Chapter 02

1087 Words
"Tha! Atha!" Agatha langsung menoleh ke belakang lalu menatap laki-laki yang masih berdiri di depan jendela dengan telunjuk yang berada di bibir. Napas Agatha terasa seperti tercekat serta tubuhnya yang mendadak lemas ketika laki-laki itu menyuruhnya untuk diam. "Tha, kenapa?" Laki-laki itu kembali menaruh telunjuknya di bibir. "Gak, gak papa bang." "Serius? Kenapa tadi teriak?" "Atha, buka pintunya." "Atha gak papa, Mi. Tadi... Tadi itu, ada kecoa! Iya kecoa!" "Kecoa nya udah pergi," lanjut Agatha sambil menatap laki-laki berwajah pucat itu. "Beneran gak papa, Tha?" "Enggak kak, Atha gak papa." Padahal sebenarnya Agatha ingin jatuh pingsan sekarang juga. Tidak terdengar lagi suara Al, Oliv dan juga Aya. Keadaan kembali hening. "Siapa kamu?" Tanya Agatha sambil memeluk tas nya. Laki-laki itu diam. "Kenapa kamu ada di kamar aku?" Agatha maju secara perlahan menaruh tas nya di tempat tidur. Mata Agatha membulat. "Apa kamu penjahat? Penculik? Kamu mau culik aku?!" Mata Agatha kembali membulat dengan mulut yang terbuka lebar. "Kamu hantu?" "Jin?" "Setan?" "Malaikat?" "Monster?" "Goblin?!" Laki-laki tersebut menggeleng. "Pergi sekarang!" Agatha menunjuk jendela kamarnya namun laki-laki itu tetap diam di tempat. "Atha takut, hiks... Hiks!" Agatha menangis karena ia tidak dapat menahan lagi rasa takutnya. "Jangan nangis," Agatha berhenti menangis ketika mendengar suara laki-laki yang ada di depannya. Agatha menghapus air matanya dengan punggung tangan lalu mengambil jam weker yang ada di nakas. "Aku itung satu sampe ti..." Agatha diam sejenak, kedua kakinya melangkah secara perlahan menuju jendela. Agatha berdiri di balkon sambil menatap ke bawah. "Tinggi juga," gumam Agatha. Agatha menatap laki-laki yang tengah memperhatikannya. "Aku itung satu sampe sepuluh kalo kamu gak pergi sekarang juga bakal aku lempar pake ini!" Agatha menunjukkan jam weker seraya masuk ke dalam kamar. "Satu," "Dua," "Tiga," mata Agatha terpejam dengan tangan terangkat siap melayangkan jam weker nya jika laki-laki itu tidak kunjung pergi. "Empat," "Lima," Tepat di hitungan ke sepuluh Agatha membuka mata, di depannya sudah tidak ada siapa-siapa laki. Agatha menatap pintu balkon kamar dan juga tirai, pintunya tertutup rapat serta tirai yang sama sekali tidak berubah bentuk dimana seharusnya tirai tersebut terbuka. Dan mulai saat itu, Agatha benar-benar merasa tidak nyaman dengan kesehariannya. ☁️ Entah sudah berapa kali Agatha melirik ke kanan ataupun kiri karena merasa ada yang sedang mengikutinya dari belakang. Agatha tidak ingin menoleh karena disekitarnya cukup ramai dan rasanya tidak mungkin ada seseorang yang hendak menculiknya. Agatha terus berjalan dengan agak cepat, semakin cepat ia berjalan semakin terasa jika ada yang sedang mengikutinya. Agatha menoleh dan terkejut melihat laki-laki yang berada di kamarnya semalam tengah berdiri di belakangnya. "Kemaren ada di kamar aku sekarang kamu ada di belakang aku, mau nya apa?!" Seruan Agatha membuatnya langsung menjadi pusat perhatian. Sadar jika dirinya sedang diperhatikan Agatha tersenyum pada orang-orang yang sedang menatapnya. "Jangan ikutin aku." Ucap Agatha sambil mendelik lalu pergi berlari menuju gedung sekolah. ☁️ "Atha, ke rumah Abang bentar ya." Agatha menoleh menatap ibunya yang sedang berdiri di ambang pintu kamarnya. "Mau ngapain?" "Pulangin rantang," Aya menunjukkan rantang yang ia pegang. Agatha beranjak dari meja belajar mengambil rantang yang akan ia pulangkan ke rumah abangnya yang berada tepat di sebelah rumahnya. Seperti biasa, Agatha naik ke atas tangga memperhatikan sebentar pintu rumah abangnya yang tertutup rapat. Agatha turun dan ketika ia berbalik sudah ada seorang laki-laki yang berdiri di belakangnya membuat Agatha terkejut bukan main. Agatha refleks memukul d**a laki-laki tersebut untuk menyalurkan rasa kesalnya karena sudah membuatnya terkejut. "Udah tiga kali kamu buat aku kaget! Apa kamu gak ngerti sama yang namanya, jangan ikutin aku?! Jangan ganggu aku juga, kalo aku kena serangan jantung gimana? Aku belom siap ya mati muda, bentar lagi aku mau olimpiade!" Agatha menghentakkan kaki kemudian berlalu dari depan laki-laki itu. Baru beberapa langkah Agatha berjalan gadis itu kembali berbalik. "Siapa nama kamu?" Laki-laki itu menatap Agatha. "Siapa?" "Andriel," "Aku kasih tau ya, Andriel. Jangan ikutin apalagi sampe ganggu aku! Kalo kamu masih ngelakuin dua hal itu aku gak segan-segan lempar kamu pake batu, denger?" Laki-laki itu mengangguk tanpa memberikan ekspresi apapun. Sebelum pergi Agatha memberikan tatapan tajam kemudian berjalan ke arah gerbang rumah untuk pergi ke rumah abangnya. ☁️ "Abang, uang jajan Atha ketinggalan." Ucap Agatha ketika mobil Al sudah berhenti di depan gerbang sekolahnya. "Bohong, bilang aja mau uang jajan tambahan." "Ih enggak! Uang jajan Atha beneran ketinggalan, Atha juga gak bawa bekal cuma bawa air minum. Dompet Atha juga ketinggalan di tas sekolah yang satu lagi, untuk apa Atha bo..." Ucapan Agatha terhenti ketika di depan matanya sudah ada uang seratus ribu. Agatha tersenyum senang dan langsung mengambil uang tersebut. "Gomawo, saranghaeyo." Agatha mengecup singkat pipi Al sebelum ia keluar dari mobil. Agatha berlari memasuki gedung sekolah padahal waktu yang ia punya masih tersisa banyak, Agatha juga datang paling awal di mana koridor sekolah masih sangat sepi. Langkah Agatha berubah lambat saat melihat laki-laki yang selalu menghantuinya akhir-akhir ini berdiri di koridor dengan kedua tangan memegang pembatas koridor. Andriel menoleh menatap Agatha yang tengah berjalan mendekatinya. "Emang dasar kamu ya, harus berapa kali sih aku bilang jangan ikutin aku lagi! Kenapa gak kamu dengerin sih? Aku risih tau diikutin sama kamu!" Agatha berkacak pinggang. Andriel diam sambil memperhatikan wajah Agatha. "Batu mana batu," Agatha menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari batu dan nihil untuk ditemukan karena ia berada di koridor. "Gak ngikutin, udah dari tadi di sini." Agatha berhenti menoleh ke kanan dan kiri ketika Andriel bersuara. "Terus yang kemaren-kemaren itu apa? Kamu ngikutin aku kan yang kemaren-kemaren itu? Ngaku! Aku gak suka ya kalo diikutin sama kamu." Andriel kembali diam dengan mata yang tertuju ke arah belakang Agatha. Agatha menoleh ke belakang. "Tumben cepet dateng, Put?" Putri yang merupakan teman Agatha mengangguk. "Biasanya langsung masuk kelas," Putri menunjuk pintu kelas mereka yang masih tertutup. "Ini, dia ini suka banget ngikutin aku udah kayak hantu aja!" Agatha menatap tidak suka Andriel. "Tha," Agatha menatap Putri. "Dia siapa?" Tanya Putri. Agatha diam. "Lo bilangin siapa? Tadi ngomong-ngomong sama siapa?" Kedua bibir Agatha terlihat bergetar dengan raut wajah mulai pucat. "Di... Dia, Put. Dia," Agatha menunjuk ke arah belakang dimana Andriel berdiri. Putri mengikuti arah telunjuk Agatha kemudian menatap Agatha. Putri menggeleng. "Gue gak liat apa-apa, Tha." "Tapi Put, di belakang gue!" Putri kembali menggeleng, "gak ada siapa-siapa." Ucap Putri dengan nada lemah karena ia mulai takut dan khawatir. Tubuh Agatha lemas seketika membuatnya hampir terjatuh di lantai kalau saja Putri tidak langsung menangkap tubuh Agatha yang tengah lemas. Agatha menatap Andriel yang jelas-jelas masih berdiri diam di tepat dengan tatapan tertuju ke arahnya. Air mata Agatha tumpah dan langsung memeluk erat tubuh Putri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD