Penderitaan Baru

2252 Words
 Pagi hari Yanti terjaga. Didengarnya ada gemericik air dari belakang. Tampaknya ada seseorang dibelakang. Yanti mengendap endap ke belakang. Dilihatnya wanita paruh bara sedang mencuci pakaiannya. “ternyata itu yang selalu datang pagi pagi. Lebih baik aku kembali kekamar.” Batin Yanti. Yanti bergegas ke kamar dan kembali pura pura tertidur. Yanti tak berniat menyapa wanita itu sekarang. Rasanya belum saatnya. Toh Yanti merasa Dia masih baik baik saja. Usai dikamar mandi mandi wanita itu menyapu dan mengepel lalu selesailah pekerjaannya wanita itu kembali menutup pintu dan pergi. Yanti kemudian mengingat jam berapa wanita itu kira kira datang dan jam berapa ia pergi. “mungkin nanti akan berguna jika aku butuh apa apa. Jika bibi itu datang itu artinya pintu tidak terkunci aku bisa pergi saat bibi lagi di belakang. Aku juga bisa memperkirakan berapa lama bibi di belakang.” Itulah pemikiran Yanti. Setelah memastika wanita itu pergi, Yanti lalu ke belakang mencuci muka lalu makan. Yanti belum ingin mandi. Udara masih sangat dingin. Selesai makan Yanti pun membuat teh. Selesai menenggak habis tehnya, Yanti malah merasa ngantuk. Ia pun kembali kekamar. Hari beranjak siang ketika tiba tiba Yanti mendengar suara pintu kembali terbuka. Yanti sedikit kaget karena pintu dibuka kasar. “ternyata Karta, mukanya seram sekali.” Ujar Yanti mengintip dari tirai kamarnya. “apa yang harus ku lakukan. Aku jadi takut begini, apa aku pura pura tidur lagi saja ya?” Yanti malah ketakutan lalu berpura pura tidur kembali. Sepertinya amarah di kepala Karta sedang bertumpuk tumpuk dan Yanti adalah sasaran amarah itu sekarang. Karta bergegas membuka tirai kamar Yanti. Dilihatnya Yanti berbaring menghadap dinding dan masih berselimut. “hah... enak sekali kau masih tidur jam segini.” Didekatinya Yanti lalu dibukanya kasar selimut Yanti. Diremasnya d**a Yanti yang masih muda. Yanti menjerit dan menjauh dari Karta. “nah bangun kau rupanya... “ujar Karta kembali mendekati Yanti. Yanti yang dari awal sudah ketakutan didekati begitu malah pucat dan menggigil ngeri. Melihat ekspressi Yanti amarah yang di ubun ubun tadi malah makin ingin keluar. “kenapa kau seperti melihat hantu melihatku begitu ketakutan, hah? Mau mati kau rupanya?” ujar Karta marah. Ditariknya rambut Yanti hingga Yanti menjerit. Lalu diseretnya Yanti menuju kamar mandi. Sampai dikamar mandi sambil menarik rambutnya Karta mengguyur air dingin kekepala Yanti. Air yang begitu dingin membuat mata Yanti makin membulat. Tubuhnya makin menggigil. Tak hanya air dingin tetapi gayung yang digunakan untuk mengguyur tubuhnya ikutan mampir ke keppala Yanti. Pukulan gayung itu mengenai bekas luka oleh ibunya dahulu. Terasa lebih nyeri rasanya. Melihat Yanti meringis, Karta makin menjadi. Ditendangnya b****g Yanti hingga terjungkal dan perut Yanti terkena ujung bak mandi. Yanti hampir terjungkar masuk ke bak mandi. Beruntung Yanti masih berpegangan. Lagi pipi yang mendapat hadiah tamparan keras. “plaaaaaakkkk...” sebuah cap merah menghias pipi putih Yanti. Yanti menangis. Dilihatnya air mata Yanti. Karta pun malah melumat bibir perawan Yanti. Diremas remasnya lagi d**a Yanti. Karena tak mendapat balasan Yanti Karta menghendakkan kepala Yanti ke bibir bak lalu meninggalkan Yanti begitu saja. Yanti masih saja meringis dan menangis dikamar mandi. Dicium pertama kali dengan kasar oleh suaminya membuat hati Yanti terluka. Mungkin Yanti salah menyambut kedatangan Karta tadi, Yanti merasa itu. Ingin Yanti memperbaikinya dan bersikap lebih manis. Bukankah tugasnya sekarang menjadi istri. Yanti terkadang melihat ibunya melayani Arifin dan Abdul dahulu saat dimeja makan. Mungkin Yanti bisa menconrtohnya nanti. Selesai menangis, Yanti pun mandi dan merapikan dirinya. Badanya terasa sakit, tetapi Yanti tak begitu merasakannya karena memang Yanti sudah biasa kena pukul. Mungkin tubuhnya sudah tak heran lagi. Hari sudah sore, tetapi lagi lagi Karta tak kembali. Yanti pun menyalakan lampu dan kembali kekamar. “ Membosankan rasanya terus terusan begini. apa besok aku keluar saja ya? Melihat lihat sekeliling saat bibi itu datang. Aku bisa pura pura tidur saat dia datang” pikiran itu tiba tiba menyapa kepala Yanti. Dengan semangat Yanti tertidur lebih awal agar bisa keluar pagi pagi saat bibi itu datang. Benar saja, hari belum terang sepenuhnya saat bibi itu datang. Yanti sudah dari subuh menunggunya. Mendengar pintu terbuka Yanti kembali menarik selimutnya dan pura pura tidur. Bibi itu mengecek kamar Yanti, dilihatnya keadaan kamar sedikit berantakan lalu dibereskannya. Pakaian kotor Yanti pun dibawanya keluar. Sebelum keluar dilihatnya mata Yanti masih terpejam. Bibi itu pun melanjutkan pekerjaanya di dapur. Sepertinya hari ini, bibi itu akan memasak. Karena bibi itu tak membawa rantang seperti biasanya. Hanya membawa berkantong kantong bahan masakan. Niat Yanti sudah bulat. Diliriknya bibi itu ke dapur. Dilihatnya bibi sedang mencuci. Dengan mengendap endap Yanti keluar.  Tak lupa membawa jaket tebal, sebuah penutup wajah agar tak dikenali orang. Perlahan dibuka pintu. Udara dingin menyapa Yanti lembut. Yanti pun bergegas melihat sekeliling. Hamparan perkebunan menyambutnya. Disisi kiri kanan banyak pohon teh, persawahan, bahkan ada sungai di sepanjamg jalan tak jauh dari gubuknya. Meski berjalan cukup jauh, yanti belum menemukan gubuk lain didekat gubuknya. Bahkan pondok tak ada. “mungkin semua milik Karta, karenanya tak ada pondok lain didekat sini” begitu pikir Yanti. Merasa tak menemukan apa pun Yanti berniat kembali saat sudah mendekati sungai. “sudah cukup jauh kakiku berjalan. Besok lagi saja.”pikir Yanti. “aku ingin keluar lagi besok, bahkan lebih jauh sampai menyebrangi sungai dan melawati sawah sawah disana.” Pekik Yanti sendiri. Berlari kecil Yanti kembali ke gubuknya. “kenapa tak ada jalan raya ya? Bukankah aku kemari dengan mobil. Lewat jalan mana mobil yang kukendarai ya?” bathin Yanti bertanya. Sesampainya dirumah, dilihatnya pakaian kotornya sudah terjemur diluar. Dengan hati hati Yanti mebuka pintu. Sialnya wanita itu melihatnya. “loh.... non dari mana?” tanyanya panik. “nggak kok bik, hanya dari dekat sini.” Ujar Yanti mebuka jaketnya. Wanita itu mendekati Yanti dan ikutan duduk di samping Yanti, raut wajahnya cemas dan khawatir. “non jangan kemana mana. Non nggak boleh keluar sama tuan” ujarnya masih panik. “nggak boleh kenapa bik? Saya bosan dirumah saja. Kenap sih pintunya mesti dikunci? Toh saya nggak kemana mana. Hanya melihat lihat sekeliling saja.” Ujar Yanti cemberut. “maaf non, saya hanya menjalankan perintah tuan Karta. Saya juga nggak bertanya kenapa non nggak boleh keluar.” Bibi itu melembut dan tersenyum seraya mengelus rambut Yanti. “non kemana tadi? Ketemu orang tidak?”tanyanya. “nggak ada siapa siapa didekat sini. Membosankan sekali rasanya. Bik jangan dikunci ya nanti. Baira Yanti bisa keluar, Yanti nggak kemana mana kok.” Yanti memelas. Bibi itu hanya tersenyum lembut, “nama non Yanti ya? Bibi namanya bik Jum. Juminten non.non udah sarapan? Yuk ke Pagi hari Yanti terjaga. Didengarnya ada gemericik air dari belakang. Tampaknya ada seseorang dibelakang. Yanti mengendap endap ke belakang. Dilihatnya wanita paruh bara sedang mencuci pakaiannya. “ternyata itu yang selalu datang pagi pagi. Lebih baik aku kembali kekamar.” Batin Yanti. Yanti bergegas ke kamar dan kembali pura pura tertidur. Yanti tak berniat menyapa wanita itu sekarang. Rasanya belum saatnya. Toh Yanti merasa Dia masih baik baik saja. Usai dikamar mandi mandi wanita itu menyapu dan mengepel lalu selesailah pekerjaannya wanita itu kembali menutup pintu dan pergi. Yanti kemudian mengingat jam berapa wanita itu kira kira datang dan jam berapa ia pergi. “mungkin nanti akan berguna jika aku butuh apa apa. Jika bibi itu datang itu artinya pintu tidak terkunci aku bisa pergi saat bibi lagi di belakang. Aku juga bisa memperkirakan berapa lama bibi di belakang.” Itulah pemikiran Yanti. Setelah memastika wanita itu pergi, Yanti lalu ke belakang mencuci muka lalu makan. Yanti belum ingin mandi. Udara masih sangat dingin. Selesai makan Yanti pun membuat teh. Selesai menenggak habis tehnya, Yanti malah merasa ngantuk. Ia pun kembali kekamar. Hari beranjak siang ketika tiba tiba Yanti mendengar suara pintu kembali terbuka. Yanti sedikit kaget karena pintu dibuka kasar. “ternyata Karta, mukanya seram sekali.” Ujar Yanti mengintip dari tirai kamarnya. “apa yang harus ku lakukan. Aku jadi takut begini, apa aku pura pura tidur lagi saja ya?” Yanti malah ketakutan lalu berpura pura tidur kembali. Sepertinya amarah di kepala Karta sedang bertumpuk tumpuk dan Yanti adalah sasaran amarah itu sekarang. Karta bergegas membuka tirai kamar Yanti. Dilihatnya Yanti berbaring menghadap dinding dan masih berselimut. “hah... enak sekali kau masih tidur jam segini.” Didekatinya Yanti lalu dibukanya kasar selimut Yanti. Diremasnya d**a Yanti yang masih muda. Yanti menjerit dan menjauh dari Karta. “nah bangun kau rupanya... “ujar Karta kembali mendekati Yanti. Yanti yang dari awal sudah ketakutan didekati begitu malah pucat dan menggigil ngeri. Melihat ekspressi Yanti amarah yang di ubun ubun tadi malah makin ingin keluar. “kenapa kau seperti melihat hantu melihatku begitu ketakutan, hah? Mau mati kau rupanya?” ujar Karta marah. Ditariknya rambut Yanti hingga Yanti menjerit. Lalu diseretnya Yanti menuju kamar mandi. Sampai dikamar mandi sambil menarik rambutnya Karta mengguyur air dingin kekepala Yanti. Air yang begitu dingin membuat mata Yanti makin membulat. Tubuhnya makin menggigil. Tak hanya air dingin tetapi gayung yang digunakan untuk mengguyur tubuhnya ikutan mampir ke keppala Yanti. Pukulan gayung itu mengenai bekas luka oleh ibunya dahulu. Terasa lebih nyeri rasanya. Melihat Yanti meringis, Karta makin menjadi. Ditendangnya b****g Yanti hingga terjungkal dan perut Yanti terkena ujung bak mandi. Yanti hampir terjungkar masuk ke bak mandi. Beruntung Yanti masih berpegangan. Lagi pipi yang mendapat hadiah tamparan keras. “plaaaaaakkkk...” sebuah cap merah menghias pipi putih Yanti. Yanti menangis. Dilihatnya air mata Yanti. Karta pun malah melumat bibir perawan Yanti. Diremas remasnya lagi d**a Yanti. Karena tak mendapat balasan Yanti Karta menghendakkan kepala Yanti ke bibir bak lalu meninggalkan Yanti begitu saja. Yanti masih saj meringis dan menangis dikamar mandi. Dicium pertama kali dengan kasar oleh suaminya membuat hati Yanti terluka. Mungkin Yanti salah menyambut kedatangan Karta tadi, Yanti merasa itu. Ingin Yanti memperbaikinya dan bersikap lebih manis. Bukankah tugasnya sekarang menjadi istri. Yanti terkadang melihat ibunya melayani Arifin dan Abdul dahulu saat dimeja makan. Mungkin Yanti bisa menconrtohnya nanti. Selesai menangis, Yanti pun mandi dan merapikan dirinya. Badanya terasa sakit, tetapi Yanti tak begitu merasakannya karena memang Yanti sudah biasa kena pukul. Mungkin tubuhnya sudah tak heran lagi. Hari sudah sore, tetapi lagi lagi Karta tak kembali. Yanti pun menyalakan lampu dan kembali kekamar. “ Membosankan rasanya terus terusan begini. apa besok aku keluar saja ya? Melihat lihat sekeliling saat bibi itu datang. Aku bisa pura pura tidur saat dia datang” pikiran itu tiba tiba menyapa kepala Yanti. Dengan semangat Yanti tertidur lebih awal agar bisa keluar pagi pagi saat bibi itu datang. Benar saja, hari belum terang sepenuhnya saat bibi itu datang. Yanti sudah dari subuh menunggunya. Mendengar pintu terbuka Yanti kembali menarik selimutnya dan pura pura tidur. Bibi itu mengecek kamar Yanti, dilihatnya keadaan kamar sedikit berantakan lalu dibereskannya. Pakaian kotor Yanti pun dibawanya keluar. Sebelum keluar dilihatnya mata Yanti masih terpejam. Bibi itu pun melanjutkan pekerjaanya di dapur. Sepertinya hari ini, bibi itu akan memasak. Karena bibi itu tak membawa rantang seperti biasanya. Hanya membawa berkantong kantong bahan masakan. Niat Yanti sudah bulat. Diliriknya bibi itu ke dapur. Dilihatnya bibi sedang mencuci. Dengan mengendap endap Yanti keluar. Tak lupa membawa jaket tebal, sebuah penutup wajah agar tak dikenali orang. Perlahan dibuka pintu. Udara dingin menyapa Yanti lembut. Yanti pun bergegas melihat sekeliling. Hamparan perkebunan menyambutnya. Disisi kiri kanan banyak pohon teh, persawahan, bahkan ada sungai di sepanjamg jalan tak jauh dari gubuknya. Meski berjalan cukup jauh, yanti belum menemukan gubuk lain didekat gubuknya. Bahkan pondok tak ada. “mungkin semua milik Karta, karenanya tak ada pondok lain didekat sini” begitu pikir Yanti. Merasa tak menemukan apa pun Yanti berniat kembali saat sudah mendekati sungai. “sudah cukup jauh kakiku berjalan. Besok lagi saja.”pikir Yanti. “aku ingin keluar lagi besok, bahkan lebih jauh sampai menyebrangi sungai dan melawati sawah sawah disana.” Pekik Yanti sendiri. Berlari kecil Yanti kembali ke gubuknya. “kenapa tak ada jalan raya ya? Bukankah aku kemari dengan mobil. Lewat jalan mana mobil yang kukendarai ya?” bathin Yanti bertanya. Sesampainya dirumah, dilihatnya pakaian kotornya sudah terjemur diluar. Dengan hati hati Yanti mebuka pintu. Sialnya wanita itu melihatnya. “loh.... non dari mana?” tanyanya panik. “nggak kok bik, hanya dari dekat sini.” Ujar Yanti mebuka jaketnya. Wanita itu mendekati Yanti dan ikutan duduk di samping Yanti, raut wajahnya cemas dan khawatir. “non jangan kemana mana. Non nggak boleh keluar sama tuan” ujarnya masih panik. “nggak boleh kenapa bik? Saya bosan dirumah saja. Kenap sih pintunya mesti dikunci? Toh saya nggak kemana mana. Hanya melihat lihat sekeliling saja.” Ujar Yanti cemberut. “maaf non, saya hanya menjalankan perintah tuan Karta. Saya juga nggak bertanya kenapa non nggak boleh keluar.” Bibi itu melembut dan tersenyum seraya mengelus rambut Yanti. “non kemana tadi? Ketemu orang tidak?”tanyanya. “nggak ada siapa siapa didekat sini. Membosankan sekali rasanya. Bik jangan dikunci ya nanti. Baira Yanti bisa keluar, Yanti nggak kemana mana kok.” Yanti memelas. Bibi itu hanya tersenyum lembut, “nama non Yanti ya? Bibi namanya bik Jum. Juminten non.non udah sarapan? Yuk ke belakang. Bibik sudah masak.”ajaknya p0ada Yanti. Yanti hanya menurut lalu duduk manis dimeja makan. Selesai makan dan menyelesaikan tugasnya Bik Jum pulang dan lagi lagi mengunci pintu. “maafkan saya ya non, nanti besok besok non boleh keluar selama saya ada disini. Tetapi kalau saya pulang saya harus menguncinya. Saya minta maaf ya non. Saya permisi.”ujar Bik Jum sebelum pergi. Yanti merasa kesal sekali. Tetapi apa mau dikata. “lebih baik ku minta Karta membuka pintu jika Ia datang lagi, atau paling tidak beli aku telivisi atau sesuatu biar aku tidak bosan.”gerutu Yanti sepanjang hari. Meski sudah sore Karta tak juga menampakkan batang hidungnya. “sepertinya Ia tak datang lagi hari ini.”bathin Yanti.belakang. Bibik sudah masak.”ajaknya p0ada Yanti. Yanti hanya menurut lalu duduk manis dimeja makan. Selesai makan dan menyelesaikan tugasnya Bik Jum pulang dan lagi lagi mengunci pintu. “maafkan saya ya non, nanti besok besok non boleh keluar selama saya ada disini. Tetapi kalau saya pulang saya harus menguncinya. Saya minta maaf ya non. Saya permisi.”ujar Bik Jum sebelum pergi. Yanti merasa kesal sekali. Tetapi apa mau dikata. “lebih baik ku minta Karta membuka pintu jika Ia datang lagi, atau paling tidak beli aku telivisi atau sesuatu biar aku tidak bosan.”gerutu Yanti sepanjang hari. Meski sudah sore Karta tak juga menampakkan batang hidungnya. “sepertinya Ia tak datang lagi hari ini.”bathin Yanti. Yanti pun memilih memejamkan natanya. Mimpi indah pun menyambutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD