari kantor mereka.
"Dan, Ntar mampir supermarket depan ya?" ucap Larissa memecahkan keheningan.
"Mau ngapain? tinggal 25 menit lagi ini. gue belum mandi juga," jawab Dandi dengan menggema karena ia menggunakan helm full face nya.
"Kayaknya gue datang harinya deh ini. Nggak enak banget perut gue," ucap Larissa dengan mendekatkan kepalanya kearah kepala Dandi.
"Njir! jangan bilang lu udah keluar sekarang?" pekik Dandi.
"Kayaknya gitu, Dan. Soalnya kerasa kayak air terjun gitu deres. Mampir dulu ya. Gue kagak bawa roti selai," pinta Larissa dengan memelas.
"Apes banget gue! Lu rese banget hari ini! Gantinya lu bayarin gue cuci motor. Bernoda kotor udahlah jok motor gue," protes Dandi. "Salah gue nglembur tadi malem. Malah jadi tumbal nenek kunti kan," batinnya.
TBC
ang, kamu masih marah sama aku? Nanti kita ke butik Almira ya,” ucap Pandu sembari menyamakan langkahnya dengan Larissa yang berjalan cepat kearah lift untuk naik ke ruang kerjanya. Larissa sedari tadi memilih untuk mendiamkan Pandu karena ia masih kesal dengan Pandu yang kemaren menghilang dan membuatnya harus terjebak dengan pria sombong yang seenaknya kepadanya. Walaupun lumayan juga ia mendapatkan uang tiga ratus ribu dari pria itu. Tapi ia juga kesal dirinya hanya diberi harga segitu. Padahal dia sudah membantu sandiwara pria itu dengan baik.
“Jangan diemin aku kayak gini dong, Yang! Maafin aku kemaren nggak jadi nyusul kamu karena ada pekerjaan mendadak yang mengharuskan aku untuk ke Bogor,” ucap Pandu lagi sembari mengatupkan kedua tangannya dihadapan Larissa.
“Minggir! Aku mau naik ke ruanganku!” jawab Larissa sembari menatap tajam kearah Pandu untuk menyingkir dari pintu lift yang sudah terbuka. Untung saja lift tersebut kosong dan hanya mereka berdua yang akan menaikinya. Jadi ia tidak harus bersikap profesional kepada Pandu.
“Yang, Jangan gini dong! Kan aku juga bukan karena sengaja mau mangkir dari janjian kita,” ucap Pandu dengan lesu.
“Terus fungsi kamu punya hand-phone buat apa? Kenapa nggak ngasih kabar ke aku?” jawab Larissa dengan dingin.
“Aku kemaren buru-buru ke Bogor nya dan nyetir sendiri. Jadi charger ku nggak kebawa dan baterai hand phone ku waktu berangkat juga tinggal 35%,” terang Pandu dengan gelisah.
“Alasan!” ucap Larissa tegas dan langsung keluar dari lift setelah lift tersebut sampai di lantai ruang kerjanya.
“Sayang! Please lah maafin aku!” mohon Pandu sembari mencengkram pergelangan tangan Larissa.
“Ini udah di kantor. Nggak usah bahas yang diluar kerjaan,” jawab Larissa dengan melepaskan tangannya dan melangkah ke ruangan divisinya.
Larissa membuka pintu ruangan divisinya dan ternyata sudah terdapat 1 nyawa yang sedang duduk di meja kerjanya dengan dua cup pop mie menemaninya. Ia langsung berjalan menghampiri mejanya yang berada di depan meja rekannya itu.
"Dah dateng lu, Sa? Tumben pagi amat! Lu bawa bekal kagak?" ucap Dandi dengan meregangkan tubuhnya.
"Lu ngelembur ya, Dan! Kucel banget tampilan lu sekarang. Ngerjain apa lu? apa numpang tidur disini doang? Sarapan yuk! kebetulan banget gue kagak sempat sarapan di rumah tadi," jawab Larissa sembari mengeluarkan hand-phone dan dompetnya.
"Ngelembur lah gue. Pegawai teladan ya gini. Emang elu yang kemaren ijin pulang duluan. Lu mau sarapan apa?" ucap Dandi sembari menyimpan file yang tadi ia lembur.
"Gue pingin makan nasi uduk langganan kita. Mumpung masih ada waktu satu jam nih," jawab Larissa dengan mata berbinar.
"Ayoklah! gue dari tadi malem cuma ngemil micin sama makan pop mie doang. Keroncongan nih perut gue," ucap Dandi sembari membenarkan kemejanya yang sudah ia keluarkan dan kusut.
"Lu kagak mandi, Dan? Lu mau langsung ngantor pake itu lagi?" tanya Larissa dengan memicingkan matanya.
"Mandilah! Ntar abis sarapan mampir ke kosan gue buat mandi sama ganti baju," jawab Dandi enteng.
"Ogah gue jadi kecengan temen-temen kos lu. Habis ini lo ambil baju di kosan terus mandi di kantor aja!" tolak Larissa, "Buruan ih! Ntar kita malah telat kena omelan Bu Indira," lanjutnya.
"Iye ah, Sabar dikit napa! Gue beresin dulu nih meja sama barang-barang gue. Lu buangin cup pop mie gue aja nih biar berguna dikit," protes Dandi.
Larissa langsung mengambil dua cup pop-mie dan sampah wadah jajanan micin yang ada. Lalu berjalan kearah tong sampah yang berada di sudut pintu ruangan tersebut, "Cepetan, Dan!" perintahnya.
"Iya-iya ini udah selesai. Lu lagi PMS ya? Mood-swing banget pagi ini. Ngeselin!," ucap Dandi sembari merangkul Larissa dan memainkan kunci motornya.
"Nggak usah deket-deket. Bau asem badan lu!," ucap Larissa dengan nyinyir dan melepaskan rangkulan Dandi. Lalu ia berjalan lebih dulu kearah lift.
Tiba-tiba Dandi mengapit kepalanya dengan ketiaknya, "Makan tuh bau asem!" ucap Dandi dengan puas. Mereka berdua memang sudah sangat akrab karena berasal dari almamater yang sama.
Sesampainya di warung tenda nasi uduk langganan mereka Larissa langsung turun dari motor Dandi dan langsung mengikuti antrian yang ada. Sedangkan Dandi memarkirkan motornya dan mencari tempat untuk mereka makan.
"Jadi gimana kemaren? Lu jadi pesen baju nikahan?" tanya Dandi sembari menyantap sate telur puyuhnya.
"Gagal total! Mana gue malah jadi wanita bayaran cowok aneh plus songongnya nggak ketulungan. Sumpah sial banget gue kemaren," jawab Larissa dengan merengut dan menghela napasnya.
"Pandu kagak dateng? Kok lu bisa jadi wanita bayaran? Odong banget jadi cewek mau-maunya," ucap Dandi dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dia menghilang kemaren dan tadi pagi dengan tanpa merasa bersalahanya dia udah jemput gue aja. Kesel gue sama dia. Males gue nyeritainnya. Nggak bakal mau gue ketemu dia lagi. Lagian gue sebagai orang baik ya membantu aja lah. Eh malah gue nemu duit tiga ratus ribu di saku gue plus kartu namanya dia. Padal gue udah bilang kagak butuh upah dari dia," terang Larissa dengan menggebu-gebu.
"Pantesan lu ngeselin banget sekarang! Ternyata karena dihargain tiga ratus ribu doang sama doi. Lu lebih murah dari sugar babbynya pejabat ya, Sa. Haha," ucap Dandi dengan tawanya.
"Bangke lu!" umpat Larissa dengan kesal lalu menyeruput es jeruknya.
"Haha, Canda ah elah Malika kedelai hitam. Baper banget lu!" ucap Dandi dengan geli, "Pandu kenapa nggak dateng?" lanjutnya.
"Katanya ke Bogor karena ada kerjaan mendadak gitu dan hand-phone nya terus mati karena lupa bawa charger. Klise banget nggak sih? emang pulang dari Bogor kagak bisa nge charge buat ngabarin gue gitu," dumel Larissa dengan lesu.
"Tapi gue kemaren ketemu dia sama Gina di parkiran jam dua-an deh. Lu janjian sama dia habis makan siang kan?" ucap Dandi dengan mengelus dagunya.
"Dia katanya ada rapat sama klien dari jam sepuluh. Tahu sendiri kalau rapat jam segitu pasti bakalan bablas sampe jam makan siang. Makanya dia bilang mau nyusul. Berarti dia baru mau berangkat jam dua-an?" jawab Larissa dengan penasaran.
"Feeling gue gitu. Soalnya mereka baru jalan mau ke mobil sedangkan gue baru mau masuk ke lobby," terang Dandi sembari menghabiskan nasi uduknya.
"Mereka cuma berdua doang? kalau ada Gina seharusnya tuh hand-phone masih bisa hidup dong. Kan dia punya tas doraemon," ucap Larissa dengan mengernyitkan dahinya.
"Ya, Kalau sepenglihatan gue cuma berdua. Tapi nggak tahu juga kalau staf yang lain mungkin udah disana duluan. Kan tadi lu bilang dadakan juga kan? mungkin mereka nyusul," ujar Dandi dengan positif thinking nya.
"Iya juga sih. Tapi perkara hand phone mati seharian tetep mustahil menurut gue," ucap Larissa dengan ragu.
"Ya siapa tahu Gina kepasan kagak bawa dan Pandu sampai rumah langsung tidur secara dia nyetir sendiri bolak balik," beber Dandi dengan meyakinkan, "cepetan habisin! ntar kita telat gue ogah kebut-kebutan di jalan. Pusing pala gue kurang tidur nih."
Setelah membayar sarapan mereka, Dandi langsung melesatkan motornya pada jalanan Ibu Kota Jakarta. Banyak kendaraan yang sudah mulai memadati setiap ruas jalan. Untung saja warung nasi uduk itu tidak terlalu jauh dari kantor mereka.
"Dan, Ntar mampir supermarket depan ya?" ucap Larissa memecahkan keheningan.
"Mau ngapain? tinggal 25 menit lagi ini. gue belum mandi juga," jawab Dandi dengan menggema karena ia menggunakan helm full face nya.
"Kayaknya gue datang harinya deh ini. Nggak enak banget perut gue," ucap Larissa dengan mendekatkan kepalanya kearah kepala Dandi.
"Njir! jangan bilang lu udah keluar sekarang?" pekik Dandi.
"Kayaknya gitu, Dan. Soalnya kerasa kayak air terjun gitu deres. Mampir dulu ya. Gue kagak bawa roti selai," pinta Larissa dengan memelas.
"Apes banget gue! Lu rese banget hari ini! Gantinya lu bayarin gue cuci motor. Bernoda kotor udahlah jok motor gue," protes Dandi. "Salah gue nglembur tadi malem. Malah jadi tumbal nenek kunti kan," batinnya.
TBC
- Writer
