Pacar Baru

1758 Words
Mentari pagi bersinar dengan cerah dari balik gunung Arjuno yang terlihat dari sebelah timur Rumah Vega. Vega bersenandung riang sambil menata jemuran yang baru dicucinya di tempat jemuran. Dia menyanyikan beberapa bait lagu New Devide-nya Linkin Park. Sambil melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan rambut panjangnya gadis itu bernyanyi riang ala rocker sejati. Beberapa burung gereja yang bertengger di atap rumah Vega pun kabur karena suara cemprengnya itu. So give me reason To prove me wrong To wash his memory clean Let the floods cross the distance in Your eyes Give me reason To fill this hole Connect the space between Let it be enough to reach the truth That lies Across this new divide "Woi! Pagi-pagi sudah ada suara malaikat Izroil, berisik banget!" Vega mendelik mendengar suara menyebalkan satu itu. Den berdiri di beranda kamarnya yang berada di sebelah selatan rumah Vega sambil nyengir. "Coba deh nyanyi lagunya Zambrud pas kita masih kecil dulu aja, yang itu lho...." Kata mereka nenek sebelah mati Waktu ngedenger aku lagi nyanyi Karena suaraku, Jantung si nenek kumat lagi.... Den menyanyikan lagu Zambrud yang pernah terkenal beberapa tahun lalu dengan niat mencela Vega itu, dengan suara merdunya yang mirip Chester Bennington. Vega diam dan tak bisa balas mengoloknya. Bagaimana pun Vega mengakui kalau suara Den memang merdu. Den sering dipaksa ikut kelompok paduan suara buat acara wisuda kakak kelasnya saat SMP dulu. "Berisik, ah!" Vega mengalihkan pandangan dari Den dengan kesal. Den tertawa lalu menundukan kepalanya. Sebuah kain berbentuk segitiga dengan warna putih bergambar Hello Kity jatuh di bawah kakinya. Den mengambil kain itu dengan jari telunjuk dan jempolnya dan menjauhkannya sejauh mungkin dari tubuhnya. "Ve, ini punyamu? Kayaknya nyasar ke sini nih," Vega menoleh ke arah Den dan melotot saat melihat celana dalam kesayangannya berada di tangan Den. Buru-buru Vega merebut benda itu dari tangan Den menyembunyikannya dengan rasa malu. "Kenapa kamu pengang-pengang begituanku sih!" bentak Vega marah sekaligus malu. "Mau bagaimana lagi, salahkan angin yang menerbangkan begituanmu itu ke sini." Den beralasan. Cowok itu melangkah masuk ke dalam kamarnya, sebelumnya Den sempat menoleh dan mengeluarkan komentar yang menyayat hati Vega. "Seleramu masih kayak anak-anak ya, sama sekali gak seksi." Vega ingin sekali menimpuk cowok itu, tapi Den sudah menghilang ke kalam kamarnya. *** Di pagi hari yang cerah itu, jalan-jalan besar di kota Batu Propinsi Jawa Timur mulai ramai dipadati kendaraan. Jalan raya dipenuhi dengan kebisingan suara dan kepulan asap dari kenalpot. Diantara itu semua, di trotoar berjalanlah tiga orang anak remaja yaitu Al, Den dan Vega. Ketiganya sedang dalam perjalanan menuju sekolah mereka. "Batu sekarang benar-benar ramai ya, beda banget dengan jaman waktu kita masih kecil dulu,"Kata Al. "Yah, Batu sudah berrevolusi sejak dijadikan kota wisata sekarang tiap hari sabtu dan minggu selalu macet, sudah nggak setenang dulu lagi, kendaraan seperti ini jadi bikin polusi di mana-mana." Den beragumen. Vega diam mendengarkan argumen kedua temannya itu. Rasanya dia ingin menghilang saja dari dunia ini. Kemarin malam Al memegang pembalut cadangannya dan tadi pagi Den memegang celana dalam kesayangannya. Vega merasa telah dilecehkan oleh kedua cowok disampingnya ini, namun ajaibnya keduanya malah bersikap biasa saja seolah tak pernah terjadi apa-apa. Mereka malah sibuk membahas perkembangan pesat kota Batu, polusi udara dan semacamnya yang nggak jelas. Lalu secara tiba-tiba Vega merasakan hasrat terpendam yang tak bisa ditahan. Mulut Vega memang diam saja namun pantatnyalah yang berbicara alias kentut dengan suara agak keras sehingga Al dan Den bisa mendengarnya. Ketiganya hening sejenak kemudian tertawa terbahak-bahak. "Polusi nih! Polusi udara!" kata Al sambil mengibas-ngibaskan tangannya mengusir bau. "Kamu ini cewek bukan sih? Nggak manis banget kentut begitu di depan dua cowok keren begini," ujar Den. "Mau bagaimana lagi? Mana bisa di tahan." Vega beralasan. "Oh ya, ngomong-ngomong gimana kabar pacar barumu?" Vega berusaha mengalihkan pembicaraan agar dirinya tidak semakin diintimidasi oleh kedua cowok itu lantaran kentut sembarangan. "Sejak kapan kamu jadi peduli sama pacarku? Cemburu ya?" goda Al. "Enak aja! Aku cuman penasaran, soalnya kali ini kok beda dengan yang dulu-dulu," kata Vega. "Ya juga, kali ini tampangnya seperti gadis baik-baik, sepertinya aku juga pernah ketemu di mana gitu." Den setuju, dia merasa wajah pacar Al yang baru cukup familiar. "Pernah ketemu di mana katamu? Dia itu kan anggota OSIS, sie humas anak buahmu!" kata Al sambil mengkerut. Den adalah anggota OSIS yang aktif, dan menjabat sebagai koordinator sie Humas. Den termasuk kalangan elit yang rajin di sekolah berbeda dengan kedua temannya. "Oh ya? Pantes kayak pernah lihat mukanya." Den manggut-manggut. "Gimana sih! Muka anggotanya sendiri saja nggak hapal! Koordinator macam apa kamu!" Vega ikut mengolok. "Aku jarang memperhatikan muka cewek sih, kan zina mata," jawab Den dengan penuh gaya. Al dan Vega mendengus sebal melihatnya. "Sok keren begitu, padahal kalau nonton bokep matanya sama sekali gak kedip," olok Al. Den menjitak kepala Al karena malu. "Lho, Ria!" Tanpa mempedulikan Den, Al melihat ke depan pintu gerbang sekolah. Kebetulan pacar barunya juga ada di sana. Gadis itu tersenyum karena disapa dan melambaikan tangannya. Al dengan langkah riang menghampirinya sementara Vega dan Den menyusulnya di belakang. "Maaf ya kemarin nggak bisa pulang bareng," kata Al. "Ah nggak papa kok," jawab Ria sambil tersenyum manis. "Oh ya, belum kukenalkan ya, ini teman-temanku, yang sangar ini namanya Vega." Al memperkenalkan Vega pada Ria. "Siapa yang sangar? Dasar nggak sopan!" Vega melotot pada Al, namun padangan matanya melembut saat memandang Ria. Vega mengulurkan tangan kanannya pada Ria dan Ria membalasnya. Kedua cewek itu pun bersalaman. "Vega." "Ria Kak, aku anggota karate juga lho," ucap Ria. JEDUENG! Vega terbelalak mendengarnya sementara Al dan Den tertawa ngakak. Vega malu sekali rasanya, sebagai ketua ekskul karate yang tidak mengenali anak didiknya. "Gimana sih! Muka anggotanya sendiri saja nggak hapal!" Den mengulangi kata-kata Vega sambil bersedekap. Vega tak bisa membalasnya. Untuk mengurangi tengsinnya, Vega pun memikirkan alasan. "Oh baru kelas satu ya, pasti baru masuk jadi aku jarang lihat," kata Vega sambil cengar-cengir. "Alasan aja!" Al dan Den mengolok dengan kompak. "Yang satu ini kamu pasti juga sudah kenalkan? Meski dia juga nggak kenal kamu sih." Al memperkenalkan Den. Den menendang kaki Al sebagai balasannya. "Nggk papa, Kak, aku memang nggak populer kok, nggak kayak Kakak-Kakak. Wajar kalau Kakak-Kakak nggak kenal aku." Ria merendah tapi dengan nada miris. "Oh, tapi tenang saja, setelah ini kamu pasti jadi terkenal setelah berpacaran dengan cowok terkenal ini, hohoho!" Al menyombong. "Terkenal kere-nya ya?" Vega dan Den kompak mengolok. Al mencubit pipi keduanya karena kesal. Ria tertawa melihat tingkah ketiga seniornya itu. Melihat tawa riang Ria, ketiga pun ikut tertawa. Sepertinya mereka cukup menyukai pacar baru Al yang satu ini. Dia cukup menyenangkan dibandingkan pacar-pacar Al sebelumnya yang rata-rata cewek ganjen dan tak bisa mengakrabkan diri dengan Vega dan Den. Setelah mereka sampai di persimpangan jalan, karena tujuan mereka berbeda mereka pun berpisah. Vega ke kelasnya XI IPA 3, Ria ke kelas X-1 sementara Al dan Den ke kelas mereka XI IPA 4. "Sepertinya aku lumayan suka dengan pacar barumu yang satu ini," kata Den jujur. "Tuh kan, dia manis kan!" ucap Al bangga. Den terpaksa mengangguk mengiyakan. Saat mereka sampai di kelas, di depan pintu kelas mereka telah disambut oleh Handoko sang suplayer film bokep ternama di sekolah mereka. Yang punya video bokep A to Z. "Hei, Al, katanya baru dapat pacar baru nih ya, wajahnya ceria begitu," tegur Handoko. "Wah, secepat itu ya beritanya menyebar. Memang susah jadi orang terkenal." Al mulai kumat narsisnya. Den mencibir. Tanpa bermaksud menanggapi Handoko, Den duduk di tempat duduknya dan menyapa Arvin, cowok manis yang duduk di depan bangku Den dan Al, teman sebangku si suplayer bokep. "Hai, Vin." "Hai, Bro!" balas Arvin sambil tersenyum ramah. Arvin adalah anak yang baik dan teman mengobrol yang asyik bagi Den karena mereka selalu nyambung. "Hari Kartini nanti OSIS ngadain acara apa aja?" tanya Arvin, hari ini memang sudah H-6 menjelang perayaan hari kartini yang selalu di rayakan dengan meriah oleh SMA F. "Hm ... seperti biasalah, ada pemilihan Diajeng, terus ada seminar juga tapi masih belum ada keputusan temanya apa pilihannya sih s*x aducation atau Say no to drugs, nanti pasti ada angketnya kok buat votting," jawab Den. "s*x aducation!" Handoko dan Al mendadak jadi antusias. "Kalian ini pikirannya itu melulu ya!" Den mencibir. "Wajarlah, masih muda." Al beralasan. "Ngomong-ngomong Al punya pacar baru ya?" Arvin mendadak mengalihkan pembicaraan. "Wah, Arvin tahu juga ya? Pacar baruku manis banget lho!" kata Al sambil nyengir. "Hm ... aku kenal kok, namanya Ria kan? Dia adik kelasku waktu SMP." "Oh ya, anaknya gimana menurutmu?" tanya Al. Arvin tampak berpikir agak lama sebelum menjawab membuat orang yang melihatnya pasti salah sangka. "Separah itu ya?" tanya Al curiga. "Sudah kuduga, pacarnya Al memang nggak ada yang bener sih." Den menyimpulkan. Arvin tertawa kemudian berkata. "Baik kok, dia baik, cuman ya nggak jauh beda sama kamu, suka gonta-ganti cowok, tapi nggak separah kamu juga, dia masih lumayan lama pacarannya minimal sebulanlah." "Eh, padahal kelihatannya dia lugu!" Al tampak terkejut. "Ya, kita memang nggak bisa menilai orang dari penampilan luarnya saja," ucap Arvin bijak. "Playboy ketemu Playgirl ya, bakalan seru nih," ucap Handoko. "Jangan bilang Playboy begitu dong, aku kan cuma nggak bisa menolak cewek yang nembak." Al memprotes. "Aku ini hanya pria yang tak tega melukai hati seorang wanita," kata Al dengan gaya puitis ala Ti Pat Kai yang bikin teman-temannya jadi enek. "Taruhan saja deh, kali ini pacarannya bakal bertahan berapa lama, sehari? Tiga hari?" tawar Handoko. "Jangan jahat begitu, seminggulah minimal." Arvin nyengir. "Jahat banget! Begini saja deh, kalau aku jadian lebih dari seminggu kalian harus traktir aku ya!" usul Al. Dia sendiri tidak berani memberi waktu lebih panjang dari seminggu karena merasa tidak sanggup. Selama ini dia belum pernah pacaran lebih dari seminggu. "Oke, deh! Kalau Al jadian lebih dari seminggu bakal kutraktir kalian semua, paling juga nanti istrihat sudah putus." Handoko mengolok. Den tak berminat dengan pembicaraan yang mulai nggak jelas itu dan memilih berlatih mengerjakan soal fisika saja untuk persiapan olimpiade. Den selain aktif di OSIS juga adalah pemegang gelar olimpiade Fisika Se-Jawa Bali yang diadakan UB tahun lalu. Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan dua sahabat baiknya dari kecil, Al dan Vega. "Kamu itu aneh-aneh saja Al, sibuk gonta-ganti pacar padahal sudah ada cewek yang manis di sebelahmu," tegur Arvin. Al menoleh ke sebelahnya, dikiranya kata-kata Arvin itu berarti secara harfiah. "Maksudku Vega," lanjut Arvin. Al tampak tertegun sementara Den yang sedang mengerjakan soal fisika pun berhenti dan mendengarkan. "Yang bener aja! Belum jadi pacarnya saja aku sudah babak belur, dia itu nggak masuk hitungan deh." Al tertawa. "Lho siapa tahu, nanti kalau sudah pacaran jadi mesra," ucap Arvin. "Nggak mungkin ah, gak mungkin." Al sambil mengibas-ngibaskan tangannya dan tertawa. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD