Kecurigaan Vanessa

897 Words
Seorang pria berpakaian kaos olahraga berlengan pendek dan bercelana jogging berdiri tepat di samping Vanessa. "Saya bantu, sepertinya koper ini amat berat." Vanessa memandang pria yang berada di hadapannya tanpa berkedip. "Tidak berat kok, saya bisa sendiri. Terimakasih." "Saya tetangga di seberang rumah", sambil menunjuk rumahnya. "Ooo begitu... " "Jadi, saya bukan penjahat. Kamu tidak perlu takut. Lingkungan ini aman. Saya juga orang baik-baik. O iya perkenalkan nama saya Mario. Kamu pasti baru pindah hari ini. Senang bertemu denganmu. Semoga kita bisa menjadi tetangga yang akrab." Mario membantu Vanessa membawa koper-kopernya karena harus menaiki 3 anak tangga untuk sampai di depan pintu utama. "Terimakasih sudah membantu. Tapi maaf, saya belum bisa menyuguhkan apa-apa." "Tidak apa-apa, saya hanya berniat membantu. O iya kamu belum memperkenalkan diri." "Eh...., Vanessa, nama saya Vanessa." "Nama yang indah. Kalau gitu saya permisi dulu, saya biasa jogging mengitari komplek di sore hari. Kapan-kapan mungkin kita bisa jogging bareng." Vanessa membalas dengan senyuman kaku. "O iya." Sementara itu, Erland memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah apartemen di seberang kantornya. Dia menuju lift dan menekan tombol lantai 7. Berjalan menelusuri lorong menuju ruang yang berada di ujung, memasukkan password dan pintu terbuka. Baru saja dia masuk, Erland di suguhkan pemandangan indah. Di hadapannya, Cindy tengah berpose seksi tanpa sehelai benang pun menutupi keindahan tubuhnya. Sontak gairah Erland langsung bergejolak. Dia melepas satu persatu kancing kemejanya dengan cekatan, melepas ikat pinggangnya dan melemparkan celana jeans yang dia kenakan ke sembarang arah. Lalu hap.... bibir Erland dan Cindy saling beradu dan berbalas. Tangan Erland pun begitu liar menjelajahi setiap lekukan tubuh Cindy dipadukan gerakan meremas sesekali yang membuat Cindy mengerang. Tubuh Erland menggiring Cindy ke dinding lalu tangan kanannya mengangkat kaki kiri Cindy ke atas. Dan cus... dengan sekali gerakan Mr. P nya telah merasakan kenikmatan dilanjutkan gerakan mundur maju perlahan lalu semakin cepat menuju klimaks. "Arghhhhh........ arghhhh.....", desah Cindy. Lalu diakhiri dengan semburan cairan milik Erland yang untuk pertama kalinya bergerak bebas tanpa pengaman. Setelah saling melepaskan gairah, mereka membersihkan diri dengan shower yang mengalir. Erland mengelus pipi Cindy. "Sayang, kita lakukan sekali lagi. Rasanya lebih nikmat bukan tanpa pengaman." "Iya sayang tapi aku takut kebobolan. Kamu tahu kan aku belum siap untuk hamil." "Tenang aja, kalau pun hamil, aku akan nikahi kamu sayang." "Aku takut kamu berpaling dariku, setiap hari kamu bersama istrimu. Bisa saja kamu menjadi suka sama dia." "Sayang, aku sama sekali tidak pernah menganggap dia istri. Sumpah aku kagak pernah sentuh dia sejak nikah." "Yakin?" "Sumpah. Jadi ini alasan kamu langsung merangsang aku tadi. Takut kalau aku berpaling. Itu tidak mungkin sayang. Percaya padaku." Erland mengecup bibir Cindy lalu menggendongnya ke arah ranjang. Dengan tubuh yang masih basah, Erland menindih tubuh Cindy, mengecup lembut belahan dadanya lalu turun ke area Miss V, terdengar erangan Cindy yang menikmati kecupan demi kecupan. Cindy pun tak mau kalah, dia bertukar posisi dengan Erland. Kini Cindy yang menindih tubuh Erland. Dijelajahi nya area d**a Erland dengan sentuhan demi sentuhan lalu menjalar Mr. P yang berdiri tegak. Cindy memberi emutan demi emutan sebelum akhirnya dia memasukkan benda tumpul itu ke Miss V miliknya. Gerakan naik turun mengguncang beberapa menit, setelah itu Cindy merebahkan dirinya di atas tubuh Erland. Vanessa hampir selesai membenahi barang-barang. Menata pakaiannya dan Erland di lemari, menyusun buku-buku dan mencatat beberapa barang yang harus di beli. Tak terasa waktu sudah pukul 9 malam. Dia melihat jam dinding dan layar ponselnya. "Mas Erland kok belum kembali ya. Apa dia sudah makan?" Terdengar bunyi suara lapar dari perut Vanessa. Dan tiba-tiba pintu bel berbunyi. "Apa itu Mas Erland pulang?" Vanessa bergegas membuka pintu dan ternyata bukan Erland melainkan Mario yang membawakan sekotak makanan. "Ini beef teriyaki buatanku. Anggap saja salam perkenalan dari saya. Sebagai tetangga kan harus saling berbagi." "Saya ucapkan terimakasih atas makanannya tapi saya rasa tidak bisa menerimanya." "Mengapa? Ini hanya salam perkenalan dari saya. Apa kamu tidak senang berkenalan dengan saya?" "Bukan begitu Pak Mario. Tapi...." (kluk... kluk.... terdengar bunyi keras dari perut Vanessa.) Vanessa memegangi perutnya dan tertunduk. Dia agak malu. "Jangan menolak, kasihan kan perut kamu sampai bunyi." Akhirnya Vanessa menerima kotak makanan dari Mario dan mengucapkan terimakasih. "Semoga kamu suka masakanku. Selamat menikmati ya. Aku pamit dulu. Selamat malam." Vanessa memakan masakan Mario dengan lahap dan telah menghabiskannya namun Erland belum juga kembali. Jadi Vanessa berinisiatif menghubungi Erland. Ponsel Erland berdering, di layar tertulis nama Vanessa. Erland dan Cindy sejak tadi ketiduran, Cindy yang mendengar ada suara dering ponsel menjadi terbangun. Cindy menjawab panggilan Vanessa. "Halo..." Vanessa terdiam sejenak dan memeriksa nomor yang dia hubungi takut dia salah menekan nomor tetapi ternyata tidak. Lalu dengan ragu Vanessa membalas. "Iya..., ini bukannya ponsel Mas Erland." "Benar, Pak Erland nya sedang ke toilet. Ini dengan siapa ya?" "Saya Vanessa, istri Mas Erland." "Maaf Bu, perkenalkan saya Cindy, sekretaris Pak Erland. Saat ini kami masih sibuk, apa ada pesan untuk Pak Erland? Biar nanti saya sampaikan." "Tolong sampaikan ke Mas Erland untuk menghubungi saya nanti kalau sudah tidak sibuk." "Baik. Selamat malam." (Dasar ganggu kesenangan orang saja, gumam Cindy dengan nada kesal.) Sedangkan Vanessa berpikir sejenak. "Ini sudah hampir pukul 11 malam, Mas Erland masih sibuk. Apa dia dan sekretarisnya hanya berdua? Apa yang dilakukan mereka sampai selarut ini?" "Tidak, tidak, aku harus berpikir positif. Mas Erland pasti sibuk mempersiapkan diri di lingkungan yang baru sampai lupa waktu." Vanessa berusaha menepis kecurigaannya dan karena sudah larut akhirnya dia tertidur di sofa menunggu kepulangan suaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD