Bab 10

551 Words
Aku menginjakkan kakiku di sini. Gedung tinggi tiga puluh lantai! Mereka semua menunduk kepadaku karena mereka tahu siapa yang berkuasa. Saat aku berjalan seseorang datang menghampiri aku. “Raja, kenapa kemari?” Bay tampaknya agak pucat melihatku. “Kenapa memangnya?” “Itu…” “Itu apa?” aku masuk ke dalam lift dan Bay masih dalam posisi tidak bisa berkata apa-apa. Aku memperhatikan Bay, ada sesuatu yang terjadi. Hanya itu yang bisa aku pikirkan saat ini. Ting, pintu lift terbuka dan aku langsung menuju ruangan Aray yang memegang kendali setelah aku di sini. “Raja, aku rindu padamu. Apa Raja tidak ingin makan siang denganku?” sepertinya Bay sudah kehabisan akal. Dia ingin aku mengikuti permainannya saat ini. “Aku harus bertemu Aray.” “Tapi-” Belum sampai Bay bicara padaku, pintu ruangan itu sudah terbuka dan memperlihatkan Aray yang sedang bercinta di atas meja. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, anak muda itu mencabut dengan cepat, mengusir wanita itu dan masuk ke dalam kamar mandi. Brengsek! Aku mengumpat di dalam hati. Aku menunggu cukup lama, mungkin dia sedang mengatur alasan yang tepat untuk semua yang aku lihat. Tidak lama dia keluar dari kamar mandi dan berhadapan denganku. Brugh, aku memukulnya hingga tersungkur. Bibirnya pecah dan aku masih ingin memukulnya. Brugh, sekali lagi aku menghantam pria tersebut dengan kepalan tinju yang sudah membunuh beribu musuh. Bay tidak melerai kami, karena percuma saja. Dia akan ikut dalam arus ini kalau mau masuk ke dalam pusaran. “Ampun…” Aray terduduk lemas di bawah kaki ini, dan aku tidak bisa mengampuninya. “Aku salah… maafkan aku! Aku bersalah!” Dia mulai merengek seperti bayi besar dan aku tahu itu hanya trik belaka, dia sangat pandai menipuku. “Aku sudah memperingatkan kamu berulang kali. Tapi jelas sekali tidak kau dengarkan. Jadi lebih baik pergi dari sini dan renungi dirimu.” “Tapi…” Bay menarik tangan Aray dan menggeleng. Seolah mengatakan jangan menjawabku lagi karena hanya menambahkan masalah saja. “Raja, kami pergi sekarang.” Aku hanya diam saja! Aku tidak ingin membakar amarah ini. ** Aku adalah pria yang penuh belas kasih tapi aku juga tidak ingin dipermainkan. Masalah pernikahan Aray adalah hal yang penting bagiku! karena itu adalah titik awal sebuah keturunan baru. Aku tidak ingin bertengkar lagi dan memutuskan untuk pulang ke rumah. Beberapa hari ini cukup berat apalagi wanita itu selalu membuat masalah, apa yang terjadi padanya aku tidak mengerti. Aku menjalankan mobilku dengan cepat, hanya berbaring di tempat tidur adalah hal yang baik. Sesampainya di rumah aku melihat wanita itu sudah baik-baik saja. Dia berdiri di antara taman bunga, aku rasa dia ingin memotong semua bunga mawar yang indah itu.  "Apa yang kau lakukan di sana?" aku berteriak padanya!  Dia menggeleng kemudian menjawab "Aku hanya menyukai warnanya yang terang. Apakah aku tak boleh berada di sini?" dia bertanya balik dan aku heran dengan sikap itu.  Sejujurnya aku tidak tahu apa yang terjadi, ini bukanlah kebiasaanku. Apalagi kaki ini bergerak dengan sendirinya dan mataku tidak dapat melirik kearah mana pun selain wanita itu. "Ada apa Tuan?" dia bertanya saat aku sudah berada di hadapan. "Siapa namamu? kau pembantuku tapi aku tak tahu siapa namamu." Dia tertunduk malu lalu tersenyum simpul. Aku dapat melihatnya walaupun dia tetap mencoba menyembunyikan. "Jadi siapa namamu?" Aku bertanya kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD