Bab 5

587 Words
Aku masih menatapnya yang tampak linglung. Ini bukan kali pertama wajah wanita itu seperti ini. Antara rasa bingung dan marah aku memilih meninggalkannya yang masih memelas. Ah, Jiwa rajaku masih bertahan saja. Saat dia melihatku pergi, dengan cepat tangannya meraih tanganku. “Tuan...” Aku menatap wanita ini dengan mata membesar. Ini adalah caraku menunjukkan kalau aku tidak suka dengan cara seseorang berbuat tingkah. Aku melepaskan pegangan tangannya. “Apa kau gila?” kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Kalau dia seorang laki-laki, mungkin sudah aku tendang saat ini juga. “Tuan, saya benar-benar ketakutan tadi malam. Saya tidak berani, saya tidak tahu kalau tubuhnya ini berbaring di tempat tidur Tuan.” Aku menatapnya bosan, dan aku mendengar dia merubah-ruba nama panggilan untuk dirinya sendiri. “Kemarin kau memanggil dirimu aku, lalu sekarang saya. Menurutku, kau cukup katakan ‘SAYA’ saja. Karena itu tampak lebih cocok untukmu. Dia lagi-lagi tampak linglung! Apa kemiskinan benar-benar membuatnya gila? Oh entahlah! Aku menambahkan orang tidak jelas di dalam hari-hari yang indah ini. Aku masih menatapnya dengan kesal, tidak lama kemudian suara tawa membuatku sadar bahwa sejak tadi ada penonton setia. “Ra- ah maaf, maksudku Alfa! Apa yang kau lakukan dengan wanita muda ini?” Aku mendengar pertanyaan Bay seperti lelucon. Aku rasa mereka ingin tertawa saat ini. Apalagi Aray yang saat ini memandang ke arahku benar-benar meletakkan tangannya di bibir. Ini adalah kesepakatakan kami semua. Di depan orang lain, mereka semua akan memanggilku dengan nama saja. Bagaimana juga, umur ini berhenti di usiaku yang kedua puluh tiga tahun. Aku terlalu muda untuk di panggil dengan nama lain di bandingkan mereka yang sudah berumur dua puluh lima tahun. “Apa hakmu bertanya?” Mereka berdua saling pandang dan melempar senyum. “Alfa, sudah saatnya kau merasakan itu...” Bay menyatukan kedua ujung jari telunjuknya kiri dan kanan.  Baiklah, ini juga salah satu waktu yang tepat untuk mereka mengerjai aku. Benar-benar keturunan yang tidak ada sopan-santunnya. Kalau leluhur mereka tahu, mungkin mereka tidak akan bisa tenang di alam sana. “Jangan mengada-ngada, Bay...” jawabku dengan kesal. “Ayolah Alfa, apa yang membuatmu marah? Hai cantik, apa kau habis tidur dengan Alfa?” “I, iya... Tuan!” jawab wanita itu selurus tebu. Aku membuka kedua mulutku, tapi suara ini tidak mau keluar. Aku ingin mengumpat tadi dadaku terasa penuh. Tapi ini bukan terjadi padaku saja, bahkan Aray dan Bay masih ternganga saat ini karena rasa tidak percaya. “Kau tidur dengan ALFA?” Tanya Aray kembali padanya. “I, Iyaaa Tuan! Saya tidur dengan beliau karena tadi malam saya ketakutan. Hujan begitu lebat bersama petir dan hujan.” Bay melirikku, dan aku membesarkan mata agar dia tidak menggoda. “Jadi kau tidur bersama dengan ALFA di sana? Apa saja yang kau lakukan?” Tanya Bay yang sudah melirik ingin menggodaku. “Saya hanya tertidur, dan ketika bangun. Saya melihat Tuan Alfa berteriak karena saya tidak sengaja memeluknya.” Mereka berdua saling mengangguk menatapku, lalu mereka tersenyum nakal seolah aku ini sedang di kerjai. Aku tidak suka dengan tindakan mereka. Aku berjalan menuruni tangga meninggalkan wanita yang aku belum tahu namanya sama sekali bersama dua orang keturunan saudaraku itu. Aku melihat di atas meja makan tidak ada apa-apa, lalu apa gunanya aku mempekerjakan wanita itu. Lebih baik aku menghindar dari pada berujung dengan ucapan kasar. Tidak lama mereka turun bertiga, melihat wajah Aray dan Bay malah membuatku tambah kesal. “Brian, tolong pesankan aku makanan, di sini tidak ada gunanya seorang pembantu!” umpat kasar ini akhirnya keluar juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD