Bab 3

499 Words
Aray masih terus menangis, dan aku sudah tidak peduli! Sejujurnya mereka selalu begitu ketika akan aku nikahkan. Tapi nanti mereka yang akan menjadi b***k cinta sesungguhnya. Aku sudah melihat ini dalam tujuh kali keturunan adik-adikku. "Brian, antar Aray pulang. Aku tidak berniat memiliki mata panda besok pagi." "Baiklah Rajaku..." Jawabnya sambil membersihkan gangguan di rumah ini. Semua kembali terasa sepi. Tidak ada orang di rumah ini, aku merasa sendirian lagi. Aku memang sudah terbiasa, dan aku tetap selalu merasa seperti ini. Dulu aku tidak ingin adik-adik merasa hal yang aku rasakan. Aku ingin mereka menikmati hidup, biarlah semua beban ada padaku. Tapi kenapa waktunya semakin panjang? Kenapa aku masih ada di sini? "Tuan..." "ASTAGA" aku memegang jantungku saat mendengar seseorang memanggil. "Si, siapa kau?" Aku bukan gugup, aku hanya belum selesai terkejut. "Tuan, aku yang tadi kau minta jadi pembantu di rumah ini." Aku mengerjapkan mata berulang kali. Benarkah aku melakukan itu? Hah... Ini tidak benar! Untuk sesaat aku tidak menyadari diri. "Jadi apa yang akan kau lakukan?" "Maksud, Tuan?" "Hah? Aku yang bodoh atau kau yang loading lama?" "Tuan, aku benar-benar tidak mengerti!" Aku menarik napasku, dan berjalan ke arahnya. "Kau bilang akan jadi pembantuku?" "Iya... Tuan!" "Lalu????" "Saya akan jadi pembantu, Tuan!" Astaga, aku tidak mengira akan mendapatkan tambahan orang seperti ini. Aku mengacak rambut kesal, seperti membawa gelas kosong. Wanita ini rasanya tidak terlalu berguna. "Apa yang pembantu lakukan? Buat makanan? Bersih-bersih? Apalagi? Kerjakan itu semua, wahai wanita." "Hiks... Maafkan saya, Tuan!" Wanita itu lagi-lagi bersimpuh di lantai. Aku sempat merasa kembali ke masa dulu, dimana aku masihlah seorang Raja dan semua orang berbicara dengan tubuh seperti dia. "Kenapa kau menangis? Aku jadi bingung menghadapimu!" Aku kesal sekali, lebih baik aku masuk ke dalam kamar dan melihat seberapa kaya aku saat ini. "Tuan, anda mau kemana?" "Aku mau mati!" "Tuaaan..." Dia mengejar dan menarik bajuku. Mataku membulat, lima ratus tahun bukanlah waktu yang singkat. Dia adalah wanita pertama yang berani sedekat ini padaku. "Apa yang kau lakukan hah?" Suaraku keluar dengan sedikit bergetar karena kesal. Apa mau wanita ini? Apa aku sudah membuat kesalahan? Membawa dirinya masuk ke dalam ketenangan keabadian ini? "Jangan mati, Tuan. Hanya anda tempat saya berlindung!" ASTAGA! Dia menganggap apa yang aku katakan ini serius! Ah sudah gila! Bila mati semudah itu, aku sangat siap kapan saja. "Lepaskan! Jangan buat aku marah dengan sikapmu. Ini bukanlah hal yang bisa kau katakan dengan mudah." "Tuan!" Deg Dia memelukku dari belakang dan aku merasakan benda kenyal itu menyentuh pinggangku, karena posisi kami yang berada di antara tangga. "Tolong jangan mati, Tuan!" Hah! Aku melemah dan bertambah stres, dia benar-benar bodoh dan aku tidak bisa membuangnya begitu saja! Aku adalah Raja, aku tidak boleh berbuat semena-mena! Dia adalah seorang rakyat. AMPUNI AKU TUHAN. "Hey, aku tidak akan bunuh diri, aku tampan dan kaya! Kenapa aku bunuh diri? Apa ada hal yang mendorongku untuk melakukan itu?" Aku mengangkat dagunya sambil berbicara Agar dia paham apa yang aku katakan. "Hah! Syukurlah..." Ucapnya yang langsung pergi begitu saja."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD