Bab 2

1791 Words
"Hai Alesya dan Mia," sapa yang lainnya hampir berbarengan. Sekali lagi mereka masih merasa takjub saat melihat Alesya. Karena kecantikan Alesya tiada taranya dan begitu sempurna. Mungkin, jika dia mengatakan kalau dirinya adalah seorang Artis atau Model, mereka pasti akan langsung percaya seribu persen. Dan, bahkan jika Alesya terjun ke dalam industri Entertaint, tidak akan dipungkiri jika dia akan menjadi trending hot atau topik nomor satu yang akan diperbincangkan oleh semua orang. Mereka hanya tidak mengerti kenapa Alesya harus merahasiakan wajah cantik nan sempurnanya ini dari media massa. Namun, pastinya dia memiliki alasan tersendiri. Maka dari itu, mereka tidak mempertanyakannya dan menghormati keputusan Alesya. Karena merasa malu, Alesya tidak tahu harus bagaimana. Karena semua orang yang ada diruangan itu menatap ke arahnya dengan seksama. Alesya tanpa sadar menggenggam tangan Mia dan Mia menenangkan sahabatnya itu tanpa sepengetahuan yang lain. Untuk Mia, reaksi seperti ini bukanlah hal yang asing untuk dirinya. Dia sudah sangat terbiasa dengan reaksi orang-orang saat melihat Alesya. Mia juga bukanlah seorang gadis yang jelek ataupun kurang, hanya saja Alesya-lah yang tidak normal karena memiliki kecantikan di atas jauh dari rata-rata atau kebanyakannya, sehingga sangat mudah dan gampang sekali menarik perhatian orang-orang. Oleh karena itu, terkadang Mia pun menjadi protektif terhadap sahabatnya itu. Bukan iri atau tidak suka, melainkan ingin melindungi sahabatnya dari para hidung belang di luar sana. Apalagi setelah kejadian tidak mengenakan yang hampir terjadi pada sahabatnya dulu saat mereka masih sekolah. "Huss! Kalian ini. Dijaga matanya," ucap Erika membuyarkan mereka. "Maaf yah Alesya, mereka baru habis dari gurun pasir, jadi melihat kamu langsung deh berasa seolah-olah sedang ada di dunia fatamorgana," kekehnya Erika mencairkan suasana. Lalu, Erika juga mengenalkan semua orang-orang yang ada diruangan itu pada Alesya dan Mia. "Nanti untuk masalah iklan, proses pemotretan hingga syuting akan dilakukan bersama dengan Markus dan Valerie yah. Karena mereka yang ditugaskan untuk bagian pemasaran proyek kali ini," ucap Erika. "Lalu, jika kalian berdua ingin berkordinasi dengan model pria bisa menghubungi dan membicarakannya bersama dengan Yohan. Dia adalah Manager Kai dan dua orang lainnya adalah asistennya," sekali lagi Erika menjelaskan pada Alesya dan Mia tentang apa saja yang akan mereka lakukan, siapa saja yang harus dihubungi dan menghubungi mereka, dimana saja lokasi pemotretan dan syuting akan berlangsung dan lain-lainnya. Semuanya sangat ramah dan baik, mereka tidak bossy terhadap Alesya dan Mia. Semuanya terlihat setara dan kompak saling berkerjasama satu sama lain. Mereka juga membimbing dan menjelaskan dengan sabar pada kedua gadis itu. Karena mereka tahu, jika ini adalah pengalaman baru bagi kedua gadis itu. Untuk kali ini, model bernama Kai Larz tersebut tidak hadir karena sesuatu yang tidak disebutkan oleh pihak mereka. Dan, dari pihak Erika pun tidak terlalu memusingkannya. Asal saat dibutuhkan dan saat waktunya bekerja, Kai dapat hadir dan melakukan tugasnya dengan profesional. "Baiklah rapat hari ini sampai disini saja. Lalu, untuk Alesya dan Mia, bisakah kalian tidak pulang lebih dulu? Karena ada beberapa hal yang harus kami bahas bersama dengan kalian secara pribadi," ucap Valerie dan disertai jawaban setuju dari keduanya. Lalu, saat pihak agensi telah kembali. Alesya, Mia dan pihak perusahaan kembali berbicara serius mengenai kontrak dan bayaran yang akan diterima oleh mereka. Saat melihat dokumen yang diberikan pada mereka. Alesya dan Mia dibuat takjub sekali lagi. Karena bayaran yang diterima oleh mereka berdua tidak main-main besar jumlahnya. Meski ada ketimpangan diantaranya, seperti bayaran Alesya lebih besar daripada Mia. Namun, Mia memahami posisinya dan tidak mempermasalahkan hal itu. Terlebih Erika menjelaskan dengan baik kenapa bayaran Alesya lebih besar dari dirnya dan Mia menerimanya dengan lapang d**a serta menyakinkan sahabatnya untuk tidak mempermasalahkan hal itu. Karena dirinya sendiri juga tidak apa-apa dan setuju. Toh, segala keperluan dan pengeluaran mereka akan ditanggung oleh perusahaan. Jadi uang tersebut utuh miliknya. *** Hari pertama syuting, Alesya berharap hari ini akan berjalan dengan baik dan lancar. Dia gugup meski ini bukan yang pertama kalinya untuknya. Semua orang sudah siap pada posisi mereka masing-masing. "Yah, kita mulai sekarang yah!" ucap seorang fotographer dengan suara cukup lantang. "Sebentar, Alesya berdiri di samping Kai. Dan, Kai cobalah agak mundur sedikit ke belakangnya. Yah, bagus sekali!" Setelah puas mengarahkan dan mendapat posisi sesuai yang dia mau, dia kembali memotret mereka berdua. Pemotretan berjalan dengan lancar tanpa hambatan, sampai suatu kejadian yang terjadi saat mereka istirahat dan mengatur tantanan studia. "Ah, maaf!" seru Alesya dengan menunduk. Sementara Kai, dia menatap tajam Alesya dengan mengerikan. Alesya tidak sengaja menumpahkan kopi dan mengenai sepatu yang dikenakan oleh Kai. Maka dari itu, Kai menatapnya tajam dan kesal. Terlebih Kai memang pria yang dingin, jarang tersenyum dan tidak ramah. Membuat kesan yang ada pada dirinya semakin menjadi mengerikan dan membuat siapa pun menghindari Kai, meski dia memiliki wajah tampan bak seorang pangeran, tinggi badan yang diatas rata-rata dan tubuh kekar yang sempurna. "Berhati-hatilah dan jangan menyusahkan orang lain!" ucap Kai dengan pelan tapi, entah mengapa terdengar seperti sebuah ancaman bagi Alesya. "Baik! Maafkan saya, saya tidak sengaja, sekali lagi maaf!" ucap Alesya dengan cepat. Kai pergi meninggalkan Alesya dengan raut wajah tidak senang. Alesya memang sudah merasakannya dari pertemuan pertama mereka tadi, kalau Kai seperti tidak menyukai dirinya. Pikiran Alesya terjawab sudah dengan hal yang terjadi barusan. Kai memang tidak menyukainya dan mungkin membencinya. Namun, kejadian barusan malah membuatnya semakin membenci Alesya, membuat Alesya merasa tidak nyaman saat berada didekat Kai tapi, dia harus menahannya demi pekerjaan yang mereka lakukan saat ini. ..... Sebelum kembali ke rumahnya Alesya menghampiri lebih dulu sebuah Minimarket yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya. Setelah membeli sekaleng minuman, dia menghampiri sebuah kursi yang ada di sana. Duduk dan menikmati angin malam dengan ditemani cahaya-cahaya gemerlap langit. Namun, baru saja dia menikmatinya, tidak lama kemudian datang seorang pria yang terlihat sudah berumur. Dengan kondisinya yang sedang dalam pengaruh minuman keras. Menghampiri Alesya. "Hai, Cantik. Sedang apa malam-malam sendirian di sini? Yuk, temani Om bermain." Alesya merasakan tanda-tanda bahaya dari pria yang ada di hadapannya saat ini. Dia pun segera berdiri dan bangkit, berjalan meninggalkan pria itu. Alesya tidak mengira jika pria itu akan mengikutinya. "Hoi! Jangan sok jual mahal, Jalang!" menarik tangan Alesya dengan kasar. "Lepaskan saya! Jika tidak, saya akan berteriak!" ancam Alesya pada pria itu. Namun, bukannya takut, pria itu malah menantang Alesya dan menarik Alesya dengan paksa ke sebuah sudut tempat itu. Sepi dan gelap, tempat yang sangat cocok untuknya melakukan hal yang dia inginkan pada Alesya. Alesya semakin takut, dia melawan dan memberontak. Mencoba mendorong pria itu tapi, pria itu dengan cepat menstabilkan dirinya. "Agh! Lepaskan saya! Jangan sentuh saya, tolong!" teriak Alesya sembari melawan dan menahannya Bug! "Berengsek! Siapa yang berani mengganggu?!" ucap pria mabuk itu dengan nada kesal. Bug! Sekali lagi, pria mabuk itu mendapat pukulan yang keras, kemudian pingsan. Mungkin karena berada dibawah pengaruh alhokol menjadinya semakin lemah. "Te--terima kasih!" ucap Alesya dengan tubuh gemetaran. "Kamu tidak apa-apa?" tanya seorang pria yang telah membantu Alesya. Saat mendengar suara itu Alesya langsung mengenalinya. Itu adalah suara Kai. Alesya semakin gugup dan takut saat berhadapan dengan Kai. Padahal baru saja tadi siang mereka berseteru, lebih tepatnya Kai yang memarahinya karena dirinya menumpahkan kopi dan mengenainya. "Hem, sa--saya baik-baik saja. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya." Alesya mencoba berdiri dengan terburu-buru tapi, dia malah terjatuh. "Agh!" pekik Alesya. Seandainya Kai tidak menopangnya, Alesya pasti sudah jatuh tersungkur ke atas tanah. Entah kenapa kakinya terasa sangat lemas dan tidak bertenaga. Mungkin dia masih syok karena kejadian yang dialaminya barusan. Tangannya pun rasanya masih gemetaran, jika memikirkan, seandainya saja tadi tidak ada datang menolongnya. "Haaa, merepotkan!" gumam Kai itu kecil tapi, masih dapat didengar oleh Alesya. Hingga membuat Alesya merasa bersalah dan tidak enak hati. "Maaf," lirihnya pelan dengan wajah tertunduk. Kai merasa tidak asing dengan suara dan ekspresi Alesya saat ini. Seakan-akan dia pernah mendengar atau mengalami hal serupa. Tapi Kai tidak ingat dimana dia pernah mengalami kejadian tersebut atau apakah Kai pernah bertemu dengan Alesya, sekeras apa pun dia mencoba mengingatnya. Karena tidak dapat mengingatnya, Kai menganggap hal itu berlalu begitu saja dan tidak memedulikannya lagi. "Rumah, dimana?" tanya Kai dingin dan singkat. "Di--disebelah sana," menunjuk ke arah sebuah bangunan yang menjulang tinggi ditengah kota Jakarta. "Ayo, akan saya antar sampai sana," ucap Kai tanpa menunggu lama atau mendengar jawaban Alesya. "Ba--baik," ucapnya terpaksa dan segera mengikuti Kai yang sudah berjalan lebih dulu. Padahal tidak perlu diantar tapi, kenapa dia ingin mengantar. Batin Alesya berkecamuk memikirkan sikap Kai padanya. Sementara mereka berdua saja tidak saling mengenal tapi, kenapa Kai mengantarnya. Apakah mungkin memang Kai orang yang baik tapi, hanya berpura-pura menjadi orang jahat. Semua kemungkinan terbesit dalam otak kecil Alesya. "Masuklah!" serunya dingin, lalu tanpa basa basi meninggalkan Alesya yang termangu heran disana. "Terima kasih," ucapnya. Walau tentu saja Kai tidak memedulikannya dan terus berjalan hingga tidak terlihat lagi oleh Alesya. Kemudian Alesya pun masuk kedalam gedung tersebut. Gedung mewah yang memiliki puluhan lantai dan design yang luar biasa indah, tepat berada dipusat Ibu Kota dengan terhubung ke sebuah Mall elit dikawasan Jakarta Pusat tersebut. Ting Bunyi pintu lift terbuka dan Alesya pun segera keluar tanpa melupakan mengucapkan terima kasih untuk security yang bertugas menjaga lift tersebut. "Terima kasih, Pak Anto," ucap Alesya ramah sambil tersenyum. "Sama-sama, Non," balas security yang bernama Anto tersebut. "Alesya pulang!" sapanya setelah pintu lift tertutup dan disambut oleh seorang wanita paruh baya yang lebih berumur daripada Mira. "Non, tadi Tuan sama Nyonya pergi mendadak, karena ada urusan diperusahaan cabang yang berada di luar negeri. Mereka akan memberi kabar saat sudah sampai disana. Karena tadi ponselnya Non Esy ditelepon tapi, tidak diangkat-angkat," ucap wanita paruh baya itu. Orang tua Alesya memang cukul sering bepergian keluar kota maupun keluar negeri untuk mengurus bisnis perhotelan yang mereka miliki. Yah, keluarganya memiliki bisnis perhotelan yang sangat besar dan mewah, serta memiliki cabang dimana-mana. Karena itu mereka cukup sering meninggalkan rumah. Mira selalu menemani Jeffry, Sang Suami, pergi dinas kemana pun itu. Alesya juga terkadang ikut tapi, lebih sering ditolak oleh Alesya. Karena mengikuti orang tuanya itu terkadang melelahkan. Karena mereka mesti berpindah-pindah termpat dalam jangka waktu yang berdekatan. Alesya langsung masuk ke dalam kamar. Dia tidak menceritakan kejadian tadi pada Bi Nah. Karena dia tahu, pasti Bi Nah akan melaporkan hal itu pada kedua orang tuanya dan orang tuanya akan mengirimkan pengawal untuknya. Alesya tidak menyukai dengan kehadiran pengawal, karena itu membuatnya resah dan merasa tidak bebas. Meski dia tidak melakukan hal yang aneh, tetap saja seolah-olah sedang diawasi karena sesuatu. Kalau kedua orang tuanya tahu, pasti besok pagi begitu keluar dari kamar akan ada dua orang berbadan besar di depan kamarnya. Mebayangkannya saja membuat Alesya merinding. Karena para pengawal pasti memiliki badannya dan otot yang besar bak raksasa. Bagaimana caranya ke lokasi syuting dengan dua orang yang seperti itu. Alesya tidak bisa membayangkan akan seheboh apa orang-orang di sana. Lalu, kalau mereka tau siapa Alesya, bisa-bisa nanti mereka memperlakukannya berbeda. Dan, Alesya tidak menyukai hal seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD